Sukses

Ketentuan Puasa Syawal, Waktu Terbaik, Niat, dan Keutamaannya bagi Muslim

Ketentuan puasa Syawal yang paling penting diperhatikan yaitu waktu pelaksanaannya.

Liputan6.com, Jakarta Ketentuan puasa Syawal perlu dipahami dan dilaksanakan oleh setiap muslim. Pasalnya, puasa Syawal yang dilakukan sebanyak 6 hari ini memiliki keistimewaan yang luar biasa. Puasa sunah satu ini akan memberikan umat Islam yang melaksanakannya pahala yang sangat besar.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, yang artinya:

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian ia ikuti dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapat pahala seperti puasa setahun penuh.” (HR Muslim).

Ketentuan puasa Syawal yang paling penting diperhatikan yaitu waktu pelaksanaannya. Dengan keutamaannya yang begitu besar, akan sangat merugi seorang umat Islam jika tidak melaksanakannya setelah bulan Ramadhan.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (10/5/2022) tentang ketentuan puasa Syawal.

2 dari 4 halaman

Ketentuan Puasa Syawal

Ketentuan puasa Syawal berkaitan dengan waktu melaksanakannya. Seperti yang telah diketahui, puasa Syawal dilaksanakan sebanyak 6 hari. Ketentuan puasa Syawal dalam 6 hari tersebut perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya batas waktu melaksanakannya, kapan waktu terbaik melaksanakannya, hingga harus berurutan atau tidak dalam melaksanakannya.

- Dilakukan hanya di bulan Syawal

Ketentuan puasa Syawal yang pertama yaitu melaksanakannya harus di bulan Syawal. Puasa 6 hari di bulan Syawal tidak berlaku lagi bila dilakukan di bulan lainnya.

- Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fitri

Selain itu, ketentuan puasa Syawal juga disarankan untuk dilaksanakan sehari setelah hari raya Idul Fitri atau disegerakan. Namun tidak apa-apa bila dilaksanakan di hari lain asalkan masih di bulan Syawal. Menyegerakan waktu puasa Syawal di hari kedua bulan Syawal menunjukkan i’tikad baik dalam bersegera untuk melakukan kebaikan dan meraih keutamaan puasa syawal.

- Lebih utama dilakukan secara berurutan

Ketentuan puasa Syawal juga lebih utama bila dilaksanakan secara berurutan dalam 6 hari. Namun tidak apa-apa bila dilaksanakan tidak secara berurutan asalkan masih di bulan Syawal. Melaksanakan waktu puasa Syawal secara berurutan dalam 6 hari, menunjukkan bahwa seorang umat Islam berlomba-lomba dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Hal ini bisa menjadi jaminan seseorang mendapat keutamaan puasa syawal.

- Menunaikan puasa ganti terlebih dahulu

Ketentuan puasa Syawal berikutnya yaitu menunaikan puasa ganti terlebih dahulu. Bila seorang umat Islam memiliki puasa Ramadhan yang harus diganti karena berbagai hal yang dibolehkan pada bulan Ramadhan, maka ia wajib mengganti puasa tersebut terlebih dahulu.

Hal ini agar waktu puasa Syawal dilaksanakan, maka keutamaan puasa syawal akan ikut didapatkan karena telah menyempurnakan puasa ramadhan. Mengganti puasa ramadan lebih utama hukumnya dari pada puasa 6 hari di bulan Syawal, karena puasa Ramadhan adalah puasa wajib. Bila seorang muslim tidak menyelesaikan atau mengganti puasa ramadhan yang batal terlebih dahulu sebelum melaksanakan puasa Syawal, maka keutamaan puasa Syawal tidak bisa didapatkan.

3 dari 4 halaman

Niat Puasa Syawal

Setelah memahami ketentuan puasa Syawal, kamu juga perlu mengenali niatnya. Untuk memantapkan hati, dianjurkan bagi kamu yang ingin menjalankan puasa Syawal untuk melafalkan niat puasa Syawal.

Berikut ini lafal niat puasa Syawal 6 hari:

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya: “Aku berniat puasa sunah Syawal esok hari karena Allah SWT.”

Bagi kamu yang mendadak di pagi harinya ingin mengamalkan puasa Syawal juga diperbolehkan untuk melafalkan niat sejak kamu berkehendak puasa sunah. Niat puasa Syawal boleh dilakukan di siang hari sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh. Oleh karena itu, dianjurkan juga untuk melafalkan niat puasa Syawal di siang hari.

Berikut lafal niat puasa Syawal di siang hari:

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT.”

4 dari 4 halaman

Keutamaan Puasa Syawal

Pahala Seperti Puasa Setahun Penuh

Keutamaan puasa syawal yang pertama yaitu mendapatkan pahala yang berlipat ganda, yaitu seperti menjalankan puasa selama setahun. Puasa Syawal hanya dikerjakan selama enam hari, akan tetapi Allah SWT akan memberi ganjaran atau pahala seperti seseorang yang puasa selama 12 bulan. Hal ini dijelaskan dalam hadis riwayat muslim berikut ini:

"Barangsiapa yang telah melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan berpuasa selama enam hari pada bulan Syawal, maka dia (mendapatkan pahala) sebagaimana orang yang berpuasa selama satu tahun." (HR. Muslim)

Mendekatkan Diri kepada Allah SWT

Keutamaan puasa syawal berikutnya yaitu dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setiap muslim yang mengerjakan puasa Syawal selama enam hari, maka mendapat tempat mulia di sisi Allah SWT. Selain itu, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah SWT dibandingkan dengan minyak kasturi. Keutamaan puasa syawal ini ditegaskan dalam salah satu hadis Qudsi berikut:

"Setiap amal manusia adalah untuk dirinya kecuali puasa, ia (puasa) adalah untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran dengan (amalan puasa itu)." Kemudian, Rasulullah melanjutkan, "Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dibandingkan wangi minyak kasturi." (HR. Muslim).

Menyempurnakan Ibadah

Keutamaan puasa syawal juga dapat menyempurnakan ibadah. Seperti ibadah salat sunah, di mana tindakan tersebut bisa menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib. Khususnya keutamaan puasa syawal ini dapat melengkapi kekurangan yang ada selama puasa di bulan Ramadhan. Ibnu Rajab menjelaskan keutamaan puasa Syawal sebagai berikut:

"Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan." (Latho-if Al Ma’arif, hal. 394.)