Sukses

Pengertian Gratifikasi adalah Pemberian yang Menjadi Akar Korupsi, Ini Sanksinya

Gratifikasi adalah pemberian yang bersifat netral.

Liputan6.com, Jakarta - Pengertian gratifikasi adalah tindakan yang berhubungan pemberian hadiah atau suatu hadiah yang bersifat netral tanpa maksud apa pun. Meski pengertian gratifikasi adalah pemberian netral, tetapi ini termasuk akar tindak pidana korupsi.

Dalam buku berjudul Buku Saku Memahami Gratifikasi (2014), wujud pemberian sesuai pengertian gratifikasi adalah pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.

Apa sanksi dari tindak gratifikasi yang tidak dilaporkan?

Sanksi dari perbuatan sesuai pengertian gratifikasi adalah tertuang dalam 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001. Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang gratifikasi, pengertian gratifikasi menurut para ahli, sanksi gratifikasi, dan pihak yang wajib melaporkan gratifikasi, Selasa (6/9/2022).

2 dari 4 halaman

Pengertian Gratifikasi adalah Pemberian yang Menjadi Akar Korupsi

Memahami pengertian gratifikasi adalah perbuatan yang diatur dalam Undang-Undang. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan pengertian gratifikasi adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Ada yang mengatakan gratifikasi boleh dilakukan dan ada yang mengatakan gratifikasi dilarang.

Dalam buku berjudul Kejahatan Jabatan dan Kejahatan Jabatan Tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi (2009) oleh Lamintang, pengertian gratifikasi adalah bisa diartikan sebagai “menerima hadiah” yang dalam bahasa Belanda disebut gift. Kata gift sebagai sumber istilah gratifikasi adalah berupa kata kerja “geven” yang artinya memberi, lalu gift adalah pemberian, yang memiliki pengertian lebih luas daripada sekadar hadiah.

Wujud pemberian seperti apa saja yang bisa mewakili pengertian gratifikasi itu?

Dalam buku berjudul Buku Saku Memahami Gratifikasi (2014), wujud pemberian dari gratifikasi tertuang dalam Pasal 12 B Ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Pengertian gratifikasi adalah pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.

Meski pengertian gratifikasi adalah mengarah pada definisi pemberian atau hadiah dan tidak secara spesifik menyebut suap, sebenarnya gratifikasi salah satu biang atau sebab utama terjadinya tindakan suap hingga korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam situs website resminya, menjelaskan pengertian gratifikasi adalah suap yang tertunda atau suap terselubung.

Berasal dari sinilah kemudian pengertian gratifikasi adalah berupa tindak pidana baru. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menjelaskan pengertian gratifikasi adalah dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai pegawai negeri atau penyelenggara Negara.

Kemudian dijelaskan lebih mendalam lagi, pengertian gratifikasi adalah dianggap bukan suap apabila penerima gratifikasi melapokan pada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu yang ditentukan dan apabila tidak melaporkan dianggap suap. Itulah pengertian gratifikasi yang perlu dipahami.

3 dari 4 halaman

Pengertian Gratifikasi Menurut Para Ahli

Apabila sudah memahami tentang pengertian gratifikasi secara umum, kemudian ketahui pengertian gratifikasi menurut para ahli. Ini penjelasan pengertian gratifikasi menurut para ahli melansir dari Kemdikbud:

1. Pengertian Gratifikasi Menurut Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Eddy Omar Syarif, SH., MH.

Pengertian gratifikasi adalah bisa dipahami dari perbedaan gratifikasi dan suap. Perbedaan keduanya terletak pada ada atau tidak meeting of mind pada saat penerimaan.

Pada tindak pidana suap, terdapat meeting of mind antara pemberi dan penerima suap, sedangkan pada tindak pidana gratifikasi tidak terdapat meeting of mind antara pemberi dan penerima.

Meeting of mind merupakan nama lain dari konsensus atau hal yang bersifat transaksional.

2. Pengertian Gratifikasi Menurut Dosen Fakultas Hukum Pidana Universitas Brawijaya, Drs. Adami Chazawi, SH.

Pengertian gratifikasi adalah bisa dipahami dari perbedaan delik gratifikasi dengan suap. Ketentuan tentang gratifikasi belum ada niat jahat (mens rea) pihak penerima pada saat uang atau barang diterima.

Niat jahat dinilai ada ketika gratifikasi tersebut tidak dilaporkan dalam jangka waktu 30 hari kerja, sehingga setelah melewati waktu tersebut dianggap suap sampai dibuktikan sebaliknya. Sedangkan pada ketentuan tentang suap, pihak penerima telah mempunyai niat jahat pada saat uang atau barang diterima.

3. Pengertian Gratifikasi Menurut Mantan Ketua Muda Pidana Khusus dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, Djoko Sarwoko, SH, MH.

Pengertian gratifikasi adalah bisa dipahami dari contoh kasus yang terjadi. Dalam kasus tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK, ketika tersangka melaporkan setelah ditangkap KPK sedangkan perbuatan yang mengindikasikan meeting of mind sudah terjadi, maka itu tidak bisa disebut gratifikasi.

Pelaporan gratifikasi dalam jangka waktu 30 hari tersebut harus ditekankan pada kesadaran dan kejujuran dengan itikad baik. Dalam suap penerimaan sesuatu dikaitkan dengan untuk berbuat atau tidak berbuat yang terkait dengan jabatannya. Gratifikasi dapat disamakan dengan konsep self assessment seperti kasus perpajakan yang berbasis pada kejujuran seseorang.

Kemudian bagaimana dengan sanksi dari perbuatan sesuai pengertin gratifikasi itu?

Sanksi dari perbuatan gratifikasi adalah tertuang dalam 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001. Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

4 dari 4 halaman

Pihak yang Wajib Lapor Gratifikasi

Pengertian gratifikasi adalah tindakan pemberian hadiah yang menjadi akar korupsi. Ini mengapa penting bagi beberapa pihak yang bekerja dalam lingkup pemerintahan melaporkan tindakan gratifikasi yang diterimanya. Apabila tidak dilaporkan, maka gratifikasi termasuk dalam korupsi.

KPK dalam keterangan resminya menjabarkan pihak-pihak yang wajib melaporkan gratifikasi. Keterangan ini dilandasi dari Undang-Undang yang berlaku, berikut penjelasannya:

1. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II pasal 2, penyelenggara negara yang dilarang menerima gratifikasi meliputi:

- Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara

- Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara

- Menteri

- Gubernur

- Hakim

2. Pejabat Negara lainnya yang dilarang menerima gratifikasi adalah:

- Duta Besar

- Wakil Gubernur

- Bupati atau Wali Kota dan Wakilnya

3. Pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis juga dilarang menerima gratifikasi, yaitu:

- Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD

- Pimpinan Bank Indonesia

- Pimpinan Perguruan Tinggi

- Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer

- Jaksa

- Penyidik

- Panitera Pengadilan

- Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek

- Pegawai Negeri

4. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan No. 20 tahun 2001, pegawai negeri yang dilarang menerima gratifikasi meliputi :

- Pegawai pada MA, MK

- Pegawai pada Lembaga Kementerian/Departemen & LPND

- Pegawai pada Kejagung

- Pegawai pada Bank Indonesia

- Pimpinan dan Pegawai pada Sekretariat MPR/DPR/DPD/DPRD Propinsi/Dati II

- Pegawai pada Perguruan Tinggi

- Pegawai pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Keppres maupun PP

- Pimpinan dan pegawai pada Sekr. Presiden, Sekr. Wk. Presiden, Sekkab dan Sekmil

- Pegawai pada BUMN dan BUMD

- Pegawai pada Badan Peradilan

- Anggota TNI dan POLRI serta Pegawai Sipil di lingkungan TNI dan POLRI

- Pimpinan dan Pegawai dilingkungan Pemda Dati I dan Dati II