Sukses

Gangguan Makan pada Remaja Meningkat Selama Pandemi, Ketahui Faktornya

Gangguan makan meningkat 30 persen pada remaja.

Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi di Amerika Serikat melaporkan gangguan makan di kalangan remaja, terutama perempuan, meningkat selama pandemi COVID-19. Studi ini dirilis oleh Epic Health Research Network pada 29 April 2021 lalu.

Studi tersebut melaporkan diagnosis gangguan makan meningkat 30 persen secara keseluruhan untuk orang berusia 12 hingga 18 tahun dibandingkan dengan prediksi berdasarkan tren pra-pandemi.

Melansir AP, analisis data rekam medis elektronik dari sekitar 80 rumah sakit AS menemukan peningkatan 30% mulai setelah Maret 2020, dibandingkan dengan data dari dua tahun sebelumnya. Ada 1.718 penerimaan untuk anak perempuan berusia 12 sampai 18 sampai Februari, tetapi tidak ada peningkatan di antara anak laki-laki.

“Pandemi COVID telah menghadirkan tantangan psikologis yang sangat, sangat signifikan kepada masyarakat dan khususnya remaja. Ini telah menjadi peristiwa besar yang telah mengganggu kehidupan banyak orang dalam banyak hal dan mungkin perlu berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum kami melihat semua dampak yang sebenarnya, ”kata Dr. Dave Little, seorang dokter keluarga dan peneliti di Epic yang memimpin analisis.

2 dari 3 halaman

Faktor penyebab

Melansir dari Healthline, menurut Little, remaja mulai memahami kerentanan mereka sebagai manusia dan mereka melihat penderitaan di sekitar mereka. Ini membuat mereka mengalami stres sosial dan pada akhirnya menyebabkan gangguan makan.

Faktor penyebab meningkatnya gangguan makan selama pandemi juga terkait dengan tidak adanya sekolah dan interaksi teman secara tatap muka langsung. Misalnya, di sekolah, anak hanya bisa makan saat istirahat makan siang. Sementara selama pandemi, anak memiliki akses ke makanan sepanjang hari, sepanjang waktu, sehat atau tidak.

3 dari 3 halaman

Gangguan makan terus meningkat selama pandemi

Menurut AP, pandemi menciptakan kondisi berbahaya pada gangguan makan. Pandemi menyebabkan lonjakan kasus baru dan kambuh terhadap gangguan makan.

“Kami benar-benar melihat peningkatan besar-besaran,” kata Jennifer Wildes, seorang profesor psikiatri dan direktur program gangguan makan rawat jalan di University of Chicago Medicine.

Beberapa pasien menunggu empat hingga lima bulan untuk mendapatkan perawatan seperti psikoterapi dan terkadang pengobatan. Penantian biasanya hanya berlangsung beberapa minggu sebelum pandemi, kata Wildes. Programnya merawat sekitar 100 pasien, hampir dua kali lipat sejak sebelum pandemi, katanya.

Sementara itu, Program Emily, program pengobatan gangguan makan yang berafiliasi dengan Universitas Minnesota, mengalami hal yang sama. Panggilan harian dari orang-orang yang mencari pengobatan meningkat dua kali lipat, dari sekitar 60 pada 2019 menjadi 130 sejak pandemi dimulai, kata ahli diet Jillian Lampert, kepala strategi program.

Beberapa pasien mengatakan "hidup saya terasa di luar kendali" karena pandemi dan mereka menggunakan binge eating sebagai mekanisme koping, kata Lampert. Sementara beberapa lainnya membatasi makan mereka sampai ke titik anoreksia.