Sukses

Ilmuwan Inggris Ungkap Obat Sotrovimab Efektif Lawan Varian Omicron

Produsen obat Inggris Glaxo Smith Kline (GSK) mengatakan Sotrovimab yang dikembangkan olehnya bersama AS Vir (VIR.O) efektif untuk melawan varian Omicron.

Liputan6.com, Jakarta Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap varian baru COVID-19, Omicron yang berhasil dideteksi pertama kali di Afrika Selatan sudah menyebar setidaknya ke 24 negara di seluruh dunia.

Pada Kamis, 2 Januari 2021 lalu, melansir Reuters, produsen obat Inggris Glaxo Smith Kline (GSK) mengatakan Sotrovimab yang dikembangkan olehnya bersama AS Vir (VIR.O) efektif untuk melawan varian Omicron.

Obat Sotrovimab diberikan melalui infus ke pembuluh darah, mengikat virus untuk menghentikannya memasuki sel tubuh. Dalam artikel yang diterbitkan BBC pada 2 Januari 2021, uji klinis pada dosis tunggal bisa mengurangi risiko rawat inap dan kematian sebesar 79 persen pada orang dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi.

Kepala Eksekutif Vir George Scangos mengungkap efektivitas obat Sotrovimab untuk melawan varian Omicron ini bisa diandalkan karena memang sengaja dirancang dengan mempertimbangkan virus Corona COVID-19 yang bermutasi.

Hal yang sama dikonfirmasi oleh regulator obat Inggris (MHRA) pada 2 Januari 2021, obat Sotrovimab diizinkan untuk mengobati infeksi COVID-19 bergejala ringan, sedang, dan yang berisiko tinggi menjadi parah.

Berikut Liputan6.com ulas lebih dalam tentang obat Sotrovimab untuk melawan varian Omicron dari berbagai sumber, Jumat (3/12/2021).

2 dari 4 halaman

Uji Klinis Obat Sotrovimab Melawan Varian Omicron

Obat Sotrovimab adalah obat kedua dari jenis pengobatan antibodi monoklonal yang secara resmi sudah disetujui oleh regulator obat Inggris.

Analisis laboratorium dan penelitian telah dilakukan kepada hamster dengan virus Omicron yang sudah rekayasa secara biologis. Hasil penelitian para ilmuwan Inggris menunjukkan antibodi atau obat Sotrovimab efektif bekerja melawan varian Omicron.

"Adanya varian baru, mutasi yang kami uji sejauh ini tidak berpengaruh signifikan terhadap Sotrovimab," kata Herbert Virgin, Chief Scientific Officer Vir kepada Reuters.

Obat Sotrovimab diberikan melalui infus ke pembuluh darah, mengikat virus untuk menghentikannya memasuki sel tubuh. Dalam artikel yang diterbitkan BBC pada 2 Januari 2021, uji klinis pada dosis tunggal bisa mengurangi risiko rawat inap dan kematian sebesar 79 persen pada orang dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi.

Badan Pengatur Produk Obat-obatan dan Kesehatan (MHRA) merekomendasikan obat Sotrovimab digunakan dalam waktu lima hari setelah seseorang mengalami gejala COVID-19 dan mutasinya.

Para peneliti mengungkap obat Sotrovimab menargetkan bagian dari protein yang belum mengalami mutasi besar, dan pemeriksaan lebih lanjut dikatakan masih perlu dilakukan.

3 dari 4 halaman

Obat Sotrovimab Tidak Mencegah Kematian

Sotrovimab merupakan obat COVID-19 yang efektivitasnya belum diketahui secara pasti untuk pasien infeksi parah. Melansir dari Food Drug Administration (FDA), Sotrovimab belum menunjukkan manfaat dan efektivitasnya pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dan membutuhkan oksigen atau ventilator.

Keberadaan obat Sotrovimab hanya untuk mencegah terjadinya pemburukan kondisi pada pasien COVID-19. Pemberiannya pun diberikan pada tahap awal, bukan pada pasien derajat berat atau kritis.

Dokter spesialis paru sekaligus Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto pada 21 Juli 2021 lalu, melansir CNN, mengatakan pemberian Sotrovimab bukan ditujukan untuk mencegah kematian pada pasien Covid-19.

"Sotrovimab diberikan pada fase awal infeksi Covid-19 untuk mencegah perburukan," kata Agus.

Sampai saat ini, WHO dan FDA masih belum mengeluarkan obat untuk pengobatan COVID-19 dan berbagai jenis mutasinya seperti varian Omicron. Obat yang diberikan kepada pasien COVID-19 hanya ditujukan untuk mencegah adanya risiko pemburukan atau berisiko tinggi menjadi parah, bukan untuk membunuh virus.

4 dari 4 halaman

Gejala Varian Omicron

WHO telah resmi menjadikan varian Omicron sebagai Variant of Concern (VoC). Varian baru Omicron pertama kali terdeteksi di provinsi Gauteng, Afrika Selatan. Provinsi itu adalah lokasi dari Johannesberg, kota terbesar di Afrika Selatan, melansir Nature.

Praktisi swasta dan ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan, Dr Angelique Coetzee, melansir Reuters mengungkap pada 18 November 2021, ada tujuh pasien terinfeksi varian baru COVID-19, virus Omicron dengan gejala sangat ringan. Varian Omicron disebut rentan menginfeksi anak muda yang belum mendapat vaksinasi COVID-19.

"Keluhan klinis yang paling dominan adalah kelelahan yang parah selama satu atau dua hari. Dengan mereka, sakit kepala dan tubuh pegal-pegal," ungkap Coetzee.

Berikut gejala varian Omicron awal yang diungkap Coetzee:

1. Merasa Sangat Lelah

Gejala varian Omicron yang sedang menjadi perhatian masyarakat di seluruh dunia, khususnya Indonesia sangat berbeda dengan varian Delta. Dijuluki memiliki gejala sangat ringan, penderita yang terinfeksi varian Omicron akan merasakan kelelahan ekstrem atau sangat lelah.

2. Nyeri Tubuh dan Sakit Kepala

Penelitian mengenai gejala varian Omicron ini diungkap oleh Coetzee yang mendapati seorang pasien melaporkan infeksi di Kliniknya. Gejala varian Omicron yang menjadi ciri khas adalah penderita akan merasakan kelelahan ekstrem selama 2 hari berturut-turut disertai rasa nyeri di tubuh dan sakit kepala.

3. Tidak Kehilangan Indra Penciuman

Persis seperti yang dijelaskan sebelumnya, berbeda dengan varian Delta. Gejala varian Omicron sejauh ini bagi pasien yang terinfeksi tidak kehilangan indra penciuman atau rasa. Begitu pula gejala varian Omicron masih terpantau, tidak ada penurunan besar pada saturasi oksigen.

Inilah yang menjadikan gejala varian Omicron dijuluki sangat ringan, beberapa pasien terinfeksi mungkin tak menyadarinya. Komite Penasihat Menteri untuk Vaksin, Coetzee dalam kesempatan sama mengungkap belum ada pasien yang melaporkan kasus infeksi dengan kehilangan indra penciuman.

4. Suhu dan Denyut Nadi Tinggi

Ada satu gejala varian Omicron yang cukup mengejutkan dan ini terjadi pada anak-anak. Pada kasus infeksi yang sudah terjadi, Coetzee menceritakan anak usia enam tahun mengalami suhu tubuh dan denyut nadi yang sangat tinggi.

“Saya bingung apakah saya harus merujuknya, tapi ketika saya memantaunya dua hari kemudian dia jauh lebih baik," jelas Coetzee.

5. Menyerang Anak Muda

Waspadai bagi anak muda yang belum divaksin, dari kebanyakan kasus infeksi dan pasien bergejala varian Omicron hampir setengahnya dilaporkan belum mendapat vaksinasi COVID-19. Masih melansir sumber yang sama, varian baru Omicron sangat berisiko bagi usia 40 tahun atau lebih muda.