Sukses

Penyebab OCD, Gejala, dan Pengobatannya

Penyebab OCD dipengaruhi oleh riwayat keluarga, penyebab biologis, hingga faktor lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta Penyebab OCD perlu dipahami oleh setiap orang. Pasalnya, kondisi mental satu ini bisa mengganggu aktivitas sehari-hari orang yang mengalaminya. Kondisi ini berkaitan dengan pola pikir dan perilaku seseorang. OCD adalah singkatan dari obsessive-compulsive disorder, kondisi yang membuat orang melakukan sesuatu berulang dan memiliki obsesi yang tidak diinginkan. OCD merupakan perilaku yang bisa menimbulkan kelelahan dan stres yang berat.

Menurut International OCD Foundation, gangguan obsesif kompulsif atau OCD adalah gangguan kesehatan mental yang memengaruhi orang dari segala usia dan lapisan masyarakat, dan terjadi ketika seseorang terjebak dalam siklus obsesi dan kompulsi. OCD merupakan kondisi yang bisa muncul selama masa kanak-kanak atau remaja, dan ini jarang terjadi setelah usia 40 tahun.

Penyebab OCD dipengaruhi oleh riwayat keluarga, penyebab biologis, hingga faktor lingkungan. Seseorang yang didiagnosis dengan OCD merasa harus melakukan sesuatu tertentu berulang kali, meskipun mereka tidak menginginkannya.

Seseorang mengalami OCD jika siklus obsesi dan kompulsi menjadi sangat ekstrem sehingga menghabiskan banyak waktu dan menghalangi aktivitas penting dalam kehidupan. OCD adalah kondisi mental yang tidak bisa didiagnosis sendiri tanpa bantuan ahli. Oleh karena itu, penting memeriksakan diri jika kamu merasakan adanya gejala OCD. Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (29/8/2022) tentang penyebab OCD.

2 dari 4 halaman

Penyebab Obsessive Compulsive Disorder

Penyebab OCD atau gangguan obsesif-kompulsif belum sepenuhnya dipahami. Melansir Healthline, para peneliti percaya bahwa penyebab OCD terjadi ketika area tertentu di otak mungkin tidak merespons secara normal terhadap serotonin, zat kimia yang digunakan beberapa sel saraf untuk berkomunikasi satu sama lain. Teori umum mengungkapkan penyebab OCD adalah sebagai berikut:

- Riwayat keluarga. Seseorang lebih mungkin menderita OCD jika ada anggota keluarga yang juga menderita OCD. Para ahli percaya bahwa ada kemungkinan gen tertentu dapat berperan dalam perkembangan OCD, tetapi mereka belum menemukan gen spesifik yang menjadi penyebab OCD.

- Penyebab biologis. Kimia otak juga dapat berperan terhadap OCD. Beberapa penelitian menunjukkan gangguan fungsi di bagian otak tertentu atau masalah dengan transmisi bahan kimia otak tertentu, seperti serotonin dan norepinefrin, dapat menjadi penyebab OCD.

- Faktor lingkungan. Ada kemungkinan juga bahwa trauma, pelecehan, atau peristiwa stres lainnya dapat berperan dalam perkembangan OCD dan kondisi kesehatan mental lainnya. Penyebab OCD ini tentunya perlu benar-benar diperhatikan.

3 dari 4 halaman

Gejala Obsessive Compulsive Disorder

Setelah mengenali penyebab OCD, kamu tentu juga perlu mengetahui gejalanya. Gejala OCD adalah sebagai berikut:

Memeriksa berulang

Seseorang dengan OCD mungkin merasa perlu untuk memeriksa masalah berulang kali. Contohnya termasuk:

- memeriksa keran, alarm, kunci pintu, lampu rumah, dan peralatan untuk mencegah kebocoran, kerusakan, atau kebakaran.

- memeriksa tubuh mereka untuk mencari tanda-tanda penyakit

- mengkonfirmasikan keaslian ingatan

- berulang kali memeriksa komunikasi, seperti email, karena takut telah melakukan kesalahan atau menyinggung penerima

Ketakutan akan kontaminasi

Beberapa orang dengan OCD merasakan kebutuhan yang terus menerus dan berlebihan untuk mencuci tangan. Mereka mungkin takut benda yang mereka sentuh terkontaminasi. Contoh perilaku ini seperti:

- menyikat gigi atau mencuci tangan secara berlebihan

- berulang kali membersihkan kamar mandi, dapur, dan ruangan lainnya

- menghindari keramaian karena takut tertular kuman

Beberapa orang mengalami perasaan terkontaminasi jika merasa seseorang telah menyinggung atau mengkritik mereka. Mereka mungkin mencoba menghilangkan perasaan ini dengan mencuci.

Penimbunan

Perilaku ini melibatkan seseorang yang merasa tidak mampu membuang barang bekas atau tidak berguna. Seseorang yang menderita OCD, sebenarnya tidak ingin memiliki semua barang yang mereka kumpulkan, tetapi mereka mungkin merasa harus menyimpannya karena pikiran obsesif atau kompulsif.

Pikiran yang mengganggu

Kondisi ini melibatkan perasaan tidak mampu mencegah pikiran yang tidak diinginkan berulang. Ini mungkin melibatkan kekerasan, termasuk bunuh diri atau melukai orang lain. Pikiran tersebut dapat menyebabkan tekanan yang intens, tetapi orang tersebut tidak mungkin bertindak dengan cara yang mencerminkan kekerasan ini. Seseorang dengan tipe OCD ini misalnya, mungkin takut bahwa mereka adalah seorang pedofil, bahkan tanpa bukti yang mendukung hal ini.

Simetri dan keteraturan

Seseorang dengan tipe OCD ini mungkin merasa bahwa mereka perlu mengatur objek dalam urutan tertentu untuk menghindari ketidaknyamanan atau bahaya. Misalnya, mereka mungkin berulang kali mengatur ulang buku di rak.

4 dari 4 halaman

Pengobatan Obsessive Compulsive Disorder

Penyebab OCD penting dikenali dalam pengobatannya. Ahli dalam bidang ini merekomendasikan melakukan konsultasi untuk mendapat mediasi dan terapi. Healthline mengungkap terapi perilaku kognitif (CBT) dianggap sebagai metode paling efektif untuk mengobati OCD. “CBT adalah jenis psikoterapi yang membahas hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Seorang terapis akan membantu penderita menyesuaikan pikiran untuk memengaruhi tindakan,” dijelaskan.

Pengobatan OCD adalah sebagai berikut:

1. Konsumsi semua obat sesuai petunjuk dari dokter atau ahli kesehatan, bahkan jika sudah merasa lebih baik. Jika ingin berhenti, dokter dapat membantu mengurangi dengan aman.

2. Tanyakan kepada dokter atau apoteker sebelum mengonsumsi obat atau suplemen tambahan karena dapat mengganggu terapi OCD.

3. Waspadai tanda-tanda bahwa penderita akan kembali ke dalam pola lama yang tidak produktif, dan beri tahu dokter yang memberikan pengobatan.

4. Latih apa yang telah dipelajari di CBT. Keterampilan baru ini dapat membantu penderita selama sisa hidupnya.

5. Temukan cara baru untuk mengelola kecemasan. Latihan fisik, pernapasan dalam, dan meditasi dapat membantu meredakan stres.

6. Bergabunglah dengan grup pendukung. Penderita mungkin merasa terbantu jika berbicara dengan orang lain yang benar-benar mengerti.