Liputan6.com, Jakarta Minyak goreng yang kini sedang menjadi krisis di Indonesia ternyata justru menjadi bahan bakar pesawat di Prancis. Uji coba yang dilakukan di Bandara Blagnac, Toulouse, Prancis ini membuktikan minyak goreng berhasil jadi sumber tenaga bagi pesawat raksasa Airbus A380.
Percobaan yang berlangsung pada hari Jumat (25/3/2022) itu sukses mengudara selama tiga jam. Pihak Airbus pun mengklaim pesawatnya berhasil terbang menggunakan bahan bakar udara berkelanjutan (SAF). Bahan itu terbuat dari minyak goreng dan limbah lemak. Penggunaan minyak goreng ini diprediksi akan membuat penerbangan lebih ramah lingkungan.
Baca Juga
Perlu diketahui, Airbus A380 adalah pesawat berbadan lebar besar yang dikembangkan dan diproduksi oleh Airbus. Ini merupakan pesawat penumpang terbesar di dunia. Bahan bakar ini kemudian dipakai pada mesin tunggal Rolls Royce Trent 900.
Advertisement
Dikutip Liputan6.com dari CNN pada Kamis (7/4/2022), Airbus dalam uji coba kedua dari Toulouse ke Nice pada Selasa (29/3). Penerbangan kedua ini difokuskan untuk memantau penggunaan SAF saat lepas landas dan mendarat.
Â
Menuju emisi karbon nol di tahun 2050
Airbus telah beberapa kali menguji penerbangan dengan tenaga SAF ini satu tahun yang lalu pada Maret 2021. Dengan berhasilnya pemakaian 50 persen campuran SAF dengan minyak tanah tradisional, perusahaan berharap bisa mendapat sertifikasi akhir dekade ini.
"Meningkatkan penggunaan SAF tetap jadi tujuan utama dalam mencapai ambisi industri emisi karbon nol pada tahun 2050," tulis pernyataan Airbus, melansir dari CNN.
Rencananya, Airbus ingin memiliki pesawat zero emission pertama di 2035. Menurut mereka, pesawat dengan bahan bakar ini bisa mengurangi emisi karbon sebanyak 53 persen hinggga 71 persen. Namun, salah satu tantangan yang ada yakni harga SAF yang tinggi, sehingga adopsi pemakaian yang luas diprediksi tak terjadi dalam waktu dekat.
Advertisement
Harga yang tinggi
Pesawat ini disebut sebagai transportasi udara tanpa emisi pertama di dunia. Menurut klaimnya, SAF bisa memberi netratitas karbon karena zat karbondioksida sudah terserap saat bahan organiknya berkembang.
Meski sudah dipakai secara terbatas oleh beberapa maskapai penerbangan. Namun, harganya yang tinggi membuat adopsi bahan bakar ini tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat. Untuk menanggulangi masalah efisiensi bahan bakar, Airbus tampaknya tengah mengeksplorasi berbagai opsi bahan bakar alternatif untuk A380
Â