Liputan6.com, Jakarta Lebih dari 1,3 miliar ton sampah plastik akan mengalir ke lautan dan daratan dunia dalam dua dekade mendatang. Meskipun komunitas global bekerja untuk mengekang penggunaan plastik, sekitar 710 juta metrik ton plastik akan dibuang pada tahun 2040, lapor Siakap Keli.
Baca Juga
Advertisement
Hal ini dikhawatirkan oleh banyak pihak karena dampaknya akan merusak lingkungan. Berbagai upaya telah dilakukan, seperti mengubah penggunaan plastik menjadi kertas. Namun, tidak semua mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Dari sekian banyak upaya yang dilakukan, ada satu yang menarik perhatian masyarakat karena upaya ini tidak berdampak besar terhadap lingkungan. Video berdurasi 42 detik yang ditayangkan oleh World Economic Forum berhasil memukau publik dan juga setuju dengan inovasi baru yang diperkenalkan.
Dilansir Liputan6.com dari Siakap Keli, Selasa (11/10/2022), seorang mahasiswa asal Islandia menciptakan semacam botol ramah lingkungan yang didesain menggunakan alga jelly. Tidak bertahan lama dan akan mulai 'mengurai' begitu airnya dikonsumsi oleh peminumnya.
Botol dari alga jelly bisa terurai sendiri atau dihilangkan dengan memakannya
Jelly akan didinginkan dalam cetakan berbentuk botol dan membutuhkan cairan untuk mempertahankan bentuknya. Desainnya yang unik, ketika botol dikosongkan maka akan rusak menunjukkan bahwa botol tersebut bisa dibuang dan juga bisa dihilangkan dengan memakannya.
Sulit dipercaya, tetapi alga atau ganggang jelly dapat dimakan karena memiliki protein nutrisi seperti vitamin B12 dan zat besi. Percaya atau tidak, suatu hari botol air itu mungkin mulai terurai setelah diminum.
Advertisement
Idenya terinspirasi dari jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari
Gagasan mahasiswa Islandia Ari Jónsson, di mana ia telah mempelajari kekuatan dan kelemahan bahan untuk membuat botol yang tidak berkontribusi pada limbah TPA. Jónsson mengatakan dia terinspirasi setelah membaca tentang jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari.
"Saya membaca bahwa 50 persen plastik digunakan sekali dan kemudian dibuang, saya merasa perlu melakukan perubahan untuk menemukan cara mengganti plastik," katanya kepada Dezeen Magazine, dikutip dari Siakap Keli pada Selasa (11/10/2022).
Pada tahun 2050, laporan forum ekonomi dunia memperkirakan bahwa akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di laut dan plastik perlu diganti dengan bahan yang dapat terurai untuk menghentikan pembuangan limbah secara besar-besaran.