Sukses

Sejarah Pohon Natal, dari Jerman hingga Jadi Tradisi Seluruh Dunia

Pohon Natal punya sejarah panjang.

Liputan6.com, Jakarta Pohon Natal menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Natal di berbagai belahan dunia. Menjelang 25 Desember, hampir tiap rumah umat Kristiani berhias pohon Natal lengkap dengan kerlipan lampu dan ornamen-ornamen khasnya. Cemara atau Pinus sering kali dijadikan sebagai pohon Natal.

Meski pohon Natal secara tradisional dikaitkan dengan simbolisme Kristiani, pohon cemara atau pinus sudah lama digunakan sebagai lambang kehidupan di beberapa kebudaayaan seperti Mesir Kuno, Romawi, China, dan Ibrani.

Cikal bakal pohon Natal bermula dari penggunaan simbolis pohon cemara di Mesir kuno dan Roma dan berlanjut dengan tradisi Jerman yang membawanya sebagai simbol di hari Natal. Tradisi ini kemudian meluas ke Eropa, Amerika, hingga akhirnya menjadi bagian dari tradisi di seluruh dunia.

Berikut sejarah pohon Natal yang berhasil Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (24/12/2020).

2 dari 6 halaman

Romawi Kuno dan Belahan Bumi Utara

Dikutip dari History, jauh sebelum datangnya agama Kristen, tumbuhan dan pepohonan yang tetap hijau sepanjang tahun seperti Cemara memiliki arti khusus bagi orang-orang di musim dingin. Di belahan bumi utara, dahan dan pohon cemara menjadi simbol dari kehidupan di musim dingin. Banyak orang kuno percaya bahwa matahari adalah dewa dan musim dingin datang setiap tahun karena dewa matahari menjadi sakit dan lemah.

Titik balik matahari musim dingin yang biasanya berlangsung pada 21 Desember atau 22 Desember dirayakan karena pada akhirnya dewa matahari akan mulai sembuh. Dahan cemara menjadi simbol dari semua tanaman hijau yang akan tumbuh lagi saat dewa matahari kuat dan musim panas akan kembali.

Dalam budaya Mesir Kuno, terdapat dewa bernama Ra, yang memiliki kepala elang dan memakai matahari sebagai piringan yang menyala di mahkotanya. Saat titik balik matahari, ketika Ra mulai pulih dari penyakitnya, orang Mesir memenuhi rumah mereka dengan pohon palem hijau. Ini melambangkan kemenangan hidup atas kematian.

Bangsa Romawi tahu bahwa titik balik matahari berarti segera, pertanian dan kebun buah-buahan akan menjadi hijau dan berbuah. Untuk menandai kesempatan itu, mereka mendekorasi rumah dan kuil mereka dengan dahan pohon cemara.

Di Eropa Utara, para Druid, pendeta Celtic kuno, juga menghiasi kuil mereka dengan dahan pohon cemara sebagai simbol kehidupan abadi. Viking di Skandinavia juga menganggap bahwa pepohonan hijau adalah tanaman khusus dewa matahari, Balder.

3 dari 6 halaman

Pohon Natal oleh bangsa Jerman

Jerman diketahui memulai tradisi pohon Natal seperti yang dikenal sekarang pada abad ke-16. Saat itu banyak umat Kristiani membawa pohon hias ke dalam rumah mereka. Beberapa membangun piramida Natal dari kayu dan menghiasinya dengan pepohonan hijau dan lilin.

Diyakini secara luas bahwa Martin Luther, reformis Protestan abad ke-16, merupakan orang pertama yang membawa pohon Natal ke dalam rumah. Saat berjalan menuju rumahnya pada suatu malam di musim dingin, menyusun khotbah, dia terpesona oleh kecemerlangan bintang yang berkelap-kelip di tengah pepohonan hijau.

Untuk menangkap kembali pemandangan tersebut, dia mendirikan sebuah pohon di ruang utama dan mengikat ranting-rantingnya dengan lilin yang menyala.

Selain kisah Martin Luther, ada kisah lain yang berkembang pada masa tersebut terkait pohon Natal. Konon, seorang biarawan Inggris, St. Boniface yang hidup pada abad ke-8. Konon, St. Boniface bertemu dengan beberapa penduduk asli Jerman yang melakukan beberapa pengorbanan di depan pohon ek yang besar - pohon ek yang disucikan untuk dewa Thor.

Boniface mengambil kapaknya dan menebang pohon itu untuk menghentikan orang-orang kafir menyembah berhala. Setelah pohon Ek ditebang, sebatang pohon cemara tumbuh menggantikannya, dengan cabang-cabangnya melambangkan kebenaran kekal Kristus.

4 dari 6 halaman

Sempat jadi kontroversi

Meski sudah menjadi tradisi dunia, pohon Natal juga memiliki kontroversi. Penggunaan pohon cemara atau pinus dinilai sebagai paham paganisme. Ini karena pohon-pohon ini digunakan sebagai pemujaan dewa matahari. Pemasangan pohon itu dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala.

Reaksi penolakan tersebut bahkan awalnya sempat diwarnai keputusan pemerintah Jerman untuk mendenda siapa pun yang memasang pohon cemara sebagai pohon Natal.

5 dari 6 halaman

Pohon Natal di Inggris dan Amerika

Dikutip dari Britannica, pohon Natal diperkenalkan di Inggris pada awal abad ke-18. Saat itu, suami dari Ratu Victoria, Pangeran Albert membawa tradisi ini ke istana.

Pohon Natal kemudian dipopulerkan oleh Ratu Inggris, Victoria. Pohon Victoria dihiasi dengan mainan dan hadiah kecil, lilin, permen, senar popcorn, dan kue mewah yang digantung di dahannya dengan pita dan rantai kertas. Saat itu, Victoria sangat populer di kalangan rakyatnya, dan apa yang dilakukan di istana segera menjadi mode, tak hanya bagi rakyat Inggris dan Eropa tetapi juga masyarakat di Amerika.

Amerika yang sebelumnya menganggap aneh dan pagan pohon Natal yang dibawa bangsa Jerman, kemudian mulai menerima dan menjadikannya mode tiap Natal. Pada tahun 1890-an, ornamen Natal berdatangan dari Jerman dan popularitas pohon Natal meningkat pesat.

Pada tahun 1931, sebuah pohon sederhana ditempatkan di tengah-tengah Rockefeller Center, Manhattan, New York. Segera setelah itu, ini menjadi tradisi yang mirip dengan pohon Gedung Putih untuk menandai dimulainya musim liburan di Kota New York.

6 dari 6 halaman

Pohon Natal di Indonesia

Tradisi pohon Natal di Indonesia dibawa oleh bangsa Belanda pada abad ke-19. Dikutip dari Historia, hadirnya pohon Natal sebagai pelengkap hari raya Natal di Nusantara sudah eksis sejak abad ke-19.

Pohon Natal umumnya dipasang oleh para pejabat pemerintah Hindia Belanda. Pohon Natal juga dihadirkan di tempat-tempat tertentu seperti panti, yayasan, dan rumah sakit.