Sukses

Macam Bidah dan Pengertiannya, Pahami Juga Aspek Dan Cara Menghindarinya

Kata Bidah berasal dari kata dasar Al-Bada yang berarti menciptakan sesuatu tanpa didahulukan, berikut ini pengertian bidah, aspek bidah, macam-macam bidah, dan cara menghindarinya.

Liputan6.com, Jakarta Bidah adalah istilah yang kerapkali kemudian menjadi polemik di antara umat Islam. Secara singkat, bidah adalah sebuah perbuatan yang tidak memiliki dasar dalam syariat Islam. Dari penjelasan ini, maka bisa juga diartikan bahwa bidah adalah perbuatan yang dilakukan tanpa adanya contoh dan hukum dalam Islam

Bidah adalah hal yang telah dimulai bahkan sejal masa nabi Muhammad SAW, dan dengan berjalannya waktu, bidah pun kian bertambah dan menyebar. Mereka yang mencoba memahami konsep Bidah dalam pengertian linguistik berpendapat bahwa akar kata bidah mencakup sesuatu yang baru dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Kata Bidah berasal dari kata dasar Al-Bada yang berarti menciptakan sesuatu tanpa didahulukan. Ini adalah semacam 'inovasi' dalam berbagai hal kehidupan, namun bidah adalah sesuatu yang tidak selalu dapat diterima. Oleh karena itu, penting untuk membedakan berbagai jenis Bidah, yang dibolehkan dan tidak.

Lebih lengkapnya, berikut ini Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pada Rabu (18/1/2023). Pengertian bidah, aspek bidah, macam-macam bidah, serta dasar aturan bidah dan cara menghindarinya.

2 dari 5 halaman

Bidah Adalah

Bidah Adalah

Kata Bidah berasal dari kata dasar Al-Bada yang berarti menciptakan sesuatu tanpa didahulukan. Ini adalah semacam 'inovasi' dalam berbagai hal kehidupan; namun itu adalah sesuatu yang tidak selalu dapat diterima. Oleh karena itu, penting untuk membedakan berbagai jenis Bidah. 

Salah satu jenis bidah yang menyangkut urusan duniawi diperbolehkan untuk dilakukan. Namun ada jenis bidah lain yang menyangkut masalah agama dan merupakan dosa besar jika dilakukan.  Berbahaya memperkenalkan hal-hal dalam agama dan ada hukuman berat bagi mereka yang terlibat dalam tindakan ini. Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW mengatakan:

“Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan kami ini yang bukan miliknya, maka ia ditolak” (Bukhari 2550).

Siapa pun yang menyembah Allah SWT dengan cara yang tidak diterima atau ditentukan dalam Islam dan tidak sesuai dengan hadits dan Sunnah Nabi SAW adalah seorang pembaharu. Pembaharuan tersebut dapat berupa sedikit perubahan konsep yang sudah menjadi bagian dari agama, seperti menambah atau mengurangi jumlah shalat atau rakaat dalam shalat dan puasa pada hari-hari yang diharamkan dalam sunnah dan hadits. 

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT memperingatkan kita tentang para penemu:

“Dan jika kamu menuruti sebagian besar dari yang ada di muka bumi, maka mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak mengikuti kecuali asumsi, dan mereka tidak lain hanyalah memalsukan.” (Al Quran Surah Al An’am :116)

Sayangnya, karena beberapa alasan, konsep Bid'ah tidak sejelas yang seharusnya bagi semua orang. Alasannya adalah banyak orang bingung tentang bid'ah yang baik atau bidah yang tidak baik. Kedua, banyak hal yang kita lakukan sekarang yang tidak dilakukan pada masa Nabi SAW. Dengan munculnya bid'ah yang begitu luas, orang-orang bingung tentang apa yang sebenarnya sunnah dan apa yang bukan sunnah dalam agama.

Kesalahpahaman ini lah yang kemudian membuat umat Islam perlu untuk mengetahui dan mengenal dasar dari bidah, dimulai dengan mengenal bidah, konsep-konsep bidah, macam-macam bidah dan aspek-aspek bidah.

3 dari 5 halaman

Macam-macam Bidah

Macam-macam Bidah

Terdapat dua macam Bid'ah yang perlu dicatat dan dipahami, yaitu: 

A. Al-bid‘ah al-haqeeqah : 

Al-bid'ah al-haqeeqah berarti inovasi yang nyata, bid'ah. Ini adalah pengenalan suatu tindakan ibadah yang tidak ada dasar dalam Islam, seperti menyentuh kuburan dan meminta bantuan dari penghuninya, atau mengambil Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai hari raya Idul Fitri. Bid'ah jenis ini tidak berasal dari Islam, dan tidak ada dasar untuk itu dalam Al-Qur'an atau As-Sunnah, dalam bentuk apapun. 

B. Al-bid'ah al-idaafiyyah: 

Ini adalah inovasi, bid'ah, dengan penambahan. Dalam bid'ah jenis ini, ada beberapa dasar untuk tindakan ibadah tertentu, sehingga tindakan itu sendiri dapat ditemukan di dalam sunnah, namun inovasi muncul dalam cara melakukannya. Ibadah itu karena melakukan ibadah yang bertentangan dengan sunnah, misalnya menentukan waktu atau tempat tertentu, atau mengulanginya beberapa kali, atau cara melakukannya atau alasan mengapa hal itu harus dilakukan. 

Perbuatan seperti itu tidak bid'ah kecuali jika dilakukan secara teratur dan berulang-ulang. Jika dilakukan hanya sekali atau dua kali tanpa mengikutinya, maka itu bukan bid'ah, misalnya, jika seseorang memutuskan untuk qiyam (sholat malam) berjamaah (jamaa'ah) pada satu atau dua kesempatan, dan tidak sebagai bagian dari Tarawih di bulan Ramadhan. 

Akan tetapi, jika mereka mewajibkan diri untuk melakukannya pada waktu atau tempat tertentu, secara teratur, maka itu menjadi bid’ah. Mengenai 'inovasi dengan tambahan' ini ash-Syatibi berkata: Kata bid'ah mengacu pada cara yang ditemukan dalam melakukan sesuatu dalam Islam yang mirip dengan apa yang ditentukan, tetapi mungkin melibatkan ekstrim di dalamnya, atau di cara yang tidak diwajibkan, seperti membaca dzikir 10.000 kali atau melakukannya bersama-sama dengan orang lain, dan sebagainya. 

4 dari 5 halaman

Aspek Bid'ah

Aspek Bid'ah

Untuk mengenali lebih dalam mana yang merupakan bidah, berikut ini adalah beberapa aspek atau konsep bid'ah yang bisa diperhatikan:

1. Setiap bidah adalah Dalalah.

Secara bahasa bida adalah sesuatu yang baru atau sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya.. Dari sudut pandang syariat, setiap bidah adalah dalil dan tidak ada bidah yang 'baik'. Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits, " setiap dalalah ada di api neraka"

Dalalah berarti sesat atau menjauh dari kebenaran. Jika kita melihat di dalam Al Quran, kita akan melihat bagaimana Allah SWT menggunakan kata 'dalalah' atau 'dal'. Itu tidak digunakan untuk orang yang melakukan dosa atau membuat kesalahan sehubungan dengan jin tetapi digunakan untuk orang-orang yang tersesat dari jalan yang lurus atau yang telah memecah belah agama. 

2. Bidah dilakukan sebagai cara untuk menyenangkan dan mendekatkan diri kepada Allah

Dengan kata lain, ketika seseorang mengikuti bidah, dia menyatakan bahwa dengan melakukan ini dia akan lebih dekat dengan Allah. Ini jauh berbeda dengan melakukan dosa. Seperti yang pernah dikatakan oleh Ahmad Ibnu Hanbal, “Pendosa (fasiq) yang paling besar dari Ahl-Sunnah Wal Jamah lebih baik daripada orang yang paling saleh dari Ahl-Bida. ”

Orang yang berdosa, paling tidak, mengetahui bahwa apapun yang dia lakukan itu salah dan tidak mengklaim bahwa itu halal dan harus dilakukan untuk menyenangkan Allah dan seterusnya. Namun, orang yang melakukan bidah tidak hanya bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah tetapi juga mengklaim bahwa apa yang dilakukannya menyenangkan Allah dan cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya. 

Dan ini adalah salah satu kebohongan terbesar yang dapat dilakukan seseorang untuk mengatakan bahwa suatu tindakan menyenangkan Allah dan tidak ada bukti dari Allah tentang klaimnya. Jadi bagian dari konsep bid’ah adalah bahwa orang yang melakukannya mengklaim bahwa hal itu disetujui oleh agama dan syariah dan dicintai oleh Allah. 

3. Bid’ah bisa dalam menciptakan tindakan baru atau menghindari suatu tindakan.

Artinya, ketika seseorang memulai suatu amalan baru yang mengatakan bahwa hal itu disetujui oleh syariat tanpa dalil adalah bid'ah. Demikian pula, ketika seseorang menghindari sesuatu yang mengklaim bahwa dengan menghindari praktik ini dan itu dia menyenangkan Allah dan tidak memiliki bukti untuk itu dari Quran atau Sunnah juga bid'ah. 

4. Apa saja yang ada di dalam syariat dapat dibuatkan bid'ah atau terkait dengannya.

Syariah terdiri dari akidah, keyakinan, ibadah dan bisnis atau urusan publik (muamalat). Jadi, bidaah tidak hanya dalam urusan aqidah atau ibadah tapi bisa juga dalam urusan bisnis atau urusan umum. Misalnya, jika seseorang mengklaim bahwa 4 saksi diperlukan untuk transaksi bisnis daripada 2 yang dilembagakan oleh Islam, maka dia telah melampaui batas syariah dan jatuh ke dalam bid'ah.

5. Bidah tidak memiliki sumber dan atau bukti dalam Al-Qur'an, Sunnah Nabi SAW atau Ijma para Sahabat.

Salah satu contoh terkenal yang dikutip oleh Ahl-Bida dalam keinginan mereka untuk menghalalkan beberapa bentuk bida adalah contoh Umar RA dan shalat tarawih. Mereka mengklaim bahwa karena Umar RA memulai sholat tarawih setiap hari di bulan ramadhan sementara Nabi SAW hanya melakukan 3 malam, dan Umar RA mengatakan bahwa dia memulai bid’ah yang baik, kita dapat menerima konsep bidah. 

Namun, hal ini merupakan kegagalan untuk membedakan makna linguistik bidadari makna syariatnya. Misalnya Allah mengacu dalam Quran untuk Sunnah-nya. Jelas ketika seseorang merujuk pada sunnah, itu merujuk pada sunnah Nabi dan aspek syariahnya. Demikian pula ketika Umar RA merujuk pada shalat tarawih biasa, dia hanya merujuk pada makna linguistik. 

 
5 dari 5 halaman

Cara Menghindari Bidah

Cara Menghindari Bidah

1. Merujuk dan Melihat di Al Quran

Untuk menghindari kebingungan dalam masalah agama, seseorang harus selalu melihat Al-Qur'an dan ajarannya sebagai sesuatu yang lebih baik daripada firman Allah. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

“…Pada hari ini Aku telah menyempurnakan untukmu agamamu dan menyempurnakan nikmat-Ku atasmu dan telah menetapkan untukmu Islam sebagai agamamu…” (Al-Quran Surah Al Maidah : 3).

Al-Qur'an adalah cara hidup yang lengkap dan menjelaskan setiap aspek kehidupan untuk menghindari Bid'ah. Oleh karena itu, ini adalah tempat pertama yang harus dirujuk, untuk mengklarifikasi pertanyaan tentang agama.

“…Telah datang kepadamu dari Allah suatu cahaya dan Kitab yang menjelaskan. Dengannya Allah membimbing orang-orang yang mengejar keridhaan-Nya ke jalan damai dan membawa mereka keluar dari kegelapan menuju terang, dengan izin-Nya, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus” (Al Quran Surah Al Maidah :15-16).

 

2. Melihat dan Menerapkan hanya Sunnah Nabi Muhammad SAW

Sunnah dan hadits Nabi Muhammad SAW juga merupakan cara yang bagus untuk menghindari Bid'ah. Tindakan, perkataan dan keyakinan Nabi Muhammad SAW dengan kehendak Allah dan Dia mempercayai utusan-Nya dengan firman-Nya. Oleh karena itu Sunnah dan hadits baik digunakan untuk menyelesaikan masalah agama.

Jika Al-Qur'an dan hadits terbukti tidak cukup untuk masalah agama, maka sahabat Nabi (SAW harus menjadi pilihan pertama kita. Penting untuk mengetahui semua aspek agama dari sumber otentik dan kemudian membuat keputusan berdasarkan informasi. Semoga Allah memberi kita kemampuan untuk melakukan hal yang benar.