Sukses

5 Cara Melaporkan Kasus KDRT yang Mudah, Pahami Sistem Penegakan Hukumnya

Cara melaporkan kasus KDRT bisa ke Komnas Perempuan atau pengaduan langsung ke Polisi.

Liputan6.com, Jakarta KDRT merupakan bentuk kekerasan yang umumnya dilakukan berbasis gender, dan kerap terjadi di ranah personal. Kekerasan ini juga banyak terjadi dalam hubungan relasi secara personal, baik itu tindak kekerasan terhadap suami sama istri, ayah terhadap anak dan tindak kekerasan lainnya. Ketika Anda mendapatkan tindakan semena-mena seperti ini, maka ada beberapa cara melaporkan kasus KDRT yang mudah untuk dilakukan.

Cara melaporkan kasus KDRT bisa ke Komnas Perempuan atau pengaduan langsung ke Polisi. Hal ini karena KDRT juga memungkinkan pelakunya, menggunakan berbagai perilaku kasar terhadap korban yang mengakibatkan cedera fisik. Perlu diketahui bahwa KDRT tidak hanya sebatas kekerasan fisik seperti melakukan pukulan, namun kekerasan verbal yang disadarkan tingkah laku atau perkataan.

KDRT memungkinkan psikis korban terganggu, sehingga mengakibatkan ketakutan, rasa tidak berdaya, hingga kepercayaan diri menurun. Dalam permasalahan rumah tangga, isu KDRT kerap kali terjadi dan korbannya bukan hanya perempuan, namun ada juga laki-laki. Berikut ini cara melaporkan kasus KDRT yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (10/1/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengenal KDRT

KDRT atau domestic violence adalah salah satu tindakan kekerasan berbasis gender, yang terjadi di ranah personal. Melansir dari laman Komnas Perempuan, kekerasan ini umumnya banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, dimana pelaku adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban, baik itu suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek terhadap cucu. KDRT juga dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah.

Pasal 1 UU PKDRT mendefinisikan KDRT sebagai,

"Perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga."

Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Adanya penghapusan KDRT merupakan jaminan yang diberikan oleh negara, untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. (Pasal 1 ayat (2)).

Kendati menekankan pada korban perempuan, undang-undang ini melindungi semua orang tanpa memandang jenis kelamin. Sebagaimana tertuang dalam pasal 2 ayat (1) yang termasuk dalam ruang lingkup dan dilindungi dalam UU PKDRT adalah:

a. Suami, isteri, dan anak. 

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluargadengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalamrumah tangga, dan/atau

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

3 dari 4 halaman

Cara Melaporkan Kasus KDRT

1. Cara melaporkan kasus KDRT ke Polisi

- Saat mengalami kekerasan dalam rumah tangga, maka dengan mudah Anda bisa melapor pada Polres, dan akan diarahkan ke bagian unit perempuan dan anak.

- Anda akan dimintai keterangan sebagai saksi, namun jangan lupa untuk menyertakan bukti yang ada guna mendukung laporan, misalnya hasil visum atau CCTV terjadinya kekerasan.

- Polisi nantinya akan meningkatkan status pihak “terlapor” menjadi “tersangka”, minimal jika sudah ada 2 alat bukti.

- Jangan lupa juga untuk mencatat nama penyidik yang menangani kasus Anda guna memudahkan melacak perkembangan penanganan kasus.

2. Cara melaporkan kasus KDRT secara online

- Cara melaporkan kasus KDRT bisa Anda lakukan secara online. 

- Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sudah mengeluarkan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA129) pada 8 Maret 2020 yang mana bisa Anda akses menggunakan telepon 129 dan whatsapp 08111129129.

- Adapun layanan ini berisi pengaduan, pengelolaan kasus, penjangkauan, akses penampungan sementara, mediasi hingga pendampingan.

3. Cara melaporkan kasus KDRT ke Komnas Perempuan

- Pengaduan pada Komnas Perempuan sekarang bisa dilakukan secara daring melalui email atau media sosial.

- Komnas Perempuan juga menyediakan layanan media sosial, di mana Anda bisa melaporkan KDRT melalui direct message seperti di Twitter, Facebook dan Instagram.

- Laporan yang masuk akan diproses selama 1x24 jam, atau lebih cepat bergantung pada banyaknya aduan yang masuk.

- Untuk pengaduan melalui email atau media sosial bisa dilakukan dengan menceritakan kronologi kejadian KDRT yang Anda alami.

- Namun sebelum melaporkan KDRT, lebih baik jika Anda memiliki bukti adanya KDRT seperti bekas luka atau dokumentasi lainnya.

4. Cara melaporkan kasus KDRT ke (P2TP2A)

- Cara melaporkan kasus KDRT bisa dilakukan melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A.

- Anda bisa mendatangi secara langsung ke kantor UPT P2TP2A DKI Jakarta, atau juga bisa melalui hotline 081317617622.

- P2TP2A juga menyediakan lyanan yang bisa Anda gunakan, ketika ingin membuat janji terlebih dahulu melalui 081317617622.

- Sebelum melaporkan tindak kekerasan dalam rumah tangga, siapkan dokumen seperti Identitas diri KTP dan KK

- Membawa buku nikah, serta siapkan keterangan lengkap mengenai kronologinya.

5. Cara melaporkan kasus KDRT ke Kementerian Sosial

Kementerian Sosial Indonesia juga menyediakan kontak yang bisa digunakan untuk menyampaikan pengaduan Anda terkait KDRT. Caranya adalah melalui www.lapor.go.id atau juga bisa melakukan sms pada 1708 dengan format “Kemsos (spasi) aduan”

4 dari 4 halaman

Penegakan Hukum Kasus KDRT

Terdapat beberapa perlindungan hukum yang telah diatur dalam UU Penghapusan KDRT, berikut penjelasannya:

- Penerapan Ancaman Pidana Penjara dan Denda

Dari hasil pemantauan terhadap kasus-kasus KDRT di Jakarta, Bogor Tangerang, Depok dan Bekasi, penegakan hukumnya selain menggunakan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, juga menggunakan KUHP dan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam putusan Pengadilan dengan sanksi pidana penjara yang lebih tinggi hingga 6 tahun, diputuskan terhadap sejumlah kasus dalam relasi KDRT, yang didakwa dan dituntut dengan menggunakan pasal-pasal KUHP (pasal 351, 352, 285, 286 jo 287, 289 & 335 untuk kasus penganiayaan anak dan perkosaan anak) pasal 81 & 82 UU No. 23 tahun 2002 dan pasal 287 & 288 KUHP untuk kasus perkosaan anak. B

- Penerapan Pidana Tambahan

Mleansir dari laman Komnas Perempuan dan Anak, hingga kini belum ada putusan Pengadilan yang menjatuhkan hukuman pidana tambahan terhadap pelaku KDRT sebagaimana yang diatur oleh UU No. 23 tahun 2004. Pasal 50 UU tersebut mengatur:

“Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini, Hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku. 

b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.”

Inisiatif untuk merancang program dan menyenggarakan konseling bagi pelaku KDRT sudah dimulai oleh Mitra Perempuan, yang bekerjasama dengan sejumlah konselor laki-laki dari profesi terkait dan petugas BAPAS yang mempersiapkan modul untuk layanan konseling yang dibutuhkan.

- Penerapan Perlindungan Bagi Korban oleh Pengadilan

Salah satu bentuk perlindungan hukum yang dirancang secara khusus untuk merespon kebutuhan korban kejahatan KDRT dan anggota keluarganya, adalah penetapan yang berisi perintah perlindungan yang dapat ditetapkan oleh Pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal-pasal 28-38 UU No. 23 tahun 2004. Ketua Pengadilan wajib mengeluarkan surat penetapan yang beisi perintah perlindungan tersebut dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat permohonan kecuali ada alasan yang patut (pasal 28). 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.