Sukses

7 Perkara yang Membatalkan Puasa bagi Wanita, Ini Penjelasannya

Perkara yang membatalkan puasa bagi wanita adalah paling istimewa berhubungan dengan kewanitaannya.

Liputan6.com, Jakarta Apa saja perkara yang membatalkan puasa bagi wanita selain makan dan minum? Perkara yang membatalkan puasa bagi wanita berbeda dengan pria, bukan sekadar makan, minum, dan jima’ atau berhubungan badan. 

Puasa adalah rukun Islam yang ketiga. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan puasa adalah meniadakan makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja terutama bertalian dengan keagamaan.

Adanya perkara yang membatalkan puasa bagi wanita adalah paling istimewa berhubungan dengan kewanitaannya. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, perkara yang membatalkan puasa bagi wanita adalah haid atau nifas.

"Bukankah ketika haid, wanita itu tidak sholat dan juga tidak puasa. Inilah kekurangan agamanya." (HR. Bukhari)

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam perkara yang membatalkan puasa bagi wanita dan penjelasannya, Selasa (10/5/2022).

2 dari 3 halaman

Perkara yang Membatalkan Puasa bagi Wanita

1. Haid dan Nifas

Haid dan nifas adalah perkara yang membatalkan puasa bagi wanita dan ini sulit untuk dihindari. Saat menghadapi perkara yang membatalkan puasa bagi wanita seperti haid dan nifas ini wajib hukumnya melaksanakan qadha di luar waktu puasa Ramadhan atau membayar fidyah sebagai ganti.

Apabila puasa yang dilakukan adalah puasa sunnah, maka saat menghadapi perkara yang membatalkan puasa bagi wanita ini wajib berhenti dan melakukan di hari yang lain.

"Bukankah ketika haid, wanita itu tidak sholat dan juga tidak puasa. Inilah kekurangan agamanya." (HR. Bukhari)

Dalam hal ini puasa memiliki konsekuensi yang berbeda dengan shalat dalam hal berkewajiban untuk mengqadha. Sebab dalam shalat orang yang haid atau nifas tidak diwajibkan untuk mengqadha shalat yang ia tinggalkan pada masa haid atau nifas.

2. Memasukkan Sesuatu ke Lubang Tubuh

Memasukkan sesuatu ke lubang tubuh adalah perkara yang membatalkan puasa bagi wanita. Seperti menjalani pengobatan dengan cara memasukkan benda asing atau obat-obatan ke salah satu dari dua jalan yaitu qubul dan dubur, dinilai menjadi hal-hal yang membatalkan puasa.

Sebagai contoh dari perkara yang membatalkan puasa bagi wanita ini, orang penderita ambeien dan penyakit lain yang memungkinkan memakai kateter urine, dua hal itu membuat puasa tidak sah.

“Yang menjadi patokan adalah sampainya sesuatu ke dalam perut atau otak melalui lubang asli, seperti hidung, telinga, dan dubur.” (Imam Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz 2, halaman 356)

3. Berhubungan Intim

Melakukan hubungan seksual atau hubungan intim adalah perkara yang membatalkan puasa bagi wanita. Apalagi jika hal ini dilakukan secara sengaja, maka hukumnya batal dan puasa orang tersebut dianggap tidak sah.

Lalu apa konsekuensi dari perkara yang membatalkan puasa bagi wanita ini? Bentuk ganti ruginya harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.

Jika tidak mampu, wajib memberi makan 60 fakir miskin dengan masing-masing senilai tiga perempat liter beras. Tapi kalau hubungan suami istri dilakukan pada malam hari saat sudah berbuka, maka tidak akan merusak puasa.

4. Makan dan Minum Sengaja

Makan dan minum dengan sengaja adalah perkara yang membatalkan puasa bagi wanita. Akan tetapi, apabila makan dan minum dalam keadaan lupa atau tidak sengaja, puasanya tidak batal.

“Puasa menjadi batal sebab adanya sesuatu yang masuk (ke dalam tubuh), bukan sebab sesuatu yang keluar (dari tubuh).” (Al-Kasani, Bada’ius Shana’i, juz 2, halaman 92).

Adanya perkara yang membatalkan puasa bagi wanita ini dijelaskan dalam kitab Al-Kasani, segala sesuatu yang masuk ke dalam tubuh bisa menyebabkan batal puasa seseorang. Hal pertama paling jelas yang membatalkan puasa adalah makan dan minum.

Hal ini pun berlaku ketika wanita muntah dengan cara disengaja. Misalnya sengaja memasukkan benda ke mulut pemicu mual lalu keluar muntah. Terlebih jika sisa muntah tersebut sengaja dimasukkan kembali ke mulut, maka ini perkara yang membatalkan puasa bagi wanita.

Jika seseorang muntah tanpa disengaja atau muntah secara tiba-tiba (ghalabah) maka puasanya tetap dihukumi sah selama tidak ada sedikit pun dari muntahannya yang tertelan kembali olehnya. Jika muntahannya tertelan dengan sengaja maka ini dapat menjadi salah satu perkara yang membatalkan puasa.

5. Berbuka Puasa dengan Hal Haram

Berbuka puasa dengan makanan atau minuman haram atau sesuatu yang haram adalah perkara yang membatalkan puasa bagi wanita. Puasa orang oleh para ulama dihukumi tidak sah. Di samping itu pahala puasanya hilang dan berdampak pada ibadah selanjutnya jadi terasa berat.

6. Gila

Gila atau hilangnya akal sehat adalah perkara yang membatalkan puasa bagi wanita. Kondisi gila atau junun yang dialami seseorang ketika di pertengahan menjalani ibadah puasa maka dinilai tidak sah. Keadaan orang tersebut diasumsikan hilang akal sehat sehingga hukum puasa yang dijalankannya batal.

7. Murtad

Orang yang keluar dari agama Islam atau murtad adalah perkara yang membatalkan puasa bagi wanita. Sebab dia tidak lagi dibebankan ibadah-ibadah sebagaimana seorang Muslim. Namun ia pun akan menerima ganjarannya di akhirat kelak.

3 dari 3 halaman

Golongan Orang yang Tidak Wajib Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan adalah dilakukan selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183 dijelaskan perintah atau hukum menjalankan ibadah puasa Ramadhan adalah wajib.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. al-Baqarah ayat 183)

Hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam adalah wajib sesuai surat al-Baqarah ayat 183 sebagaimana tafsir dari Kementerian Agama RI. Dijelaskan hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam adalah wajib dilakukan untuk mendidik jiwa, mengendalikan syahwat, dan menyadarkan bahwa manusia memiliki kelebihan dibandingkan hewan.

"Orang yang beriman akan patuh melaksanakan perintah berpuasa dengan sepenuh hari, karena ia merasa kebutuhan jasmaniah dan rohaniah adalah dua unsur pokok bagi kehidupan manusia yang harus dikembangkan dengan bermacam-macam latihan, agar dapat dimanfaatkan untuk ketenteraman hidup yang bahagia di dunia dan akhirat," sesuai tafsir Kementerian Agama RI.

Apabila sudah memahami bahwa hukum puasa Ramadhan bagi umat Islam adalah wajib, ketahui pula golongan orang yang tidak wajib atau boleh meninggalkan ibadah puasa Ramadhan. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 184.

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. al-Baqarah ayat 184)

Ini penjelasan lengkap yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber tentang golongan orang yang tidak wajib atau boleh meninggalkan puasa Ramadhan:

1. Orang yang Sakit

Golongan orang yang boleh meninggalkan puasa adalah orang yang sedang sakit. Orang sakit yang diizinkan tidak berpuasa adalah orang sakit yang apabila menjalankan puasa, dapat memperparah kondisi penyakitnya tersebut. Walaupun tidak berpuasa, orang tersebut tetap harus membayar puasanya.

2. Musafir

Orang yang sedang dalam perjalanan jauh atau musafir juga termasuk golongan orang yang boleh meninggalkan puasa Ramadhan. Apabila seseorang yang melakukan perjalanan jauh saat berpuasa diizinkan untuk tidak berpuasa apabila kondisinya berat dan menyulitkan. Namun, orang tersebut tetap wajib mengganti puasanya di kemudian hari.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, "Siapa ini?" Orang-orang pun mengatakan, "Ini adalah orang yang sedang berpuasa." Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Bukanlah suatu yang baik seseorang berpuasa ketika dia bersafar." (HR. Muslim)

3. Orang Lanjut Usia (Lansia)

Orang tua atau lansia yang tidak mampu menjalankan puasa diberi kelonggaran untuk tidak berpuasa. Sebagai gantinya, orang tersebut diwajibkan untuk membayar fidyah, yaitu dengan memberi makan fakir miskin setiap kali orang tersebut tidak berpuasa.

Adapun ukuran satu fidyah adalah setengah sho', kurma atau gandum atau beras, yaitu sebesar 1,5 kg beras. Orang tua sebagai golongan orang yang boleh meninggalkan puasa tentu sudah banyak diketahui.

4. Wanita Hamil dan Menyusui

Nabi bersabda dalam hadis riwayat Ahmad, "Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh salat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui."

Seperti yang terdapat dalam hadis tersebut, golongan orang yang boleh meninggalkan puasa selanjutnya adalah wanita hamil dan wanita menyusui. Apabila ibu yang sedang mengandung dan menyusui tidak mampu berpuasa, Allah SWT meringankan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari.

5. Wanita yang Sedang Haid

Berbeda dengan golongan orang yang boleh meninggalkan puasa, wanita dalam keadaan haid dan nifas bahkan dilarang untuk berpuasa dan melakukan ibadah lainnya.

Nabi bersabda: "Bukankah ketika haid, wanita itu tidak salat dan juga tidak puasa. Inilah kekurangan agamanya." (HR. Bukhari)

Wanita yang haid dan nifas dilarang berpuasa selama masa haid dan nifas tersebut. Namun, mereka tetap harus mengganti puasa di kemudian hari.