Liputan6.com, Jakarta Proteksi adalah istilah yang biasanya digunakan publik untuk mengungkapkan perlindungan terhadap suatu produk. Proteksi ini menjadi salah satu yang kerap kali ada saat kita membeli barang maupun jasa tertentu.
Baca Juga
Advertisement
Proteksi adalah istilah yang biasa digunakan dalam berbagai konteks, baik kesehatan, teknologi, hingga perdagangan. Makna proteksi untuk berbagai konteks yang dibicarakan tetap sama yakni sistem pengamanan.
Untuk lebih paham, berikut ini Liputan6.com ulas mengenai pengertian proteksi dan tujuannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Senin (9/1/2023).
Pengertian Proteksi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pengertian proteksi adalah perlindungan terhadap suatu barang atau jasa baik dalam perdagangan, industri, kesehatan, dan masih banyak yang lainnya.
Proteksi dalam dunia industri perdagangan adalah layanan yang diberikan oleh pihak penjual kepada para pembelinya. Tujuan utama dari adanya proteksi dalam industri perdagangan adalah untuk melidungi barang yang akan dijual dari risiko tertentu.
Risiko barang akan rusak kemungkinan besar terjadi karena ledakan, bencana alam, sambaran petir, kebakaran, hingga pencurian. Adanya proteksi pada produk juga bisa melindungi konsumen dari kelalaian pihak penjual saat barang yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Dengan begitu, pembeli tidak akan merasa dirugikan.
Sedangkan pada konteks perbankan, proteksi adalah jaminan yang diberikan bank kepada nasabahnya yang biasanya berupa asuransi. Adapun berbagai macam jaminan asuransi yang diberikan seperti asuransi jiwa, kesehatan hingga pendidikan.
Sementara itu dalam konteks teknologi, pengertian proteksi adalah cara untuk mencegah kerusakan peralatan terhadap gangguan, sehingga kelangsungan penyaluran tenaga listrik dapat dipertahankan.
Advertisement
Jenis-Jenis Proteksi Produk
Berikut ini beberapa jenis-jenis proteksi produk yang bisa diketahui, antara lain:
1. Ganti rugi barang atau jasa
Jenis perlindungan yang pertama adalah ganti rugi barang atau jasa. Perlindungan ini diberlakukan jika produk yang diterima dalam keadaan rusak berat atau rusak parah sehingga anda harus mengajukan ganti rugi berupa ganti barang. Tingkat kerusakan yang bisa diterima oleh penjual rata-rata antara 70-80% dan bisa diakibatkan oleh kesalahan penjual maupun pihak ekspedisi pengiriman. Oleh karena itu, saat menerima paket barang saat berbelanja, selalu disarankan untuk melakukan unboxing. Tujuannya agar pihak penjual mengetahui kondisi barang yang dijualnya dengan jelas sebelum digunakan oleh pembeli. Kekurangan dari jenis perlindungan ini adalah biasanya diminta untuk mengirimkan ulang barang tersebut kembali.
2. Ganti rugi secara finansial
Jenis yang selanjutnya yakni ganti rugi secara finansial. Tak jauh berbeda dengan jenis yang pertama, untuk jenis ganti rugi secara finansial ini juga diberlakukan jika produk yang diterima mengalami kerusakan atau cacat di atas 70-80% lebih.
Perbedaannya adalah barang yang mengalami kerusakan tersebut digantikan dengan sejumlah dana yang sesuai dengan harga nilai barang. Dana nantinya dikirimkan melalui sistem transfer bank ke rekening sebagai ganti rugi dari kerusakan barang.
3. Perawatan dan pelayanan
Jenis perlindungan yang berikutnya adalah perawatan dan pelayanan. Berbeda dengan kedua jenis layanan proteksi yang ada di atas, jenis ini tidak perlu mengirimkan barang kembali pada penjual. Jadi, ada orang yang dikirimkan diharuskan untuk melakukan perawatan terhadap barang yang rusak tersebut. Jenis proteksi ini kebanyakan diberlakukan pada pembelian produk elektronik dan gadget.
Dasar Hukum dan Tujuan Adanya Proteksi di Indonesia
Terwujudnya dan terlaksananya proteksi di Indonesia, baik itu proteksi melalui sarana tarif maupun non tarif dilakukan berdasarkan peraturan dan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam beberapa undang-undang dan surat keputusan menteri serta peraturan pemerintah Iainnya, yakni :
1. Undang-undang tarif di Indonesia, Stbl 1873 No.35 sebagaimana telah diubah dan ditambah.
2. Ordinatie Bea Stbl 1931 No.471 sebagaimana telah diubah dan ditambah.
3. Peraturan Pemerintah Indonesia No.6 Tahun 1969 tentang kewenangan penetapan bea masuk.
4. Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 1973 tentang pemberlakuan buku tarif Brussels Tarif Nomenclature (BTN).
5. Buku tarif bea masuk tahun 1980.
6. Keputusan Menteri Keuangan Republik lndonesia No.433/KMK.05/1978 dan No.410/KMK.05/1979 tentang penurunan Bea rnasuk PPn impor atas bahan baku dan bahan penolong.
7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.434/KMK.05/1978 tentang fasilitas pembebasan dan Hak Pembebasan Bea Masuk dan PPn Impor dan MPO Impor (Wapun ) dari bahan baku dan bahan penolong serta suku cadang yang digunakan dalam pembuatan hasil industri yang diekspor.
8. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.185/KMK.05/1979 tentang perubahan tarif advalorem menjadi tarif spesifik atas beberapa jenis barang impor serta beberapa SK penyempurnaan.
9. Surat Keputusan Menteri Keuangan No.253/KMK.05/1985 tentang pemberlakukan buku Bea Masuk hldonesia tahun 1985.
10. Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.334/Kp/X/1971 clan No.29/Kp/I/1982 tentang paket larangan impor (kuota).
11. Surat Keputusan Menteri Perindustrian No.51 7 /M/SK/ 11 /1980 tentang pelarangan industri besar atau sedang untuk membuka bidang usaha yang telah dicadangkan untuk kegiatan industri kecil atau kerajinan.
Advertisement