Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyatakan resesi global sudah pasti terjadi tahun depan, yakni tahun 2023. Survei Bloomberg, potensi Indonesia mengalami resesi sekitar 3 persen dan menjadi satu dari 15 negara yang berpotensi mengalami resesi di 2023. Presiden Joko Widodo pun mengungap hal yang sama.
Baca Juga
Advertisement
Jokowi menyatakan tahun 2023 telah diprediksi menjadi tahun gelap pengaruh dari krisis ekonomi, pangan, hingga energi. Indonesia menjadi negara yang pasti terdampak dengan resesi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam keterangan resminya menjelaskan, resesi adalah kondisi di mana perekonomian suatu negara sedang memburuk. Tanda-tanda resesi terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif, jumlah pengangguran meningkat, dan pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuratal berturut-turut.
Ada enam prediksi penyebab resesi di Indonesia 2023 yang perlu diketahui. Indonesia berpotensi menghadapi resesi karena keadaan ekonomi global buruk, adanya kenaikan suku bunga bank dari dampak inflasi, terjadinya krisis pangan dan krisis energi, serta terjadinya ketidakpastian pasar dan beban utang.
Apa dampak resesi? Masih melansir dari sumber yang sama, dampak resesi adalah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kinerja intrumen investasi menurun dan banyak investor menempatkan dana investasi ke yang lebih aman. Kemudian, akan terjadi pelemahan daya beli masyarakat.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam enam penyebab resesi di Indonesia 2023 dan penjelasannya, Selasa (11/10/2022).
Penyebab Resesi di Indonesia 2023 dan Penjelasannya
1. Pengaruh Keadaan Ekonomi Global
Prediksi, penyebab resesi di Indonesia tahun 2023 adalah pengaruh keadaan ekonomi global yang memburuk. Indonesia paling berisiko mengalami dampak resesi parah karena masuk kategori negara berkembang.
Resesi 2023 diprediksi akan lebih parah daripada krisis yang sempat terjadi pada 2007-2009. Prediksi resesi ini dirilis secara resmi oleh UN Conference on Trade and Development (UNCTAD). Bahwa, semua kawasan di dunia akan terdampak, terutama negara-negara berkembang.
“UNCTAD memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat ke 2,5 persen di 2022 dan jatuh ke 2,2 persen di 2023,” mengutip dari laporan resmi UNCTAD pada Rabu (5/10/2022).
Data UNCTAD pun merilis data, Indonesia akan menjadi negara pada tingkatan kedua di negara G20 yang paling rugi dalam hal kehilangan potensi ekonomi. Ini memperkuat dugaan Indonesia harus bersiap menghadapi resesi 2023.
2. Kenaikan Suku Bunga Bank
Kenaikan suku bunga bank diprediksi bisa menjadi penyebab resesi di Indonesia 2023 mendatang. Pemicu utamanya, kenaikan suku bunga bank secara global. OJK dalam keterangan tertulisnya menjelaskan suku bunga bank adalah harga yang dibayar oleh bank kepada nasabah dan sebaliknya. Ada bunga simpanan dan bunga pinjaman.
Kenaikan suku bunga bank sentral semakin terlihat nyata, di mulai dari bank sentral Amerika Serikat, The Fed mulai September 2022. Kemudian, Bank Indonesia (BI) turut menaikkan suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen. Beserta menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 50 bps menjadi 3.5 persen, sedangkan suku bunga lending facility naik sebesar 50 bps menjadi 5 persen.
Adanya kenaikan suku bunga ini menjadi respon dari inflasi dunia yang memanas. Melansir dari Antara, Bank Dunia telah memperingatkan pada Kamis (15/9/2022) bahwa dunia sedang bergerak menuju resesi global pada 2023. Ini dibuktikan dengan bank-bank sentral di seluruh dunia yang telah menaikkan suku bunga yang juga akan berlanjut hingga tahun depan.
Advertisement
Penyebab Resesi di Indonesia 2023 dan Penjelasannya
3. Krisis Pangan dan Energi
Penyebab resesi di Indonesia tahun 2023 juga diprediksi karena terjadinya krisis pangan dan energi yang dipicu terlebih dahulu di negara-negara maju. Krisis pangan dan energi akan menjadi penyebab resesi di Indonesia karena kegiatan ekspor-impor pasti akan dibatasi.
Presiden Joko Widodo dalam sambutan Pembukaan Dies Natalis ke-59 Institut Pertanian Bogor (IPB) secara virtual pada Kamis (1/9/2022), mengungkap krisis kemanusiaan benar ada di depan mata, sebanyak 345 juta penduduk dunia di 82 negara mengalami kerawanan pangan yang sangat serius.
Jokowi menyampaikan kenaikan indeks harga pangan global sudah mencapai rekor tertinggi, begitu pula biaya logistik di jalur laut melonjak tiga kali lipat. Krisis pangan yang menjadi penyebab resesi ini dipengaruhi perubahan iklim dan dinamika geopolitik global seperti konflik Rusia dan Ukraina.
Meski demikian, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tren sektor pangan di Indonesia masih berada di posisi aman. Akan tetapi, tidak untuk krisis energi seperti BBM karena Indonesia masih impor. Kondisi kenaikan harga BBM dan LPG non subsidi di Indonesia tak bisa dihindari karena imbas dari tingginya harga minyak mentah dunia yang sudah melebihi US$ 100 per barel akibat perang Rusia dan Ukraina.
Kondisinya cukup berbeda dengan energi listrik, karena sejatinya Indonesia masih mengandalkan PLTU dengan batu bara. Ada lima negara (Belanda, Jerman, Austria, Denmark, dan Swedia) yang mulai mengalihkan kebutuhan gas untuk pembangkit listrik ke batu bara dengan mengaktifkan kembali PLTU. Hal ini dilakukan karena banyak negara sudah membatasi impor dan mengamankan pasokan energi masing-masing.
4. Ketidakpastian Pasar dan Utang
Prediksi penyebab resesi di Indonesia 2023 selanjutnya adalah adanya ketidakpastian pasar dan utang yang menghantui baik dari pengusaha, negara, atau pribadi.
Ekonom Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita kepada Liputan6.com pada (29/9/2022) menjelaskan ini berpengaruh dari terjadinya pelemahan permintaan atas komoditas ekspor nasional. Banyak negara yang menjadi destinasi ekspor Indonesia cenderung menurunkan permintaan, seperti Amerika, China, dan Uni Eropa.
Selain ketidakpastian pasar, risiko penyebab resesi di Indonesia juga dipengaruhi oleh utang, ini bermula dari ketidakpastiaan keadaan seperti Pandemi COVID-19. Lalu, tak hanya dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga, melainkan dipengaruhi pula oleh sulitnya pemulihan ekonomi global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pembukaan Finance Minister and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting G20, Nusa Dua, Bali pada Jumat (15/7/2022), mengungkap sudah ada banyak negara berpenghasilan rendah berada dalam kondisi sulit karena utang.
Kemudian, negara berkembang lainnya memiliki potensi tak mampu membayar utangnya tahun depan. Tercatat, Bank Dunia baru-baru ini menerbitkan laporan Statistik Utang Internasional. Tercatat Indonesia masuk dalam daftar 10 negara teratas dengan utang terbesar dalam kategori negara-negara berpendapatan kecil.