Sukses

Dari Sarapan hingga Makan Malam Disuguhi Mi Instan, Pria Ini Gugat Cerai Istrinya

Dari sarapan, makan siang hingga makan malam, pria ini disuguhkan mi instan.

Liputan6.com, Jakarta Kandasnya rumah tangga banyak dipicu oleh berbagai masalah. Mulai dari permasalahan ekonomi, ketidakcocokan dengan pasangan hingga perselingkuhan. Bahkan kisah-kisah perceraian marak di media sosial. 

Ada pula yang bahtera rumah tangganya terpaksa kandas berujung perceraian hanya hal sepele. Seperti yang dirasakan oleh seorang pria satu ini. Meski terdengar sepele, namun jika memposisikan diri sebagai si pria ini, masalah tersebut cukup menjengkelkan.

Bagaimana tidak, pria ini harus bersabar menghadapi istrinya yang hanya bisa memasak mi instan. Maka dari itu, dirinya makan mi instan sejak sarapan, makan siang bahkan hingga makan malam, seperti yang diungkap oleh hakim sidang perceraian.

Hakim di India bernama ML Raghunath yang bertugas di wilayah Ballari itu ungkap pernah menangani kasus perceraian karena masalah tersebut. Sang suami gugat cerai istri lantaran disuguhkan mi intan setiap hari.

2 dari 3 halaman

Hanya Bisa Masak Mi Instan

Memang tak bisa dipungkiri jika mi instan adalah makanan yang banyak disukai. Memiliki rasa yang lezat, mi instan juga dibanderol harga yang cukup murah. Namun jika setiap hari harus makan mi instan, tentu bosan juga. Itulah yang memicu kasus perceraian yang ditangani Raghunath.

"Sang suami mengatakan bahwa istrinya tidak tahu menyiapkan makanan lain kecuali mi Maggi (nama mi instan)," kata Raghunath, dikutip dari Indiatimes.com, Kamis (2/6/2022).

"Itu mi instan untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Dia mengeluh bahwa istrinya pergi ke toko perlengkapan dan hanya membawa mi instan," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Cerai dengan Alasan Aneh

Raghunath menambahkan bahwa pengadilan kerap menerima kasus perceraian dengan banyak alasan aneh. Misalnya karena tidak berbicara dengan pasangan, meletakkan garam di sisi piring yang salah, menjahit jas pernikahan dengan warna yang salah, tidak mengajak istri keluar, dan lain sebagainya. 

Menurutnya pula, gugatan perceraian lebih banyak datang dari daerah perkotaan daripada pedesaan. Perempuan di pedesaan seolah tidak memiliki kemandirian dan takut pada masyarakat dan stigma keluarga.

"Tapi di kota-kota, perempuan dididik dan mandiri secara finansial," kata Raghunath.