Sukses

2 Penyebab Jatuhnya Kabinet Sukiman, Potret Carut Marut Masa Demokrasi Liberal

Berikut ini penyebab jatuhnya Kabinet Sukiman pada masa Demokrasi Liberal yang perlu kamu pahami.

Liputan6.com, Jakarta Penyebab jatuhnya Kabinet Sukiman tidak terlepas dari situasi dan kondisi politik dalam negeri Indonesia pada saat tersebut. Pasca hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia harus memasuki masa Revolusi Nasional. Dari tahun 1945, Indonesia harus berperang melawan pasukan penjajah Belanda yang ingin kembali menguasai tanah jajahannya. 

Revolusi Nasional Indonesia baru berakhir pada tanggal 27 Desember 1949, di tandai dengan kesepakatan yang dicapai pada Konferensi Meja Bundar yang diselenggarakan di Den Haag, Belanda. Dengan tercapainya kesepakatan ini, maka Belanda menarik pasukannya dari wilayah Indonesia dan mengakui kemerdekaan Indonesia.

Setelah masa revolusi, Bangsa Indonesia memasuki masa Demokrasi Liberal. Dengan berakhirnya Perang Revolusi, banyak orang yang berharap kondisi politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal ini akan kembali stabil. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya.

Pada masa Demokrasi Liberal justru terjadi banyak sekali gonjang-ganjing politik dalam negeri yang ditandai oleh banyaknya pergantian pemerintahan atau kabinet yang terjadi. Sejak tahun 1950 hingga tahun 1959, Indonesia memiliki 7 pemerintahan yang berbeda. Bahkan, beberapa dari kabinet pada masa ini hanya bertahan selama beberapa bulan saja. Ketidakstabilan politik luar negeri di Indonesia pada masa Demokrasi Liberal tidak terlepas dari persaingan antar partai politik.

Sukiman adalah salah satu kabinet pada masa awal Demokrasi Liberal. Sama seperti kabinet lainnya, Kabinet Sukiman juga hanya berumur pendek saja. Penyebab jatuhnya Kabinet Sukiman tidak terlepas dari carut-marutnya kondisi politik dalam negeri di Indonesia pada masa tersebut.

Berikut ini adalah penyebab jatuhnya Kabinet Sukiman yang dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, (16/8/2022).

2 dari 4 halaman

Berdiri dan Jatuhnya Kabinet Natsir

Mengutip dari buku "Sejarah Indonesia Modern 1200 - 2004" karya sejarawan M.C. Ricklefs (2007: 480-481), pada tahun 1950, pemerintah Indonesia membentuk pemerintahan dengan sistem parlementer. Dalam sistem ini, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen satu majelis yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dewan ini beranggotakan sebanyak 232 orang. Masjumi menjadi partai terbesar dengan 49 kursi, disusul oleh PNI dengan 36 kursi, PSI dengan 17 Kursi, PKI dengan 13 kursi, Partai Katholik dengan 9 kursi, Partai Kristen dengan 5 kursi, dan Murba dengan 4 kursi. Sisanya dibagikan kepada partai-partai kecil lain serta wakil perorangan atau individual.

Kabinet pertama pada masa Demokrasi Liberal ialah Kabinet Natsir. Kabinet yang dibentuk oleh Natsir ini dibentuk berdasarkan dukungan dari Masjumi dan PSI. Kabinet Natsir berkuasa hanya beberapa bulan saja, mulai dari September 1950 hingga Maret 1951.

Menurut Ricklefs, Kabinet Natsir berfokus pada pembangunan kembali perekonomian serta pemulihan keamanan. Kabinet ini berhasil mencapai kesepakatan dan menyelesaikan masalah serdadu-serdadu kolonial asal Ambon yang menolak untuk didemobilisasi dengan mengirim mereka bersama dengan keluarganya ke negeri Belanda. Akan tetapi, Kabinet Natsir gagal untuk mencapai kesepakatan dengan Belanda terkait dengan kedaulatan atas Papua.

Selain itu, ada pertentangan antara Kabinet Natsir dengan Soekarno. Natsir bersikeras supaya Soekarno tetap hanya memegang kekuasaan presiden sebagai lambang negara saja. Soekarno tidak menyukai ide Natsir tersebut. Ia juga setuju dengan pandangan PNI dan kelompok radikal bahwa merebut Papua Barat tidak boleh menjadi prioritas yang rendah hanya karena adanya kebutuhan akan pembangunan ekonomi.

Seiring dengan berjalannya waktu, oposisi terhadap Kabinet Natsir semakin besar. Puncaknya ialah disampaikannya mosi tidak percaya kepada parlemen pada tanggal 22 Januari 1951. Akhirnya Perdana Menteri Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden pada tanggal 21 Maret 1951.

3 dari 4 halaman

Berdirinya Kabinet Sukiman

Setelah jatuhnya Kabinet Natsir pada Maret 1951, dibentuklah kabinet baru. Politisi serta salah satu pendiri partai Masjumi, yakni Sukiman Wirjosandjojo berhasil menggalang dukungan dari Masjumi yang merupakan partai terbesar di parlemen, PNI yang merupakan partai terbesar kedua di parlemen, serta beberapa partai kecil lainnya untuk membentuk kabinet yang baru ini.

Kabinet ini kemudian dipimpin oleh Sukiman sendiri sebagai Perdana Menteri. Ia didampingi oleh Suwirjo, seorang politisi ternama dari PNI. Akan tetapi, tidak ada seorangpun pimpinan PSI maupun anggota Masjumi pengikut Natsir yang ada di dalam kabinet ini.

Menurut Nansy Rahman (2020: 26), Kabinet Sukiman memiliki setidaknya 5 program yang meliputi:

1. Menjamin keamanan dan ketentraman

2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.

3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.

4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.

5. Menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh.

4 dari 4 halaman

Penyebab Jatuhnya Kabinet Sukiman

Sama seperti pendahulunya, Kabinet Sukiman tidak berumur panjang. Kabinet ini juga hanya berumur kurang dari satu tahun sejak didirikannya.

Penyebab jatuhnya Kabinet Sukiman yang pertama ialah ketidak harmonisan hubungan antara pemerintah dengan pihak militer. Mengutip dari Ricklefs (2007: 482), buruknya hubungan antara pemerintah dengan militer dimulai karena tidak masuknya Sultan Hamengkubuwana IX dalam kabinet untuk yang pertama kalinya sejak tahun 1946.

Hubungan ini diperparah dengan keputusan Menteri Kehakiman Kabinet Sukiman, yakni Muhammad Yamin untuk membebaskan 950 orang tahanan yang ditangkap oleh tentara. Di antara para tahanan yang dibebaskan tersebut juga terdapat beberapa tokoh kiri yang terkemuka. Pihak tentara yang tidak senang segera menangkap kembali para tahanan yang dilepaskan tersebut. Hasilnya Muhammad Yamin harus mengundurkan diri dari jabatannya.

Penyebab jatuhnya Kabinet Sukiman yang selanjutnya ialah karena krisis kebijakan luar negeri. Mengutip dari Nansy Rahman (2020: 26), krisis ini terjadi karena adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika Serikat kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA).

Kebijakan luar negeri ini menimbulkan perlawanan dari berbagai kelompok. Mereka menyebut perjanjian itu telah bertentangan dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia yakni politk bebas-aktif dan menyeret Indonesia masuk ke bawah pengaruh Amerika Serikat.

Hasilnya, seluruh anggota Kabinet Sukiman mengundurkan diri dari jabatannya pada bulan Februari 1952, dimulai oleh Menteri Luar Negeri Soebardjo. Pemerintahan Kabinet Soekiman akhirnya resmi berakhir pada tanggal 3 April 1952. Kabinet ini kemudian digantikan oleh Kabinet Wilopo.