Sukses

Agar Tetap Bisa Sekolah, Kisah Bocah Jual Daun Kering Rp 400 Per Kg Ini Bikin Haru

Bocah laki-laki ini jual daun kering agar tetap bisa bersekolah.

Liputan6.com, Jakarta Sekolah dan belajar merupakan kebutuhan yang penting bagi setiap anak. Menimba ilmu di sekolah menjadi kewajiban sekaligus tugas utama bagi generasi muda penerus bangsa.

Namun realitanya di kehidupan sosial, tak sedikit pula anak-anak yang harus bersusah payah untuk bisa sekolah. Sebagian dari mereka terpaksa harus memikirkan biaya sekolahnya lantaran dilanda kemiskinan.

Seperti yaang dirasakan oleh bocah satu ini. Bocah laki-laki ini berjuang menjadi seorang penjual daun kering. Itu semua terpaksa dilakukan agar dirinya tetap bisa sekolah. Begitu pilu, harga setiap daun kering yang dijualnya bahkan tidak mencapai seribu rupiah.

Daun yang terkumpul untuk dijual hanya dihargai Rp 400 per kilogramnya. Meskipun demikian, ia tetap semangat melakukannya demi tetap menyambung sekolah. Kisahnya pun membuat haru.

2 dari 3 halaman

Jual Daun Jati Kering Rp 400 per Kilogram

Melansir dari Merdeka oleh Liputan6.com, Selasa (16/3/2021) bocah laki-laki bernama Ponidi ini harus berjuang sendiri mencari biaya agar tetap bisa bersekolah. Ia berjualan daun jati kering bersama ibunya.

Ponadi akan langsung bekerja mengumpulkan daun jati kering setiap kali ia selesai belajar. Selain untuk biaya sekolah, penghasilan dari jual daun kering tersebut juga disisihkan untuk kebutuhan makan sehari-hari.

Seperti dijelaskan dalam akun Instagram @rumahyatim, daun yang sudah berhasil didapatkan hingga berkilo-kilo dijual dengan harga amat murah. Setiap kilogramnya, daun jati kering yang dikumpulkan itu hanya dijual Rp 400 saja, bahkan tidak mencapai seribu.

3 dari 3 halaman

Cari Pinjaman

Menyadari dengan kerja mengumpulkan daun kering tak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, ibu Ponidi juga mencari pinjaman. Ibunya selalu banting tulang bahkan sering kebingungan kesana kemari mencari pinjaman uang agar Ponidi tetap bisa sekolah. 

Berjuang berdua agar tetap bisa memenuhi kebutuhan, sang ayah rupanya sudah meninggal. Ayahnya yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga telah meninggal sejak Ponidi berusia 10 tahun. Kini Ponidi dan sang ibu yang terus berjuang demi kehidupan mereka.