Sukses

5 Fakta Terbaru Wabah Cacar Monyet, Begini Risiko Penularannya

Cacar monyet telah terbukti menyebabkan kematian pada 1 dari 10 orang yang terjangkit penyakit tersebut di Afrika.

Liputan6.com, Jakarta - Cacar monyet adalah masalah kulit yang ditandai dengan demam, ruam, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Awal kemunculan infeksi virus Monkeypox (anggota genus Orthopoxvirus) adalah menjangkit anak laki-laki usia 9 tahun pada tahun 1970 di Congo.

Ini bukan wabah cacar biasa, benua Afrika sudah menghadapinya selama masa pandemi COVID-19 berlangsung. Baru-baru ini sudah ada empat negara yang melaporkan penyebaran tidak biasa dari cacar monyet, yakni Amerika Serikat, Portugal, Inggris, dan Spanyol.

“Wabah cacar monyet dalam beberapa waktu terakhir, rasio kasus kematian telah sekitar 3-6 persen,” jelas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam keterangan tertulisnya yang diperbarui, Jumat (20/5/2022).

Begitu pula Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dalam keterangan resminya baru-baru ini mengungkap kasus di Afrika, cacar monyet telah terbukti menyebabkan kematian pada 1 dari 10 orang yang terjangkit penyakit tersebut.

Lalu, bagaimana risiko penularan terbaru wabah cacar monyet yang berisiko mengancam nyawa tersebut?

Berikut Liputan6.com ulas lima fakta terbaru wabah cacar monyet dari berbagai sumber, Jumat (20/5/2022).

2 dari 3 halaman

Fakta Terbaru Wabah Cacar Monyet

1. Penularan Wabah Cacar Monyet

WHO mengungkap penularan wabah cacar monyet sejatinya berasal dari hewan ke manusia, lalu manusia ke manusia dengan kontak darah, cairan tubuh, atau lesi kulit atau mukosa yang terinfeksi.

“Di Afrika, bukti infeksi virus monkeypox atau penyebab cacar montet telah ditemukan di banyak hewan termasuk tupai tali, tupai pohon, tikus rebus Gambia, dormice, berbagai spesies monyet dan lain-lain,” dijelaskan.

Pada kesempatan yang berbeda, Asisten Direktur Jenderal WHO Dr. Soce Fall pada konferensi pers beberapa waktu lalu mengungkap fakta terbaru penularan wabah cacar monyet banyak dialami mereka yang mengidentifikasikan diri sebagai gay, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.

“Kami melihat penularan di antara pria yang berhubungan seks dengan pria,” kata Dr. Soce.

Studi tentang fakta terbaru penularan wabah cacar monyet ini masih perlu dikaji. Pada studi yang pernah dilakukan, dijelaskan penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi akibat kontak dekat dengan sekret pernapasan, lesi kulit orang yang terinfeksi, atau benda yang baru saja terkontaminasi.

Penularan juga dapat terjadi melalui plasenta dari ibu ke janin (yang dapat menyebabkan cacar monyet bawaan) atau selama kontak dekat selama dan setelah kelahiran.

2. Pengaruh Konsumsi Daging Hewan yang Belum Matang

Virus zoonosis penyebab wabah cacar air menyebabkan gejala yang mirip dengan cacar air pada umumnya. WHO mengungkap secara klinis tidak terlalu parah. Banyak kasus dengan wabah cacar monyet terjadi dan ditemukan di Afrika Tengah dan Barat, seringkali di dekat hutan hujan tropis dan semakin sering muncul di daerah perkotaan.

Infeksi virus penyebab wabah cacar monyet ini tidak hanya pengaruh kondisi geografis suatu daerah, tetapi daging hewan yang dikonsumsi pun memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Mengonsumsi daging yang tidak dimasak dengan baik meningkatkan risiko terkena infeksi virus penyebab wabah cacar monyet.

“Makan daging yang tidak dimasak dengan baik dan produk hewani lainnya dari hewan yang terinfeksi merupakan faktor risiko yang mungkin,” dijelaskan.

3 dari 3 halaman

Fakta Terbaru Wabah Cacar Monyet

3. Wabah Cacar Monyet Membahayakan Dunia

WHO menegaskan fakta terbaru wabah cacar monyet ini meski kasusnya baru-baru ini banyak ditemukan di Afrika, tetapi dunia harus mewaspadainya. Awal kemunculan infeksi virus monkeypox adalah menjangkit anak laki-laki usia 9 tahun pada tahun 1970 di Congo.

“Studi saat ini sedang dilakukan untuk lebih memahami epidemiologi, sumber infeksi, dan pola penularan,” dijelaskan.

Menghimpun data penularan terbaru wabah cacar monyet dari WHO, Cacar monyet telah dilaporkan pada pelancong dari Nigeria ke Israel pada September 2018, ke Inggris pada September 2018, Desember 2019, Mei 2021 dan Mei 2022.

Kemudian ke Singapura pada Mei 2019, ke Amerika Serikat pada bulan Juli, dan November 2021. Pada Mei 2022, beberapa kasus cacar monyet diidentifikasi di beberapa negara non-endemik.

General Manager Ciputra Mitra Hospital, dr. Sony Prabowo dalam keterangan tertulisnya mengungkap komplikasi cacar monyet dapat mencakup infeksi sekunder, radang paru-paru, infeksi berat (sepsis), radang otak, dan infeksi pada kornea mata yang diikuti dengan kehilangan kemampuan melihat.

Begitu pula CDC mengungkap kasus di Afrika, cacar monyet telah terbukti menyebabkan kematian pada 1 dari 10 orang yang terjangkit penyakit tersebut.

Meski teridentifikasi pada pasien dengan pasangan gay, tetapi Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) mencatat fakta wabah cacar monyet yang terjadi sebelumnya bukan penyakit menular seksual meski penularkannya bisa dari kontak langsung saat berhubungan seksual.

Hal serupa disampaikan oleh pihak CDC dalam keterangan resminya baru-baru ini. Siapapun terlepas dari orientasi seksualnya bisa menyebarkan cacar monyet melalui kontak cairan tubuh, luka cacar, dan penggunaan barang bersama yang terkontaminasi cacar.

4. Masa Inkubasi dan Gejala Wabah Cacar Monyet

WHO menetapkan masa inkubasi (interval dari infeksi hingga timbulnya gejala) wabah cacar monyet terjadi dari 6 hingga 13 hari tetapi dapat berkisar dari 5 hingga 21 hari.

Gejala setelah terinfeksi virus penyebab cacar monyet dijelaskan CDC berupa:

- Demam

- Sakit kepala

- Nyeri otot

- Sakit punggung

- Pembengkakan kelenjar getah bening

- Panas dingin

- Kelelahan

Kemudian dalam 1 sampai 3 hari (kadang-kadang lebih lama) setelah munculnya demam, pasien mengalami ruam, sering dimulai pada wajah kemudian menyebar ke bagian lain dari tubuh.

Penyakit cacar monyet dijelaskan akan berlangsung selama 2−4 minggu. Lesi atau kerusakan berkembang melalui tahap-tahap berikut sebelum parah:

- Makula (perubahan warna kulit)

- Papula (tonjolan yang padat dan nyeri tanpa nanah)

- Vesikel (lepuhan dengan cairan pada epidermis)

- Pustula (peradangan)

- Keropeng (penebalan dari tumpukan jaringan kulit yang sudah mati)

5. Vaksin Cacar Monyet Masih Terbatas

Cara mengatasi wabah cacar monyet paling utama adalah melakukan pencegahan agar penularan lebih minim terjadi. Mengapa demikian? WHO mengungkap vaksin cacar monyet generasi pertama yang sudah 85 persen terbukti efektif mencegah tidak lagi tersedia untuk masyarakat umum.

Meski demikian, vaksin cacar monyet yang lebih baru dari virus vaccinia yang dilemahkan yang dimodifikasi (strain Ankara) telah disetujui untuk pencegahan cacar monyet pada tahun 2019. Vaksin cacar monyet diberikan dalam dua dosis yang sampai saat ini masih terbatas.

“Ini adalah vaksin dua dosis yang ketersediaannya masih terbatas,” dijelaskan.