Sukses

UNICEF: 80 Juta Anak di Indonesia Terdampak Pandemi COVID-19

Anak termasuk kelompok yang paling terdampak pandemi.

Liputan6.com, Jakarta Setahun pandemi COVID-19 memberi dampak luas bagi masyarakat, tak terkecuali anak-anak. Data UNICEF menyebutkan 80 juta anak dan remaja di Indonesia menghadapi dampak luas terkait pandemi COVID-19.

Masalah yang tengah dihadapi anak Indonesia kala pandemi meliputi pembelajaran, kesehatan, gizi, dan ketahanan ekonomi. Hal ini dipaparkan UNICEF dalam laporan berjudul Menuju respons dan pemulihan COVID-19 yang berfokus pada anak: Seruan aksi, pada Agustus 2021.

“Sudah setahun lebih kita berada di tengah pandemi, dan anak serta remaja di seluruh Indonesia tengah menghadapi situasi normal baru yang menantang,” ujar UNICEF Representative Debora Comini dalam keterangan resminya, Jumat (20/8/2021).

Tantangan yang dihadapi anak dan remaja saat ini tak boleh diabaikan begitu saja. Dibutuhkan upaya penanggulangan dan pemulihan dari COVID-19 yang lebih berfokus pada anak.

2 dari 9 halaman

Kasus COVID-19 pada anak di Indonesia

Data yang dihimpun UNICEF mengungkapkan, pada Mei 2021, hampir 1,7 juta kasus dan 46.496 kematian telah dilaporkan. Sebanyak 12,4 persen dari kasus terkonfirmasi dan 1,3 persen dari kasus kematian adalah anak-anak.

Pada Juni 2021, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan bahwa kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia termasuk paling tinggi di dunia. Kesimpulan ini berdasarkan data case fatality atau tingkat kematian pada anak akibat virus SARS-CoV-2 itu.

"Data IDAI menunjukkan case fatality ratenya itu adalah 3 sampai 5 persen. Jadi kita ini kematian yang paling banyak di dunia," papar Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan, Senin (21/6/2021).

Aman menjelaskan, dari total kasus positif Covid-19 nasional saat ini, 12,5 persen dikontribusikan anak usia 0 hingga 18 tahun. Ini menunjukkan, satu dari delapan kasus positif Covid-19 di Indonesia merupakan anak.

Data Eijkman juga menunjukkan, anak-anak membentuk hampir sepertiga populasi Indonesia. Lebih dari 200 anak di bawah 18 tahun di negara ini dilaporkan meninggal karena COVID-19 pada pertengahan Oktober 2020, dengan lebih dari 10% kematian pada anak balita.

3 dari 9 halaman

Dampak ekonomi dan meningkatnya kemiskinan

Dalam laporan UNICEF tersebut, tiga dari empat rumah tangga di Indonesia mengalami penurunan pendapatan selama pandemi, dengan rumah tangga perkotaan mengalami dampak yang lebih signifikan.

Jumlah anak dan remaja yang jatuh ke dalam kemiskinan akibat pandemi COVID-19 lebih besar daripada kelompok usia lain. Sekitar 33 persen dari penduduk Indonesia adalah anak berusia di bawah 18 tahun, DAN kelompok usia tersebut merupakan 40 persen dari penduduk yang jatuh miskin pada tahun 2020.

Banyak rumah tangga berpenghasilan menengah jatuh ke dalam kemiskinan atau kerentanan. Anak dan remaja menjadi kelompok yang terpukul sangat keras akibat menurunnya kualitas ekonomi keluarga.

Hampir 25 persen rumah tangga mengalami kenaikan biaya hidup sehingga mendorong mereka untuk mengurangi konsumsi makanan dan pengeluaran pendidikan. Ini membuat dampak COVID-19 pada anak dan remaja meluas ke pendidikan dan pemenuhan gizi.

"Upaya penyesuaian ini berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, dan pendidikan anak." papar UNICEF dalam laporannya.

4 dari 9 halaman

Dampak pembelajaran dan pendidikan

Pembelajaran jarak jauh mulai diterapkan sejak Maret 2020. Hingga saat ini, keputusan membuka kembali pelajaran tatap muka masih terus dipertimbangkan. Namun, setahun berlau menjadikan COVID-19 penyebab gangguan luar biasa terhadap pembelajaran di Indonesia.

Dari data UNICEF ditemukan, 70 persen orang tua menyatakan kekhawatiran tentang hilangnya pembelajaran selama pandemi. Selama pandemi, guru, siswa, dan orang tua menghadapi banyak tantangan dalam pembelajaran jarak jauh.

Dalam jajak pendapat U-Report yang dilakukan pada 2020, 38 persen remaja menyatakan bahwa tantangan utama yang mereka hadapi dalam pembelajaran jarak jauh adalah kurangnya bimbingan guru. Sementara 31 persen tantangan lain adalah kebosanan.

Penutupan sekolah juga meningkatkan risiko putus sekolah. Ini pada akhirnya meningkatkan risiko praktik berbahaya pada anak dan remaja. Data menunjukkan 3,45 persen rumah tangga memiliki setidaknya satu anak putus sekolah. Sejumlah rumah tangga lain mengisyaratkan akan menghentikan pendidikan anaknya untuk sementara, sedangkan satu dari lima rumah tangga tidak ingin melanjutkannya.

Data ini juga didukung oleh laporan Jumeri, S.TP., M.Si, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah terkait Kebijakan Pendidikan untuk Anak dan Remaja di Masa Pandemi COVID-19 pada Postgraduate Symposium 2021 di FKKMK UGM, Sabtu(24/07/2021).

"kalau orang mengatakan bahwa PJJ itu online, di Indonesia yang online baru 30 persen, jadi 70 persen anak di Indonesia itu tidak bisa online." jelas Jumeri.

Jumeri memaparkan, dalam pembelajaran selama pandemi, sebagian besar guru mengirim buku ke rumah atau siswa mengambil buku ke sekolah. Jika memang berlangsung pembelajaran online, tida ada interaksi antara guru dan siswa.

Akibatnya, muncul dampak sosial negatif berkepanjangan seperti putus sekolah, penurunan capaian belajar, dan kekerasan pada anak.

5 dari 9 halaman

Dampak kesehatan

Pandemi juga memberi dampak besar bagi layanan kesehatan ibu dan anak. Banyak anggaran dan tenaga kesehatan terfokus pada respons COVID-19. Meski kasus COVID-19 pada anak terbilang rendah, menurunnya layanan kesehatan ibu dan anak bisa berdampak pada pertumbuhan. Pembatasan perjalanan dan ketakutan akan infeksi COVID-19 menjadi penghalang dalam pemberian layanan kesehatan.

Gangguan pada layanan kesehatan anak, imunisasi, pemantauan perkembangan anak, program keluarga berencana, dan layanan perawatan antenatal menjadi masalah kesehatan utama bagi anak dan perempuan. Jumlah rumah tangga yang mengakses layanan kesehatan ibu dan anak menurun sebanyak 7 persen pada 2020.

Cakupan imunisasi rutin juga mengalami penurunan. Survey yang dilakukan Kemenkes dan UNICEF oada 2020 menemukan adanya penurunan cakupan imunisasi di semua jenis penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, termasuk polio, campak, dan rubella.

6 dari 9 halaman

Dampak kesehatan mental

Hampir separuh dari seluruh rumah tangga telah melaporkan bahwa mereka menghadapi tantangan terkait perilaku anak. Beberapa keluarga menyebutkan bahwa anak mereka menjadi sulit berkonsentrasi (45 persen), semakin pemarah (13 persen), dan sulit tidur (6,5 persen).

Anak juga menunjukkan tanda-tanda stres; kekhawatiran akan tertinggal dalam pembelajaran mereka, kecemasan untuk kembali ke sekolah dan tantangan lain yang terkait dengan pembelajaran jarak jauh. Orang tua dan pengasuh melaporkan tingkat stres dan depresi yang semakin tinggi, sehingga pengasuhan anak di rumah makin berisiko.

7 dari 9 halaman

Dampak pemenuhan gizi

Kajian cepat tentang pelayanan gizi pada September–Oktober 2020 menemukan bahwa lebih dari tiga perempat dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota mengalihkan anggaran pelayanan gizinya untuk mendukung respons COVID-19.

Dampak pandemi terhadap pendapatan rumah tangga dan harga pangan juga meningkatkan risiko kerawanan pangan dan wasting. Wasting adalah kondisi ketika berat badan anak menurun, sangat kurang, atau bahkan berada di bawah rentang normal. Pandemi membuat keluarga kesulitan mengakses makanan bergizi.

Perubahan pola makan dan olahraga juga dirasakan oleh remaja. Survei U-Report UNICEF di kalangan remaja di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar sepertiga remaja memiliki menu makan yang kurang beragam karena kekurangan uang dan kenaikan harga pangan. Separuh responden mengurangi latihan fisik sementara seperlima saja yang meningkatkan aktivitas olahraga.

8 dari 9 halaman

Akses air bersih, sanitasi, dan kebersihan

Akses dan kepatuhan penggunaan air bersih, sanitasi, dan praktik kebersihan dasar di area dengan risiko penularan COVID-19 yang tinggi, seperti sekolah dan fasilitas kesehatan, terbatas. Banyak sekolah dan fasilitas kesehatan kesulitan untuk mendapatkan layanan air bersih, sanitasi, dan kebersihan sejak sebelum pandemi.

Sangat minimnya investasi publik untuk sanitasi masih menjadi tantangan. Anak dari kelompok rentan sangat berisiko tertular COVID-19 karena kurangnya akses ke fasilitas air bersih, sanitasi, dan kebersihan.

COVID-19 juga menyebabkan penurunan permintaan layanan sanitasi secara signifikan. Kekhawatiran masyarakat akan penularan COVID-19 membuat permintaan layanan pembuangan limbah rumah tangga menurun.

9 dari 9 halaman

Upaya penanggulangan

Sejauh ini, upaya penanggulangan yang dilakukan pemerintah telah berperan penting dalam memitigasi dampak pandemi terhadap keluarga dan anak.

“Melihat angka kemiskinan meningkat, mayoritas sekolah masih ditutup, dan banyak layanan esensial belum tersedia kembali, kita harus memprioritaskan investasi yang berorientasi kepada kebutuhan anak dan yang mengedepankan pemulihan yang inklusif serta upaya mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk mengantisipasi krisis lain di masa mendatang.” papar UNICEF Representative Debora Comini.

UNICEF memberi seruan upaya penanggulangan dan pemulihan dari COVID-19 yang lebih berfokus terhadap anak. Upaya ini meliputi:

- Memperluas cakupan dan manfaat program perlindungan sosial yang berfokus kepada anak, agar program dapat diakses oleh seluruh keluarga Indonesia pada masa krisis.

- Membuka kembali sekolah segera setelah dimungkinkan sambil tetap menerapkan protokol kesehatan, meningkatkan cakupan dan mutu pembelajaran jarak jauh, dan memprioritaskan akses internet yang universal. Tingkat ketertinggalan pembelajaran juga perlu dikaji sebagai dasar penyusunan program dan kampanye untuk mengatasinya.

- Melanjutkan layanan kesehatan esensial, termasuk kampanye imunisasi susulan, dan melanjutkan vaksinasi untuk masyarakat.

- Melakukan langkah-langkah perlindungan untuk mendeteksi, mencegah, dan menangani kekerasan terhadap anak dan kelompok rentan lainnya; menyediakan dukungan kesehatan mental dan psikososial untuk semua anak dan pengasuh.

- Menguatkan sistem adaptif untuk menyediakan dan memantau layanan gizi demi mencegah hambatan layanan pada masa krisis.

- Mempercepat investasi untuk sarana sanitasi dan cuci tangan dan menguatkan kapasitas untuk mempromosikan praktik cuci tangan yang baik di tingkat masyarakat, rumah tangga, sekolah, dan fasilitas kesehatan.