Sukses

Cerita Para Seniman Barongan Blora ‘Singo Lumaksono’ Tetap Eksis di Tengah Pandemi

Singo Lumaksono berusaha untuk tetap eksis meski seni barong kini pementasannya dibatasi.

Liputan6.com, Jakarta Pandemi Corona Covid-19 dirasakan seluruh dunia. Banyak efek domino yang diakibatkan dari pandemi yang kini masih berlangsung. Salah satu efek yang begitu dirasakan adalah terkait masalah ekonomi. Ya, roda perekonomian kini menjadi tantangan agar tetap eksis di keadaan seperti ini.

Salah satu bidang perekonomian yang cukup diuji adalah di bidang kesenian. Para pegiat seni cukup kewalahan untuk menampilkan seni di kala pandemi seperti ini. Seperti paguyuban barongan Blora ‘Singo Lumaksono’ yang berusaha tetap eksis di kala pandemi

Singo Lumaksono sangat merasakan perbedaan sebelum pandemi dan setelah pandemi terkait dengan undangan tampil di sebuah pementasan seni barong. Tak hanya itu, adanya aturan protokol kesehatan juga membuat pementasan barong Blora menjadi tak seintens dulu.

Efek dari pementasan yang tak banyak, membuat paguyuban Singo Lumaksono harus berinovasi lebih untuk tetap berusaha eksis di kala pandemi. Berbagai usaha yang dilakukan ini untuk menjaga keeksistensian barongan Blora  tetap menjadi seni hiburan di masyarakat.

Berikut cerita dari beberapa seniman Paguyuban Singo Lumaksono yang berada di Dukuh Padas, Desa Todanan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora yang disampaikan kepada Liputan6.com. Mereka adalah Asep Bunandar (22) sebagai pemain Joko Lodro, Wahyu Aji (22) pemeran Barong dan anggota lain Singo Lumakson pada Sabtu (28/11/2020). Cerita tentang paguyuban Singo Lumaksono menjaga eksistensi di kala pandemi lengkap dengan sejarah hingga kiprahnya.

2 dari 10 halaman

Sejarah Singo Lumaksono

Barongan Blora termasuk dalam kesenian daerah yang masih ada hingga sekarang. Barongan Blora biasanya akan dipentaskan di berbagai acara besar daerah-daerah di Jawa Tengah seperti saat sedekah bumi, iring-iringan pernikahan hingga iring-iringan khitanan..

Salah satu paguyuban yang tetap eksis melestarikan barongan Blora di tengah pandemi adalah Singo Lumaksono. Singo Lumaksono didirikan pada 2002 oleh Mbah Pri, Mbah Gono, Pak Nopen dan para pendiri lainnya. Asal usul penamaan Singo Lumaksono yakni berarti Singo adalah Singa dan Lumaksono artinya jalan. Jika digabungkan artinya Singa yang berjalan.

“Untuk arti singo (macan), sementara lumaksono (mlaku atau jalan), singo mlaku dikarenakan seni barong ini dulu berdiri hanya dikhususkan untuk acara iring-iringan sambil berjalan,” terang Asep Bunandar.

3 dari 10 halaman

Sempat Vakum pada 2014

Tidak mudah melestarikan seni budaya tradisional di tengah perkembangan zaman seperti ini. Selalu saja banyak rintangan untuk menjaga keeksistensian seni budaya. Hal itu juga dirasakan oleh Singo Lumaksono yang vakum pada 2014 setelah 12 tahun mencoba tetap eksis dari 2008.

Singo Lumaksono vakum dikarenakan tidak ada yang mengurus. Regenerasi yang kurang baik terjadi yang membuat paguyuban seni barong Blora ini memutuskan untuk berhenti sementara. Selain regenerasi, kostum dan perlengkapan yang dimiliki sangat minim juga menjadi alasannya.

“Singo lumaksono tidak ada yang mengurus atau bisa di bilang off dikarenakan kostum dan perlengkapan yang minim, pada tahun 2019 yang dihidupkan kembali oleh regenerasi pemuda Dukuh Padas pada acara sedekah bumi,” ujar Asep Bunandar.

Singo Lumaksono bangkit kembali dengan peran para pemuda Dukuh Padas. Adapun ketua lama yang ikut membangkitkan seni barong ini adalah bapak Dasar S.E. Kini barongan Singo Lumaksono diketuai oleh Dwi Wahyudi Puji Susanto mengarahkan para pemuda desa dalam belajar lebih tentang seni barong.

4 dari 10 halaman

Dibangkitkan oleh para pemuda desa

Setelah vakum 5 tahun sejak 2014, Singo Lumaksono dibangkitkan lagi pada 2019. Bangkitnya Singo Lumaksono berawal dari adanya acara sedekah bumi pada Juli 2019. Para pemuda desa mengadakan rapat untuk kembali menggaungkan seni barong Singo Lumaksono yang sudah lama vakum. Acara sedekah bumi menjadi titik awal untuk mengembangkan lagi seni barong Singo Lumaksono.

"Gimana kalau kita mengadakan acara barongan yang khususnya untuk pemuda-pemuda karena kita pemuda juga bisa melestarikan atau meneruskan budaya blora. Seketika saat itu banyak yang setuju dengan omong tersebut," cerita Asep Bunandar, sekretaris Singo Lumaksono sekaligus berperan sebagai pemeran Joko Lodro di pementasan seni barong Blora.

Berkat kerja keras Dwi Wahyudi Puji Susanto dan kawan-kawan, akhirnya Singo Lumaksono kembali bangkit dari tidur panjangnya. Singo Lumaksono kembali ke pementasan dan pada akhirnya mendapat dukungan dana dari masyarakat setempat.

“Barongan Singo Lumaksono ini didominasi oleh para anak muda, banyak pelajarnya,” Wahyu Aji menambahkan.

Setelah sedekah bumi, Singo Lumaksono akhirnya mulai rajin berlatih dan mulai pentas dari satu acara ke acara lain. Untuk masalah kostum dan perlengkapan barong yang minim, para pemuda mengumpulkan dana dari 5-7 pentas agar bisa memiliki kostum barong sendiri.

“Sekitar 5-7 pentas kita Sambatan tidak sama sekali dari anggota yang mendapatkan upah, itu untuk dibelikan kostum dan untuk gamelan kita masih sewa,” ujar Asep Bunandar.

Selain masalah kostum dan gamelan, paguyuban seni barong Singo Lumaksono juga semakin berkembang dengan adanya pelatih gamelan. Adapun untuk yang melatih gamelan iringan adalah Ki Dalang Daryono. Tugas beliau yakni melatih atau membantu panjak atau penabuh dalam membuat iringan dalam seni barongan.

5 dari 10 halaman

Kiprah Singo Lumaksono

Kebangkitan Singo Lumaksono semakin membuat seni barong hidup lagi di Blora. Singo Lumaksono kerap menghadiri berbagai acara-acara penting sebagai hiburan masyarakat. Singo Lumaksono bisa sebulan pentas sebanyak 10 kali dalam sebulan.

Tak hanya Blora, Singo Lumaksono juga menjadi paguyuban seni barong yang menyita perhatian karena tampil di berbagai kota di Jawa Tengah seperti Pati, Purwodadi dan Sragen. Untuk event yang pernah dimeriahkan oleh Singo Lumaksono yakni FBN (Festival Barong Nusantara) pada 2019 dan acara Dari Blora untuk Indonesia pada 2019.

“Selain festival-festival yang kami ikuti, kami juga berprestasi saat festival 17-an saat Agustus 2019 kemarin. Alhamdulilah, menang jadi juara 2 se-Blora,” ujar Wahyu.

6 dari 10 halaman

Kendala di Kala Pandemi

Tahun 2019 menjadi momen bangkitnya Singo Lumaksono menjadi paguyuban barongan Blora yang eksis di dunia hiburan Jawa Tengah. Singo Lumaksono bisa sampai 10 kali tampil dalam sebulan. Asep Bunandar mengungkapkan bahwa pendapatan mereka sekali tampil bisa meraup lebih dari 5 juta.

Namun di kondisi pandemi seperti ini, Singo Lumaksono harus gigit jari karena seharusnya mereka bisa tampil hingga 10 hari, namun saat pandemi hanya dibatasi tampil 3 kali saja. Itu pun penampilan mereka tidak diperbolehkan malam hari dan hanya siang hari saja.

“Keadaan normal kita satu bulan biasanya pentas bisa 10 kali lebih, untuk pandemi ini kita cuma kurang lebih 3 saja,” keluh Asep.

“Kendalanya sih, sepi job. Susah dapat izin juga dari pihak berwajib,” Tambah Wahyu Aji.

7 dari 10 halaman

Aturan Protokol Kesehatan untuk Pementasan Seni Barong

Ada beberapa aturan agar seni barong bisa dipentaskan saat pandemi seperti ini. Selain wajib mengenakan masker dan menggunakan hand sanitizer, ada beberapa peraturan lain yang harus dipahami. Pementasan barong hanya diperbolehkan untuk acara hajat saja dan tidak boleh untuk karnaval atau event besar lainnya.

Event besar yang dimaksud adalah event yang mengundang keramaian. Adapun di Blora dan sekitarnya, event besar seperti Karnaval memang kerap diselenggarakan minimal satu tahun sekali. Selain tak boleh mengundang keramaian, seni barong juga tidak boleh diselenggarakan di malam hari.

“Masa pandemi seperti ini, pentas seni barong hanya diperbolehkan untuk acara hajatan dan tidak diperbolehkan untuk acara besar seperti karnaval dan event lainnya yang mengundang banyak masyarakat. Pentas juga cuma diperbolehkan pada siang hari dan mematuhi protokol,” ungkap Asep.

Selain masalah izin yang diperbolehkan hanya siang hari, seni barong juga harus menyesuaikan waktu tampil. Jika biasanya dalam sekali pentas bisa sampai 4 jam, kini pementasan seni barong Singo Lumaksono hanya bisa 2 jam saja.

“Biasanya, yang kami pangkas durasinya itu pengurangan dari setiap gerakan. Selain itu, alur juga kami pangkas menjadi lebih ringkas,” jelas Wahyu.

8 dari 10 halaman

Tetap Bersyukur Meski Sepi Job

Pandemi seperti sekarang ini tentu cukup menjadi tantangan yang berat bagi pelaku seni seperti paguyuban Singo Lumaksono. Namun meski begitu, para anggota yang terdiri dari berbeda-beda profesi dan dominasi pelajar ini tetap menyikapi pandemi ini dengan bijak. Selama pentas dibatasi hanya 3 kali saja dalam sebulan, mereka memilih untuk menggunakan waktu untuk rajin berlatih hingga 3 kali dalam seminggu.

“Alhamdulillah, dengan adanya pandemi ini kita berusaha untuk selalu giat belajar. Tidak ada yang namanya berhenti untuk belajar, ya paling itu keresahannya sepi job aja di kala pandemi seperti ini. Tapi setidaknya masih ada waktu untuk belajar dan latihan seni barong, biar lebih matang,” puji syukur Asep.

Asep Bunandar juga merasakan perbedaan paling mencolok dari sebelum pandemi dengan saat pandemi selain job yang berkurang adalah pengaruh waktu. Ya, sebelum pandemi hampir sebagian besar pementasan seni barong diadakan malam hari namun kini harus dilakukan di siang hari saja.

“Perbedaan yang paling kami rasakan yaitu waktu yang hanya terbatas untuk acara pentas. Semula acara bisa siang dan malam, sekarang hanya diperbolehkan untuk acara siang saja dan harus mematuhi protokol kesehatan,” tambah Asep.

9 dari 10 halaman

Tetap Eksis dengan YouTube

Perkembangan teknologi juga digunakan oleh Singo Lumaksono untuk tetap menjaga keeksistensian. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah membuat akun YouTube. YouTube bisa menjadi salah satu sumber pendapatan di kala pentas hanya diperbolehkan 3 kali dalam sebulan.

Singo Lumaksono aktif mengunggah video seni barong mereka di channel YouTube Singo Lumaksono Official. Akun YouTube Singo Lumaksono sudah aktif di YouTube sejak 18 Juli 2016. Kini Singo Lumaksono semakin rajin mengunggah video di setiap minggunya. YouTube Singo Lumaksono pun sudah memiliki 2,36 ribu subscriber dan terus menunjukan kenaikan yang signifikan.

“Tentu ada harapan jangka panjangnya yakni biar seni barong Blora bukan masyarakat sini aja yang tahu. Tapi banyak yang tahu bahwa barong Blora itu eksis,” harap Wahyu Aji.

Wahyu Aji selaku pemain barong pun juga menceritakan upaya untuk tetap belajar menjadi pemain barong handal di usianya yang baru 20 tahun. Ia mengaku belajar dari kecil dan penghayatannya belajar gerak-gerik kucing.

“Penghayatan sudah biasa dari kecil mas. Sudah lama pegang barong. Biasanya sih lihat kucing biar dapat penghayatannya,” cerita Wahyu.

10 dari 10 halaman

Harapan untuk Seni Barong

Eksistensi seni barong Singo Lumaksono di tengah majunya teknologi modern ini memang patut diacungi jempol. Para pemuda desa Padas ingin sekali mengenalkan lebih jauh kesenian asli Blora ke masyarakat luas. Mereka tidak mau seni asli Blora malah dilupakan begitu saja.

“Pengen mengenalkan lebih jauh kalau kita punya seni asli blora dan mengembangkan supaya tidak punah/dilupakan begitu saja, dan terutama untuk pemuda khususnya kalau kita bisa melestarikan dan mengembangkan budaya nenek moyang kita,” harap Asep Bunandar.

Wahyu Aji juga memberi pesan khusus untuk anak muda. Menurutnya, anak muda jangan malu dengan budaya sendiri. Bagi Wahyu budaya seni barong adalah budaya yang menarik dan harus dilestarikan.

“Untuk harapannya sih untuk anak muda agar jangan malu dengan budaya. Kalau enggak kita yang melestarikan, siapa lagi kan?” harap Wahyu Aji.

Selain Wahyu Aji dan Asep Bunanda, ada juga harapan dari pemain drum Singo Lumaksono, Danar. Danar berharap kehadiran paguyuban Barong Singo Lumaksono bisa memperkenalkan seni barong ke generasi penerus bangsa.

“Harapannya agar seni barong Blora ini bisa berkembang lebih dari sebelumnya. Seni barong bisa tersalurkan dengan baik dan semoga generasi penerus bisa melanjutkan seni barong Blora menjadi lebih baik,” pungkas Danar.