Liputan6.com, Jakarta Diagnosa adalah istilah yang merujuk pada pemeriksaan terhadap suatu hal. Biasanya, istilah ini kerap terdengar di rumah sakit atau saat pemeriksaan kesehatan. Diagnosa atau diagnosis digunakan dalam berbagai bidang, seperti medis, ilmu pengetahuan, teknik, bisnis, dan lain-lain.
Baca Juga
Diagnosis memang sering kali digunakan dalam dunia medis. Dalam hal ini, diagnosis medis memiliki makna penentuan kondisi kesehatan seseorang sebagai dasar pengambilan keputusan medis. Diagnosis medis dilakukan untuk mengenali gejala suatu kondisi dan perbedaanya dengan penyakit lain.
Advertisement
Diagnosa adalah identifikasi mengenai sesuatu. Istilah ini tidak hanya digunakan dalam dunia medis, namun juga sering kali dipakai dalam ilmu pengetahuan lainnya. Penggunaan istilah diagnosa dalam sosiologi memiliki makna pemeriksaan terhadap suatu hal.
Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (29/11/2021) tentang diagnosa adalah.
Diagnosa adalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diagnosa adalah bentuk tidak baku dari diagnosis. Diagnosis atau diagnosa adalah penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. Sementara itu, dalam sosiologi, diagnosis atau diagnosa adalah pemeriksaan terhadap suatu hal. Jadi, singkatnya diagnosis atau diagnosa adalah identifikasi mengenai sesuatu.
Diagnosis Medis
Diagnosis atau diagnosa adalah istilah yang sangat erat kaitannya dengan dunia medis. Diagnosis medis (disingkat Dx atau DS) adalah penentuan kondisi kesehatan yang sedang dialami oleh seseorang sebagai dasar pengambilan keputusan medis untuk prognosis dan pengobatan. Diagnosis atau diagnosa adalah tindakan yang dilakukan untuk menjelaskan gejala dan tanda klinis yang dialami oleh seorang pasien, serta membedakannya dengan kondisi lain yang serupa.
Penegakan diagnosis diawali dengan mengumpulkan informasi melalui anamnesis atau pemeriksaan riwayat kesehatan yang dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik terhadap pasien. Pemeriksaan lanjutan seperti pencitraan diagnostik dengan sinar-x, ultrasonografi, atau pengujian laboratorium seperti pemeriksaan darah dan urin kerap kali juga diperlukan selama proses diagnosis.
Diagnosis atau diagnosa adalah pemeriksaan medis yang memiliki jenis-jenis tertentu. Beberapa istilah dan jenis diagnosis di antaranya:
- Diagnosis klinis. Diagnosis yang dibuat berdasarkan pengamatan terhadap tanda klinis dan pengumpulan informasi gejala klinis dari pasien, tanpa pengujian diagnostik.
- Diagnosis laboratorium. Diagnosis yang dibuat berdasarkan hasil pengujian laboratorium, tanpa pemeriksaan fisik.
- Diagnosis tentatif. Diagnosis awal yang dibuat sementara dan masih dapat berubah berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut.
- Diagnosis banding. Proses identifikasi semua kemungkinan diagnosis yang mungkin yang dapat dihubungkan dengan tanda, gejala, dan temuan laboratorium, sampai membuat diagnosis akhir.
- Self-diagnosis. Diagnosis yang dibuat terhadap diri sendiri.
Advertisement
Self-Diagnosis
Dewasa ini, kamu mungkin sering kali mendengarkan istilah self-diagnose atau self-diagnosis. Self-diagnosis adalah upaya untuk mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang didapat secara mandiri. Self-diagnose atau mendiagnosa kesehatan diri sendiri adalah tindakan mencari penyebab keluhan tubuh di internet atau sumber lain kemudian menyimpulkan suatu penyakit tanpa periksa ke ahli.
Misalnya, ketika merasa pusing dan tidak enak badan, seseorang berani melakukan self-diagnose padahal dia hanya sebatas mencari tahu gejala serupa di internet. Ada banyak penyakit yang memiliki gejala tersebut, tapi orang itu meyakini bahwa penyakit yang dia derita adalah kanker tanpa verifikasi ke dokter.
Self-diagnose adalah tindakan yang dapat berpengaruh buruk pada kesehatan mental.
Self-diagnosis pada Kesehatan Mental
"Banyak orang yang mencari tahu gejala kesehatan mental di internet, lalu percaya mentah-mentah bahwa mereka sedang mengalaminya. Padahal, apa yang ada di internet belum tentu sesuai dengan mereka," ujar konselor dari Riliv, Prita Yulia Maharani dikutip dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat, 3 September 2021.
Hal ini tentunya dapat mengakibatkan beberapa dampak negatif bagi orang yang self-diagnose tersebut. Self-diagnose terkait kesehatan mental memiliki bahaya yang tidak disadari seperti bisa membuat panik.
“Manusia memiliki naluri untuk cenderung memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa menimpanya. Itulah mengapa lebih mudah untuk mengasumsikan hal-hal buruk ketika melakukan self-diagnose.”
Pada akhirnya, self-diagnose hanya akan membuat pasien mengalami kepanikan yang tidak seharusnya terjadi. Jika pasien lebih memilih berkonsultasi ke psikolog, maka pasien tidak akan merasa panik.
Padahal, ketika seseorang melakukan self-diagnose, gejala penyakit atau gangguan kesehatan mental yang ditemukan dan diyakini belum tentu benar atau sesuai dengan kondisi yang dialami. Saat melakukan self-diagnose, seseorang jadi tidak tahu sebenarnya penyakit atau gangguan kesehatan mental apa yang sedang dialaminya. Hal ini bisa menjadi masalah karena kamu tidak bisa mendapatkan penanganan yang tepat.
Self-Diagnose Memperparah Kondisi Kesehatan Mental
Risiko self-diagnose lainnya adalah justru dapat memperparah kondisi kesehatan mental. Ini bisa terjadi karena terlalu panik dan stres. Keadaan panik malah membuat orang tidak mengobati masalah kesehatan mentalnya atau bahkan mendapatkan pengobatan yang salah.
Setiap masalah kesehatan mental memiliki penanganan tersendiri. Ada yang bisa diatasi dengan terapi, ada pula yang membutuhkan obat-obatan tertentu, lanjut Prita. Kelemahan dari self-diagnose adalah seseorang tidak akan benar-benar tahu penanganan yang tepat untuk masalah kesehatan mentalnya. Bisa jadi orang tersebut salah langkah dengan menggunakan produk yang memiliki efek samping negatif.
Enggan Berkonsultasi dengan Pakar
Setelah mencari tahu tentang masalah kesehatan mental di internet, seseorang jadi merasa tidak perlu lagi untuk berkonsultasi ke psikolog. Sebab, orang tersebut berpikir bahwa ia bisa tahu gejala yang dialami tanpa bantuan ahli.
“Jika terlalu sering dilakukan, self-diagnose bisa memunculkan trust issue kepada psikolog dan psikiater. Hal ini dapat terjadi karena kamu sudah terlalu percaya diagnosis yang kamu dapat dari internet. Kamu jadi cenderung mempercayai internet, bukan para ahli.”
Padahal, berkonsultasi dengan ahli bisa membantu menemukan langkah selanjutnya. Mulai dari tingkat keparahan hingga konfirmasi terkait kondisi yang dialami.
Advertisement