Sukses

Hukum Berkurban Idul Adha untuk Orang yang Sudah Meninggal, Boleh atau Tidak?

Hukum berkurban Idul Adha adalah sunnah kafiyah bagi yang mampu.

Liputan6.com, Jakarta - Apakah berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan dalam Islam? Pahami hukum berkurban dalam Islam akan gugur apabila ada salah satu anggota keluarga yang sudah berkurban dan berlaku hanya bagi yang mampu.

Mayoritas ulama bersepakat hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh. Meski mayoritas memperbolehkan, tetapi masih ada perbedaan pendapat pada beberapa hal.

Ada yang menyatakan hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh asalkan dengan wasiat, karena ibadah kurban harus dengan niat.

Kemudian ada yang menyatakan hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh karena sama dengan bentuk sedekah atau hadiah pahala bagi sang mayit.

Agar lebih memahaminya, berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal, Kamis (23/6/2022).

2 dari 3 halaman

Hukum Berkurban Idul Adha untuk Orang yang Sudah Meninggal

Memahami hukum berkurban Idul Adha dalam Islam adalah sunnah kafiyah. Itu artinya hukum berkurban dalam Islam akan gugur apabila ada salah satu anggota keluarga yang berkurban maka gugurlah tuntutan berkurban bagi anggota yang lain.

Selain hukum berkurban Idul Adha adalah sunnah kafiyah, ini hanya berlaku bagi umat muslim yang mampu. Hukum ibadah kurban ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Kautsar ayat 1-2.

“Sungguh, Kami telah memberimu telaga kautsar, maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

Lalu bagaimana hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal?

Hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh apabila disertai dengan wasiat karena ibadah kurban harus disertai dengan niat.

Hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal ini dijelaskan dalam kitab Minhaj ath-Thalibin oleh Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi. Ditegaskan olehnya, tidak ada kurban untuk orang yang telah meninggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321)

Hal sama mengenai hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh dijelaskan oleh Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI. Perbedaan dari pendapat Kemenag ini, hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah boleh, karena disamakan dengan hadiah atau sedekah.

Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj oleh Imam Ibnu Hajar Al- Haitami:

“Para ulama berkata: Bagi orang yang berkurban boleh mengikutsertakan orang lain dalam pahala kurbannya. Ungkapan para ulama ini menyimpulkan pahala untuk orang yang diikutsertakan.

Ini adalah pendapat yang jelas bila pihak yang diikutkan dalam pahala kurban adalah orang yang sudah meninggal karena disamakan dengan kasus bersedekah untuk mayit,” dijelaskan.

Sedekah sebagaimana hukum berkurban Idul Adha untuk orang yang sudah meninggal adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya. Pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang sudah disepakati oleh para ulama.

Hal itu sesuai dengan kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab oleh Muhyiddin Syarf an-Nawawi berikut ini:

“Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah,

sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut Dar al-Fikr, tt, juz 8, h. 406)

3 dari 3 halaman

Syarat dan Bacaan Niat Berkurban Idul Adha

Seseorang diperbolehkan untuk berkurban asal memenuhi syarat-syarat sesuai syariat islam. Berikut ini syarat-syarat berkurban yang Liputan6.com lansir dari berbagai sumber:

1. Muslim

Salah satu cara untuk mendekatkan diri pada Allah Swt adalah dengan berkurban. Oleh sebab itu, hanya orang muslim yang diwajibkan untuk berkurban, sedangkan orang non-muslim tidak memiliki kewajiban untuk berkurban.

2. Mampu

Perintah berkurban lebih dianjurkan pada umat muslim yang memiliki finansial atau mampu untuk membeli hewan kurban. Seseorang dianggap mampu untuk berkurban ketika dirinya telah menyelesaikan kewajiban nafkah terhadap keluarganya.

3. Baligh dan Berakal

Ibadah kurban ditujukan pada orang dewasa atau seseorang yang telah baligh dan berakal sehat.

Bagaimana bacaan niat berkurban Idul Adha?

Dalam buku berjudul Fiqih Qurban Perspektif Madzhab Syaafi'iy oleh Muhammad Ajib menjelaskan bacaan niat berkurban Idul Adha boleh dilafalkan sebelum penyembelihan.

Melafalkan bacaan niat berkurban Idul Adha boleh pula dilafalkan dalam bahasa Indonesia dan dalam hati.

"Saya niat berkurban karena Allah Ta'alaa."

Kemudian bisa melafalkan bacaan niat berkurban Idul Adha dengan Arab, latin, dan artinya.

نويت أن أاضحي للهِ تَعَالى

Nawaitu an udhahhi Lillaahi Ta'ala.

Artinya: “Saya niat berkurban karena Allah Ta'ala.”

Perhatikan, saat menyembelih hewan kurban disunahkan untuk membaca bismillah, takbir, selawat, dan doa ketika menyembelih kurban.

1. Bacaan Basmallah

Bismillaa hirrahmaa nirrahiim

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

2. Bacaan Takbir

Allahu akbar

Artinya: “Allah Maha Besar.”

3. Bacaan Selawat

Allahumma sholli 'ala Muhammad, wa 'ala ali Muhammad

Artinya: “Ya Allah, berikanlah rahmat-Mu kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad.”

4. Bacaan Menyembelih Hewan Kurban

اَللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنِّيْ يَا كَرِيْمُ

Allahumma hadzihi minka wa ilaika, fataqabbal minni ya karim

Artinya: “Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu. Dan dengan ini aku bertaqarrub kepada-Mu. Karenanya hai Tuhan Yang Maha Pemurah, terimalah taqarrubku.”