Liputan6.com, Jakarta Thaharah adalah istilah yang perlu dipahami oleh setiap umat Islam. Istilah ini merujuk pada bagian dari prosesi ibadah seorang muslim yang bermakna menyucikan diri. Menyucikan diri dalam hal ini mencakup secara lahir atau batin.
Baca Juga
Advertisement
Apalagi, bersuci hukumnya wajib bagi umat Islam yang akan melaksanakan salat. Oleh karena itu, perlu bagi seorang muslim untuk memahami perkara-perkara perihal bersuci dari hadas dan najis. Pasalnya, kedudukan bersuci termasuk amalan yang penting.
Thaharah adalah istilah yang memiliki makna bersuci dalam bahasa Indonesia. Bersuci tentunya sangat penting untuk umat Islam, karena merupakan salah satu syarat sah salat. Seorang yang akan melaksanakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (15/12/2021) tentang thaharah.
Thaharah adalah
Thaharah adalah istilah bahasa Arab yang berarti bersuci. Thaharah adalah suci dan bersih, baik dari kotoran lahir maupun kotoran batin, yang berupa sifat dan perbuatan tercela. Secara bahasa, thaharah adalah membersihkan kotoran, baik kotoran yang berwujud maupun yang tak berwujud.
Sementara itu, secara istilah thaharah adalah menghilangkan hadas, najis, dan kotoran (dari tubuh, yang menyebabkan tidak sahnya ibadah lainnya) menggunakan air atau tanah yang bersih. Sedangkan menurut hukum syara’, thaharah adalah suci dari hadas dan najis. Mengutip Muhammadiyah, secara istilah fiqh, thaharah adalah mensucikan diri dari najis dan hadas yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air atau tanah, atau batu.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, thaharah adalah penyucian diri yang tidak terbatas pada badan saja, tetapi juga termasuk pakaian dan tempat. Kedudukan thaharah atau bersuci dalam hukum Islam termasuk ilmu dan amalan yang penting. Hal ini disebabkan karena di antara syarat-syarat salat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Kamu bisa merujuk pada Firman Allah SWT berikut ini:
"... dan Allah menurunkan air atas kamu sekalian dari langit agar kalian menyucikan diri dengannya... (QS Al-Anfaal [8]:11)"
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah [2]:222).”
Advertisement
Hukum dan Jenis Thaharah
Mengutip dari Muhammadiyah, hukum bersuci atau thaharah adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan melaksanakan salat. Hal ini terdapat pada QS. Al-Ma’idah/5: 6 dan hadis Nabi Muhammad SAW, yang artinya:
“Kunci saalat itu adalah bersuci …”
(HR al-Tirmidzi, Ibn Mâjah, Ahmad, al-Dârimi, dari ‘Ali bin Abi Thâlib ra.)
Alat yang digunakan untuk thaharah atau bersuci terdiri dari air, debu dan batu, atau benda padat lainnya seperti daun, tisu yang bukan berasal dari najis/kotoran. Benda padat tersebut digunakan khususnya ketika tidak ada air. Namun jika ada air yang bisa digunakan untuk thaharah atau bersuci, maka disunahkan untuk lebih dahulu menggunakan air.
Jenis Thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua, yaitu thaharah secara batiniyah dan lahiriyah. Kedua jenis thaharah tersebut termasuk di antara cabang keimanan.
- Thaharah bathiniyah, ialah menyucikan diri dari kotoran kesyirikan dan kemaksiatan dari diri dengan cara menegakkan tauhid dan beramal saleh.
- Thaharah lahiriyah, ialah menyucikan diri menghilangkan hadas dan najis.
Jenis Air untuk Thaharah atau Bersuci
Air yang dapat digunakan untuk bersuci haruslah air yang bersih, suci lagi menyucikan. Air tersebut bisa berasal dari langit (air hujan) maupun berasal dari bumi (air tanah dan air laut) yang masih murni dan belum pernah digunakan (bukan bekas pakai).
Jika ditelaah dari jenis-jenisnya, air yang bersih, suci, lagi menyucikan ada 7 jenis, yaitu, air hujan, air laut, air (yang berasal dari lelehan) salju, air embun, air sumur (mata air), air telaga, dan air sungai.
Sementara itu selain jenis-jenis air, menurut hukum Islam air itu sendiri dibagi menjadi empat golongan, yaitu:
- Air Muthlaq. Air ini dapat pula disebut sebagai air murni, karena hukumnya suci dan menyucikan, dan tidak makruh untuk digunakan bersuci.
- Air Musyammas. Air ini adalah air yang dipanaskan dengan sinar matahari di tempat (wadah) yang tidak terbuat dari emas. Hukum air ini adalah suci lagi menyucikan, namun hukumnya makruh untuk digunakan bersuci.
- Air Musta'mal. Air ini adalah air bekas menyucikan hadas dan najis. Walaupun air ini tidak berubah rasanya, warnanya, serta baunya, bahkan sebenarnya air ini masih bersih dan suci, tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci.
- Air Mustanajjis. Air ini adalah air yang sudah terkena atau tercampur dengan najis, sedangkan volumenya kurang dari dua qullah (sekitar 216 liter). Hukum bersuci menggunakan air ini adalah tidak boleh sama sekali, karena tidak suci dan tidak menyucikan. Namun apabila volumennya lebih dari dua qullah dan tidak mengubah sifat airnya (bau, rasa, dan warna), maka air itu boleh digunakan untuk bersuci.
- Air yang bercampur dengan barang yang suci. Air ini adalah air muthlaq pada awalnya, kemudian air ini tercampur (kemasukkan sesuatu) dengan barang yang sebenarnya tidak najis, misalkan sabun tau bahan makanan. Air seperti ini hukumnya tetap suci, namun jika sifat air sudah berubah sifat, rasa, bau, dan warnanya, maka air tersebut menjadi tidak bisa digunakan untuk bersuci.
Dari semua jenis-jenis air diatas, ada satu jenis air lagi yang suci tetapi haram digunakan untuk bersuci. Air yang dimaksud di sini ialah air yang didapat dengan cara ghahsab atau mencuri (mengambil atau memakai tanpa izin).
Advertisement