Liputan6.com, Jakarta PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja yang disebabkan karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha atau majikan.
Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal ini jika terjadi PHK, maka perusahaan wajib membayarkan uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian yang seharusnya diterima oleh karyawan.
PHK sering kali dimaknai sebagai pemecetan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan. Namun, sebenarnya untuk dikatakan sebagai pemecatan sepihak harus melihat terlebih dahulu alasan perusahaan melakukan PHK, serta aturan yang berkaitan dengan PHK yang perlu pahami oleh perusahaan atau majikan.
Advertisement
Berikut ini ulasan mengenai jenis-jenis PHK dan aturannya yang telah dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (6/1/2021).
Mengenal PHK
Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK adalah pengakhiran hubungan kerja oleh perusahaan kepada pekerjanya karena terjadinya sebab tertentu. Tindakan ini dapat mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban kerja antara pengusaha dengan karyawannya. Biasanya, penyebab terjadinya PHK adalah karena efisiensi, penutupan bisnis, kepailitan, pekerja mangkir atau melakukan pelanggaran, karyawan yang bersangkutan meninggal dunia atau pensiun.
Yang perlu diketahui, ada perbedaan antara PHK dan mengundurkan diri atau resign. PHK adalah pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan, sehingga perusahaan harus membayar uang kompensasi sesuai aturan yang berlaku. Sementara, dalam kasus seorang karyawan mengundurkan diri, maka perusahaan tidak diwajibkan membayarkan uang kompensasi terhadap mantan karyawannya.Â
Advertisement
Jenis-Jenis PHK
Berikut ini ulasan mengenai jenis-jenis PHK adalah:
1. PHK Demi Hukum
Pada jenis ini, penyebab dilakukannya PHK adalah pekerja meninggal atau jangka waktu perjanjian kerja telah habis. Oleh karena itu, perusahaan tidak perlu memberikan surat PHK karena pelaksanaannya sudah otomatis.
2. PHK Karena Melanggar Perjanjian Kerja
Karyawan juga bisa diberhentikan secara sepihak. Pada jenis ini, penyebab PHK adalah karena mengundurkan diri atau karena pelanggaran terhadap perjanjian kerja. Jadi, tindakan ini dilakukan oleh salah satu pihak atas kemauan sendiri, bukan diperintahkan oleh aturan.
3. PHK Karena Kondisi Tertentu
Kondisi tertentu yang menyebabkan PHK adalah ketika pekerja mengalami sakit berkepanjangan, efisiensi perusahaan, kepailitan, maupun kerugian terus-menerus.
4. PHK Karena Kesalahan Berat
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu alasan diperbolehkannya PHK adalah karena pekerja melakukan kesalahan berat seperti penipuan, penggelapan barang perusahaan, menyerang atau menganiaya rekan kerja, membocorkan rahasia perusahaan selain untuk kepentingan negara, dan sebagainya.
Aturan PHK
Berdasarkan Pasal 161 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PHK merupakan tindakan bagi pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, setelah perusahaan memberi surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Artinya pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tindakan atas pelanggaran yang dilakukan pekerja. Pelanggaran yang dimaksud adalah pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Dalam Pasal 158 UU Nomor 13 Tahun 2003, PHK juga dapat dilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja, apabila:
1. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan uang atau barang milik perusahaan.
2. Memberi keterangan palsu sehingga merugikan perusahaan.
3. Mabuk, mengonsumsi minuman keras, memakai dan atau mengedarkan narkotika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja.
4. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
5. Melakukan penyerangan, penganiayaan, pengancaman, atau tindakan intimidasi terhadap teman kerja atau pengusaha di lingkungan kerja.
6. Membujuk teman kerja atau pengusaha untuk melakukan tindakan yang melanggar undang-undang atau peraturan yang berlaku.
7. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan barang milik perusahaan dalam kondisi bahaya yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
8. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman kerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di lingkungan kerja.
9. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan, kecuali untuk kepentingan negara.
10. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan kerja yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih.
Selain itu, ada aturan lain yang membuat PHK tidak diperbolehkan, yaitu:
1. Pekerja atau buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus.
2. Pekerja atau buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pekerja atau buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamany.
4. Pekerja atau buruh menikah.
5. Pekerja atau buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
6. Pekerja atau buruh mempunyai pertalian darah dan ikatan perkawinan dengan pekerja atau buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama.
7. Pekerja atau buruh mendirikan, menjadi anggota dan pengurus serikat pekerja atau serikat buruh, pekerja atau buruh melakukan kegiatan serikat pekerja atau serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
8. Pekerja atau buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
10. Pekerja atau buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Advertisement
Ketentuan Kompensasi PHK
Perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya wajib memberikan sejumlah hak. Misalnya, membayar pesangon, penghargaan masa kerja dan penggantian hak. Berikut rincian pesangon yang harus diberikan perusahaan kepada karyawan yang di PHK berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 35 Tahun 2020:
Uang Pesangon
1. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah.
2. Masa kerja 1 tahun atau lebih tapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah.
3. Masa kerja 2 tahun atau lebih tapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah.
4. Masa kerja 3 tahun atau lebih tapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah.
5. Masa kerja 4 tahun atau lebih tapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah.
6. Masa kerja 5 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah.
7. Masa kerja 6 tahun atau lebih tapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah.
8. Masa kerja 7 tahun atau lebih tapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah.
9. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 sembilan bulan upah.
Uang Penghargaan Masa Kerja
1. Masa kerja 3 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah.
2. Masa kerja 6 tahun atau lebih tapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah.
3. Masa kerja 9 tahun atau lebih tapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah.
4. Masa kerja 12 tahun atau lebih tapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah.
5. Masa kerja 15 tahun atau lebih tapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah.
6. Masa kerja 18 tahun atau lebih tapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah.
7. Masa kerja 21 tahun atau lebih tapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah.
8. Masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan Upah.
Uang Penggantian Hak
1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja atau buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja atau buruh diterima bekerja.
3. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.