Liputan6.com, Jakarta Berbicara menegenai keragaman flora dan fauna yang ada di dunia tidak ada habisnya. Bahkan, hingga saat ini masih banyak pula para peneliti yang melakukan berbagai penelitian terhadap hewan atau tanaman baru.
Bahkan, baru-baru ini diketahui terdapat burung kecil yang dikonfirmasi sebagai burung beracun pertama di dunia. Burung itu ialah jenis Hooded Pitohui. Burung kecil endemik Papua Nugini ini bahkan disebut-sebut sebagai burung beracun pertama dan satu-satunya yang telah dikonfirmasi secara ilmiah.
Advertisement
Baca Juga
Dilansir Liputan6.com dari Oddity Central, Rabu (10/8/2022) Pitohui sendiri dikenal sebagau burung yang dijauhkan dari orang-orang Melanesia di Papua Nugini. Pasalnya, potensi racun yang dimiliki burung tersebut secara kebetulan telah ditemukan lebih dari tiga dekade yang lalu.
Seorang ahli burung bernama, Jack Dumbacher pada 1990 yang berada di pulau Pasifik diketahui memasng jaring kabut halis di antara pepohonan untuk mencari burung Cendrawasih. Namun rupanya, dalam perangkapnya, dirinya juga mendapati adanya burung Hooded pitohui.
Alami mati rasa dan terbakar
Jack Dumbacher yang melihat adanya burung Pitohui pun memilih mengeluarkan burung tersebuut dari perangkapnya. Namun, burung tersebut langsung mencakar serta menggigit jarinya. Jack yang secara digigit pun secara naluriah memasukan jarinya ke mulut untuk meredakan rasa sakit.
Namun, nahasnya, bibir dan lidahnya justru mati rasa. Tak sampai disitu saja, bibir dan lidah Jack juga terasa terbakar selama beberapa jam. Karena curiga jika gejala tersebut terjadi disebabkan oleh burung, dirinya mencoba mengambil bulu pitohui dan memasukkannya ke dalam mulut. Tak lama, mati rasa dan rasa terbakar yang sebelumnya telah pulih kembali datang dengan cepat. Dirinya pun tapa sadar menemukan burung beracun pertama di dunia.
Advertisement
Disebut burung sampah
Diwaktu yang sama, Wikipedia juga melaporkan jika par ailmuwan turut menyiapkan bangkai pitohuis untuk pameran museum. Kejadian mati rasa dan rasa terbakar juga dialami oleh para ilmuwan.
Karena hal ini pula, dirinya bertanya kepada penduduk asli Papua Nugini mengenai burung kecil tersebut. Rupanya, penduduk asli memang mengetahui mengenai toksisitasnya. Bahkan, mereka menyebutnya sebagai 'burung sampah'. Hal ini dikarenakan burung tersebut mengeluarkan bau busuk saat dimasak dan menjadi pilihan paling akhir jika ingin mengonsumsinya.
Jack yang ingin mempelajari lebih lanjut akhirnya mengirim beberapa helai bulu burung pitohuis ke John W. Daly di National Institutes of Health. Dalam penelitiannya, John menemukan jika racun yang ada di bulu pitohui tersebut diidentifikasi sebagai batrachotoxins (BTXs) yang biasa ditemukan sebagai racun pada katak panah beracun Kolombia.
Racun di seluruh tubuh
Peniliti juga mengungkapkan jika racun batrachotoxins (BTXs) merupakan alkaloid steroid neurotoksik yang bekerja dengan mengganggu aliran ion natrium melalui saluran di saraf dan membran otot, menyebabkan mati rasa dan terbakar dalam konsentrasi rendah, dan kelumpuhan, diikuti oleh serangan jantung dan kematian.
Dalam konsentrasi yang lebih tinggi Mereka diakui sebagai senyawa paling beracun menurut beratnya di seluruh alam. Burung pitohuis sendiri diketahui menyimpan racun dengan baik dalam tubuhnya. PAsalnya, bukan hanya pada bulu ataupun kulitnya saja, namun racun juga ditemukan di tulang hingga organ-organ vital.
Advertisement