Sukses

Kehilangan Pekerjaan saat Pandemi, Pria Lumajang Ini Bangkit dengan Kerajinan Batok Kelapa

Di tangan Yusuf, benda keras yang terbuang ini menjadi berbagai aneka kerajinan.

Liputan6.com, Jakarta Sejak awal 2020 hingga kini, virus Corona Covid-19 masih menjadi permasalahan serius. Hampir satu tahun pandemi terjadi, tentu membawa berbagai dampak terhadap berbagai sektor. Bukan hanya menimbulkan krisis kesehatan, namun aktivitas ekonomi juga terhambat. Banyak kisah sedih mengiringi masa pandemi, namun tak sedikit yang mengukir kisah sukses meski di masa pandemi.  

Terlebih, banyak perusahaan yang terdampak dan berimbas pada karyawan yang terkena PHK. Hal itu membuat banyak masyarakat harus berusaha lebih keras untuk bertahan hidup di tengah kondisi pandemi corona covid-19. Meski telah kehilangan pekerjaan, orang-orang tersebut tidak hanya tinggal diam dan mengandalkan bantuan pemerintah.

Tak sedikit orang yang memutar otak untuk tetap bertahan memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti yang dialami pria bernama Muhammad Yusuf. Pria asal Dusun Krajan, Ranuyoso, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur ini sebelumnya bekerja sebagai kuli bangunan di Probolinggo. Namun karena imbas pandemi Corona Covid-19, Yusuf kehilangan pekerjaannya.

Sejak saat itu, ia memutuskan pulang ke rumah karena tak lagi bekerja. Untuk tetap menghidupi keluarganya, ayah dua anak ini mencari cara lain agar memperoleh penghasilan. Akhirnya Yusuf memilih menjadi seorang pengrajin.

Ide muncul saat ia melihat melimpahnya sampah batok kelapa, yang terbuang sia-sia di kampungnya. Bermula dari situ, kemudian Yusuf mendirikan usaha rumahan kerajinan batok kelapa. Ia mengubahnya menjadi benda yang bermanfaat. Berikut kisah sukses Muhamad Yusuf bangkit dari keterpurukan dampak covid-19.

2 dari 6 halaman

Hasil Diskusi dengan Teman

Sebagai tulang punggung keluarga, Muhammad Yusuf mencari kesempatan apa yang bisa diraih di masa pandemi ini. Salah satunya beralih profesi dari kuli bangunan menjadi seorang pengrajin. Ide mengolah batok tersebut, sebenarnya hasil dari diskusi bersama seorang kenalan yang bernama Djohari.

Pria kelahiran 1985 ini bercerita bahwa Djohari sudah sejak lama mengajaknya menjadi pengrajin batok kelapa. Namun ia belum mengiyakan karena masih menjadi buruh bangunan. Diterpa pandemi yang mengharuskan ia berhenti dari pekerjaan sebelumnya, Yusuf pun akhirnya menerima dan menjalin kerjasama dengan Djohari.

"Yang jelas ada pengaruh besar dari pandemi, garapan-garapan sudah mulai diturunkan dan ambil seperlunya, jadi awal-awal saya nggak langsung berenti dari situ, kaya rumahan satu atau dua bulan langsung ngerjain batok," ungkap Yusuf saat ditemui di rumahnya oleh Liputan6.com beberapa waktu lalu.

3 dari 6 halaman

Bermodal Nekat

Belum pernah menjadi pengrajin, pekerjaan ini menjadi pengalaman baru untuk Yusuf. Dengan modal nekat, ia menyulap batok kelapa menjadi aneka kerajinan. Berbekal mesin gergaji dan bor, benda keras yang banyak dibuang itu menjadi barang bernilai di tangan Yusuf.

"Belum ini pertama kali dinekat-nekatin. Yang penting jadi, saran Mas Djo dan perencanannya bisa nggak Insyallah bisa. Refrensi dari Mas Jo saya tinggal produksi," terang ayah dua anak ini.

Profesi barunya ini sudah Yusuf jalani kurang lebih 4 bulan. Ia menjelaskan bahwa dirinya mengolah batok kelapa ini sendirian, sementara Jauhar sebagai perencanaan dan pemasaran. Meski pembuatan dilakukan sendiri, Yusuf mampu mengerjakan batok kelapa lebih dari 20 dalam sehari. Mulai dari mangkok, pot bunga, pengeras suara, asbak dan masih banyak lagi.

4 dari 6 halaman

Pemasaran Lewat Media Sosial

Berani berubah di tengah pandemi ini tentu menjadi tuntutan banyak orang. Begitu pula yang dilakukan oleh Yusuf. Bersama rekannya, Djohari Irianto ia membuat bisnis rumahan yang kretif. Dibantu Djohari dalam perencanaan dan pemasaran, bisnis tersebut berjalan hingga kini.

Saat ditemui, pendamping PKH di Ranuyoso ini bercerita jika ia mengajak Yusuf untuk berkembang bersama. Selain ide kreatif, Djohari juga membantu sebagai pemasaran. Bukan hanya dari mulut ke mulut, ia memasarkan aneka kerajinan batok ini lewat media sosial.

Menurutnya, pemasaran secara online lebih menjanjikan di tengah masa sulit ini. Tak hanya itu, dalam perencanaan Djohari juga memikirkan secara matang. Seperti kualitas dalam kayu yang digunakan sebagai pelengkap kerajinan batok kelapa. Pemilihan kayu tersebut dilakukannya untuk menghindari dimakan rayap.

"Ini kita mau datangkan kayunya. Bawahnya pakai kayu untuk pot bunga duduk, trus saya tanya kayu apa ke Mas Yusuf katanya kayu manecu. Kalau manecu ga akan dimakan rayap. Oh yaudah kalau manecu, saya bilang begitu," jelas Djohari.

5 dari 6 halaman

Tak putus asa meski banyak kendala

Membuka jalan menuju kesuksesan, Yusuf masih mengalami berbagai kendala. Suami Novi Ika ini mengaku mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya. Yusuf bercerita bahwa terjadi kendala sedikit terutama pada cuaca. Pasalnya ia dapat merakit dan menggosok saat batok kelapa sudah kering.

Tak hanya itu, daya listrik di rumahnya yang tidak mencukupi untuk penggunaan peralatan banyak menjadi masalah tersendiri bagi Yusuf. Meski demikian, hal itu tak menyurutkan semangat Yusuf untuk menafkahi keluarganya.

"Kalo kendala ada dikit-dikit utama cuaca, kalo masalah cuaca kan kaya kita ngerakit gosok, kalo tahap penggosokan batok basah kita nunggu lagi. Kemudian listriknya juga karena ini rumah subsidi," jelas Yusuf.

Mengalami berbagai kendala, pria yang pernah bekerja sebagai kuli bangunan selama 9 tahun ini mengaku menyukai pekerjaannya sekarang. Selain lebih santai dapat dikerjakan di rumah, ia tak perlu berjauhan lagi dengan keluarganya. Di Lumajang sendiri, ia tinggal bersama istri dan kedua anaknya beserta sang mertua.

Novi Ika juga merasa bersyukur karena suaminya tak menganggur dan dapat memiliki pekerjaan baru. Ia bersama anak-anaknya juga dapat bertemu Yusuf setiap hari di rumah.

"Kalo dulu pas masih jadi kuli nggak di sini pulangnya kan seminggu sekali. Sekarang alhamdulillah kumpul keluarga, terus di saat pndemi sekarang ribet-ribetnya Alhamdulliah juga ada kerjaan," ucap Novi Ika.

6 dari 6 halaman

Dibanderol harga Rp 10.000 dan banyak pesanan

Selain dekat dengan keluarga, Yusuf bercerita bahwa kerajinan batok kelapa ini juga mampu menstabilkan ekonominya di masa pandemi ini. Bahkan penghasilannya itu melebihi upah yang ia dapat saat masih menjadi buruh bangunan.

"InsyaAllah kalo nggak keliru yang saya rasakan adalah lebih-lebihnya dari yang nguli, ketimbang nguli mending ini mbak," cerita Yusuf sembari tersenyum.

Perjuangannya pun berbuah manis, Yusuf dan Djohari mendapat pesanan mencapai tiga ribu kerajinan batok. Dibandrol mulai dari harga Rp 10.000, kerajinan tersebut tak hanya dijual di Lumajang saja. Mereka juga mengirim aneka kerajinan batok ini ke sejumlah daerah. Mulai dari Malang, Jember, Magelang, Wonosobo, Bandung hingga Bali.

"Belum lama sekitar bulan juni, Alhamdulillah Langsung rame karena diuntungkan oleh maraknya penjualan bunga belakangan ini. Pot-pot jarang yg batok kayak gini," kata Djohari.

Selain membantu ekonomi keluarga, Yusuf dan Djohari berharap bisa terus berkembang. Namun tak hanya bisnis belaka, keduanya juga ingin bisa bermanfaat untuk masyarakat dengan mengolah batok kelapa menjadi barang berguna.

"Kalau kita yang penting bisa bermanfaat untuk masyarakat harapannya terus berkembang, kalo untuk stok sampai hari ini masih aman saya lihat, jadi supply ke beberapa kota kita siap, harapannya bisa melebar," tutur Djohari.

Kini permintaan terus berdatangan dari pembeli, terutama kerajinan batok kelapa untuk pot bunga. Tentu Yusuf menjadi kisah inspiratif tentang kegigihan pantang menyerah bangkit di saat pandemi Corona Covid-19.