Sukses

Musafir Adalah Seseorang yang Melakukan Perjalanan Jauh, Ketahui Ketentuannya

Dalam Islam, seorang musafir adalah orang yang melakukan perjalanan jauh dan memiliki hak-hak serta keringanan yang dapat dimanfaatkan

Liputan6.com, Jakarta Musafir adalah seseorang yang melakukan perjalanan demi mencapai tujuan tertentu, dengan menempuh jarak yang kurang dari 85 Kilometer. Dalam melakukan perjalanan, ada tata cara salat yang perlu untuk diketahui, serta apa saja yang boleh dilakukan saat berada dalam situasi darurat. Oleh karena itu, untuk melaksanakan ibadah Allah SWT tidak pernah menyulitkan umatNya, serta selalu memudahkan ibadah salat ketika melakukan perjalanan jauh atau musafir.

Salah satu keringanan bagi musafir adalah boleh berbuka ketika bulan Ramadhan. Sebagaimana kita tahu bahwa safar di zaman dahulu memberatkan, tidak ada tempat makan dan minum serta tidak ada tempat penginapan. Keadaan yang memberatkan inilah yang membuat musafir mendapatkan keringanan.

Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ ، يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ

“Safar merupakan sebagian dari siksaan, karena menghalangi seseorang di antara kalian untuk bisa menikmati makan, minum, dan tidur. Jika di antara kalian telah menyelesaikan keperluannya, maka hendaklah dia segera kembali ke keluarganya” (HR. Bukhari no. 1804 dan Muslim no. 1927).

Musafir adalah seseorang yang melakukan perjalanan, yang dalam Fiqh Mazhab Syafi orang yang dalam perjalanan panjang dibolehkan mengqashar (meringkas) shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Artinya saat dalam masa perjalanan panjang itu dibolehkan mengerjakan shalat empat rakaat dengan diringkas dua rakaat saja. Dalil yang menunjukkan atas boleh diringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat dalam perjalanan jauh adalah Q.S. al-Nisa’: 101 dan hadis riwayat Muslim nomor 686, 690 dan Bukhari nomor 1039.

Adapun shalat Magrib maka tidak dibolehkan qashar karena ada hadis Nabi yang menunjukkan tidak boleh qashar, yaitu:

رأيت النبي صلى الله عليه وسلم اذا أعجله السير يؤخر المغرب فيصلّيها ثلاثا. رواه البخاري

“Aku lihat Nabi saw. apabila Ia bergegas dalam perjalanan maka Ia mengakhirkan shalat Magrib, lalu mengerjakannya tiga rakaat”.

Berikut ini adab dan syarat bagi seorang musafir yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (16/1/2023). 

2 dari 4 halaman

Salat Seorang Musafir

1. Meringkas Salat

Meringkas shalat (qoshor) dimana shalat empat rakaat diringkas menjadi dua rakaat ketika safar disyariatkan. Dalil-dalil tentang masalah ini di antaranya:Allah berfirman:

وَاِذَاضَرَبْتُمْ فِى اْلاَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَقْصُرُوْا مِنَ الصَّلَوٰةِ اِنْ خِفْتُمْ اَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا اِنَّ اْلكفِرِيْنَ كَانُوْالَكُمْ عَدُوًّامُّبِيْنًا

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu meng-qoshor sholat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. An Nisa’: 101)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

أَنَّ الصَّلاَةَ أَوَّلُ مَافُرِضَتْ رَكْعَتَيْنِ،فَأُقِرَّتْ صَلاَةُ السَّفَرِوَأُتِمَّتْ صَلاَةُ الحَضَرِ

“Pertama kali sholat diwajibkan adalah dua raka’at, maka tetaplah sholat musafir dua raka’at dan shalat orang yang muqim (menetap) sempurna (empat raka’at).” (HR. Al Bukhari: 1090 dan Muslim:685)

2. Menjama’ (Menggabung) Dua Salat

Termasuk kesempurnaan rahmat Allah bagi seorang musafir adalah diberi keringanan untuk menjama’ dua shalat di salah satu waktunya. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلاَةِ الظُّهْرِ وَالعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَاْلعِشَاءِ

Apabila dalam perjalanan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama’ shalat Zhuhur dengan Asar serta Maghrib dengan ‘Isya’.” (HR. Al Bukhari:1107 dan Muslim:704)

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Boleh menjama’ shalat Zhuhur dan Asar di salah satu waktu keduanya sesuai kehendaknya. Demikian pula shalat Maghrib dan ‘Isya’, baik safarnya jauh atau dekat.” (Syarh Shahih Muslim 6/331)

Imam Ibnu Qudamah rahimahulah berkata, “Boleh menjama’ antara Zhuhur dan Asar serta Maghrib dan ‘Isya’ pada salah satu waktu keduanya.” (Al Muqni’ 5/84)

Shalat yang boleh dijama’ adalah shalat Zhuhur dengan Asar serta shalat Maghrib dengan ‘Isya’. Adapun shalat shubuh tidak boleh dijama’ dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya. Demikian pula tidak boleh menjama’ shalat asar dengan maghrib. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ النَّبِيُّ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيْغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا وَإِذَا زَاغَتْ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ.

“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berangkat sebelum matahari tergelincir maka beliau mengakhirkan shalat Zhuhur hingga Asar kemudian menjama’ keduanya. Apabila beliau berangkat setelah Zhuhur maka beliau shalat Zhuhur kemudian baru berangkat.” (HR. Al Bukhari:1111 dan Muslim:704)

3.  Shalat Berjama’ah (Terutama Bagi Laki-Laki)

Shalat berjama’ah tetap disyariatkan ketika safar. Bahkan para ulama mengatakan bahwa hukum shalat berjama’ah tidak berubah baik ketika safar maupun muqim berdasarkan dalil-dalil berikut:

a. Al Qur’an. Allah berfirman

﴿وَاِذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَاَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَوٰةَ فَلْتَقُمْ طَآ ئِفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوۤاْ اَسْلِحَتَهُمْ ﴾

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (sholat) besertamu dan menyandang senjata.” (Qs. An Nisa’: 102)

b. As-Sunnah

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa tetap shalat berjama’ah ketika safar sebagaimana dalam kisah tertidurnya beliau bersama para shahabatnya ketika safar hingga lewat waktu shubuh. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al Bukhari:631)

 

 

 

3 dari 4 halaman

Syarat-Syarat Mengqashar Salat

Musafir adalah salah satu kondisi yang diperbolehkan seseorang mengqashar salatnya. Bagi seorang musafir, dibolehkan mengqashar shalatnya yang empat rakaat itu apabila terpenuhi syarat-syarat berikut:

- Tetap dalam perjalanan, belum sampai ke tempat tujuan.

- Perjalanannya ke suatu tempat yang diketahui daerahnya.

- Terpelihara dari hal-hal yang menafikan niat qashar dalam salat.

- Perjalanannya untuk tujuan yang baik dalam agama, baik hukumnya wajib, sunnah atau mubah.

- Adapun perjalanan yang tidak ada tujuan, seperti perjalanan jauh dalam rangka keliling Negara maka tidak boleh qashar.

- Jarak perjalanannya sejauh 16 farsakh atau 81 KM menurut dalam kitab al-Tadzhib fi Adillah Matan al-Ghayah wa al-Taqrib.

- Shalat qashar yang dikerjakan dalam perjalanan itu shalat tunai, bukan shalat qadha yang tertinggal sebelum perjalanan.

- Harus ada niat qashar dalam hati ketika berniat shalat qashar beserta takbiratul ihram. Jika dilafazkan bunyinya adalah

اُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا ِللهِ تَعَالَى

“Sengaja saya mengerjakan shalat Zuhur dua rakaat dengan qashar karena Allah taala”.

4 dari 4 halaman

Adab Seorang Musafir

Musafir adalah kondisi yang juga harus disertai adab dan akidah yang baik. Berikut adab baik seorang musafir:

- Melakukan perjalanan bersama teman

Anjuran tersebut berdasarkan dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda:

لو يعلمُ الناسُ ما في الوَحْدَةِ ما أعلَمُ، ما سار راكبٌ بليلٍ وَحْدَه

Artinya: “Andaikan orang-orang mengetahui akibat dari bersafar sendirian sebagaimana yang aku ketahui, maka mereka tidak akan bersafar di malam hari sendirian.” (HR. Bukhari: 2998)

Maka bersafar sendirian berdasarkan hadits tersebut kurang dianjurkan karena pasti ada kemungkinan yang melatarbelakangi.

- Mencari teman safar yang baik

Rasulullah SAW bersabda:

ثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

Artinya: “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi, penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya, sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari: 5534 dan Muslim: 2628)

Iman seseorang pada umumnya dilihat dari keimanan teman dekatnya, maka hendaklah melihat siapa teman yang baik ketika bersafar.

- Boleh menjamak salat

Berdasarkan dari Abdullah bin Abbas ra, beliau mengatakan:

جمع رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ بين الظهرِ والعصرِ ، والمغربِ والعشاءِ بالمدينةِ من غيرِ خوفٍ ولا مطرٍ

Artinya: “Rasulullah SAW menjamak shalat Zuhur dan shalat Asar, dan menjamak shalat Magrib dan Isya di Madinah padahal tidak sedang dalam ketakutan dan tidak hujan.” (HR. Muslim: 705)

Jadi dibolehkan menjamak shalat hanya ketika safar atau ketika ada kebutuhan dan uzur namun secara khusus tidak boleh dilakukan pada selain safar ataupun karena hal selain yang telah disebutkan.

- Diutamakan meng-qashar sholat

Yang mana Ibnu Umar ra, mengatakan:

صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ لَا يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ ، وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ

Artinya: “Aku biasa menemani Rasulullah SAW dan Beliau tidak pernah menambah shalat lebih dari dua rakaat dalam safar, demikian pula Abu Bakar, Umar dan Utsman, ra.” (HR. Bukhari: 1102 dan Muslim: 689)

Baca doa sebelum keluar rumah.Berdasarkan dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، قَالَ: يُقَالُ حِينَئِذٍ: هُدِيتَ، وَكُفِيتَ، وَوُقِيتَ، فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ، فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ: كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ

Artinya: “Apabila seseorang keluar dari rumahnya kemudian dia membaca doa: bismillaahi tawakkaltu ‘alallahi laa haula walaa quwwata illaa billah (dengan menyebut nama Allah, yang tidak ada daya tidak ada kekuatan kecuali atas izin Allah), maka dikatakan kepadanya, ‘Kamu akan diberi petunjuk, kamu akan dicukupi kebutuhannya, dan kamu akan dilindungi’, Seketika itu setan-setan pun menjauh darinya, Lalu salah satu setan berkata kepada temannya, ‘Bagaimana mungkin kalian bisa mengganggu orang yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi (oleh Allah)’.” (HR. Abu Daud: 5095 dan Tirmidzi: 3426)