Liputan6.com, Jakarta Praktik gadai merupakan perjanjian riil, atau dengan kata lain yaitu perjanjian yang di samping kata sepakat diperlukan suatu perbuatan nyata (dalam hal ini penyerahan kekuasaan atas barang yang ingin digadaikan). Pegadaian syariah dalam Islam biasa disebut dengan Rahn, di mana istilah ini diambil dalam bahasa Arab yang berarti tetap dan berlanjut (continue).
Baca Juga
Advertisement
Pegadaian syariah mulai muncul di Indonesia, setelah booming-nya produk-produk layanan berbasis Syariah di Indonesia, sehingga sektor pegadaian juga turut meramaikan kebutuhan masyarakat akan hal tersebut. Contoh penggunaannya dalam bahasa Arab seperti kalimat (المَاءُ الرَّاهِنُ) yang artinya air yang mengalir dan kata (نِعْمَةٌ رَاهِنَةٌ) yang dapat diartikan nikmat yang tidak putus.
Pegadaian syariah dalam Islam biasa disebut dengan Rahn, di mana ada juga yang mengartikan kata Rahn dengan makna tertahan. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat al-Furqan ayat 38 berikut:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
Tiap-tiap diri bertanggung jawab (tertahan) atas apa yang telah diperbuatnya. (QS. Al-Furqan: 38)
Berikut ini hukum dan manfaat pegadaian syariah dalam Islam yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (18/1/2023).
Pengertian Pegadaian Syariah Menurut Hukum Islam
Pegadaian syariah dalam Islam biasa disebut dengan Rahn, serta dapat diartikan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman dari peminjam atau murtahin. Rahn telah terjadi karena adanya transaksi muamalah non-tunai (hutang piutang). Dalam Islam sendiri, jika bermuamalah dilakukan tidak secara tunai, maka dianjurkan agar ditulis. Hal ini bertujuan sebagai bukti supaya tidak terjadi perselisihan dikemudian hari.
Seiring berjalannya waktu, yang tadinya pegadaian Syariah muncul berkat kerjasama antara bank Syariah dan pegadaian, sekarang ini juga terdapat bank syariah yang menjalankan kegiatan pegadaian syariah sendiri. Bahkan sudah memiliki payung hukum gadai syariah dalam hal pemenuhan prinsip-prinsip syariah berdasarkan pada Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang rahn.
Merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.4/DSN-MUI/V/2000 Tentang Murabahah diperolehkan adanya jaminan. Hukum jaminan dalam akad murabahah dibolehkan agar nasabah serius dengan pesanannya. Sehingga dari pihak bank atau pegadaian yang posisinya sebagai murtahin (penerima gadai), dapat meminta nasabah sebagai rahin untuk menyediakan barang jaminan (marhun) yang dapat dipegang.
Advertisement
Perbedaan Pegadaian Konvensional dan Pegadaian Syariah
Perbedaan antara Gadai Konvensional dan Gadai Syariah terletak pada konsep, jenis barang jaminan, beban, lembaga dan perlakuan akhirnya. Dari segi konsep, perbedaan yang mendasar yaitu pada konvensional konsepnya yaitu profit oriented. Sedangkan syariah konsepnya tolong menolong. Pada jenis barangnya, pada konvensional hanya untuk barang bergerak, sedangkan pada syariah bisa saja barang yang tidak bergerak.
Berdasarkan beban yang ditanggung, pada konvensional beban yang perlu ditanggung yaitu bunga dan administrasi sedangkan syariah hanya administrasi saja. Pada syariah, gadai hanya dapat diberikan oleh lembaga sedangkan konvensional tidak hanya lembaga, perseorangan juga bisa. Perlakuan jika telah berakhir masa akadnya, tetapi hutang belum terbayarkan, pada konvensional barang akan dilelang, sedangkan pada sistem syariah, barang akan dijual dan apabila ada selisih antara hutang dengan hasil penjualan maka uang harus dikembalikan.
Pelaksanaan gadai konvensional hanya terdapat 1 (satu) perjanjian kredit, sebab perjanjian gadai hanya merupakan suatu perjanjian accesoir (perjanjian tambahan) di mana kedudukan perjanjian pokok lebih tinggi dibandingkan dengan perjanjian tambahan.,Sedangkan dalam gadai syariah terdapat 2 (dua) akad yaitu akad rahn (gadai syariah) dan akad ijarah (jasa sewa tempat penitipan dan penyimpanan barang jaminan). Di mana kedudukan kedua akad tersebut sejajar dan merupakan akad yang penting dalam gadai syariah.
Hukum dan Manfaat Gadai
Hukum Gadai
Sistem transaksi utang piutang dengan gadai diperbolehkan dalam Islam. Hal ini berlandaskan dalil dari Alquran, sunah, maupun konsensus kaum muslimin sejak dulu.
Dalil utama yang menjelaskan disyariatkannya penggadaian adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُواْ كَاتِباً فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ
“Jika kalian berada dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedangkan kalian tidak menemui seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh orang yang memberi piutang)…” (QS. Al-Baqarah: 283)
Adapun penyebutan safar/bepergian dalam ayat ini bukanlah bermaksud untuk membatasi syariat gadai hanya boleh di waktu bepergian semata. Akan tetapi hal itu dikarenakan dahulu gadai sering kali dilakukan di dalam perjalanan. [Al-Fiqh al-Muyassar fi Dhau al-Kitab wa as-Sunnah, hal. 227]
Hal ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh istri Nabi yaitu Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau mengisahkan bahwa suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi. Beliau pun menggadaikan sebuah baju perang yang terbuat dari besi. [HR. Bukhari: 2513, dan Muslim: 1603]
Memanfaatkan Barang Gadai
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah tidak diperbolehkannya bagi murtahin, untuk memanfaatkan barang yang digadaikanrahin. Hal ini berdasarkan ketentuan bahwa segala utang yang mendatangkan manfaat adalah riba.
Karena pada hakikatnya barang tersebut statusnya masih milik rahin. Sedangkan murtahin hanya berhak untuk menahan barang tersebut, bukan malah memanfaatkannya. Baik dengan izin dari rahin ataupun tanpa seizinnya.
Lain halnya jika barang gadai tersebut berupa hewan tunggangan dan ternak, maka boleh bagi murtahin menunggangi maupun memerah susunya jika memang murtahin tersebut memberi makan hewan-hewan tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbicara dalam hal ini,
الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ
“Punggung hewan tunggangan yang digadaikan boleh dinaiki. Begitu pula susu hewan ternak yang digadaikan boleh diminum. Akan tetapi wajib bagi yang menunggangi dan meminum susunya untuk memberi hewan-hewan tersebut makanan.” [HR. Tirmidzi: 1254]
Advertisement
Produk Pegadaian Syariah
Semua produk di Pegadaian Syariah sudah melalui proses persetujuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk, jasa, dan kegiatan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Berikut jenis-jenis produk Pegadaian Syariah.
1. Amanah
Amanah merupakan salah satu produk pegadaian syariah yang berupa pemberian pinjaman kepada pengusaha mikro/kecil, karyawan serta professional untuk pembelian kendaraan bermotor. Pegadaian Amanah memberikan pinjaman mulai dari Rp 5.000.000 hingga 450.000.000 dengan jangka waktu peminjaman 12-60 bulan.
2. Rahn
Produk Rahn dari Pegadaian Syariah merupakan pemberian pinjaman dengan barang jaminan berupa emas perhiasaan, emas batangan, berlian, smartphone, laptop, barang elektronik lainnya, sepeda motor, mobil atau barang bergerak lainnya. Pelunasan pembiayaan Rahn dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan perhitungan Mu’nah selama masa pinjaman.
3. Arrum BPKB
Arrum BPKB adalah salah satu produk berupa pembiayaan untuk pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan jaminan BPKB Kendaraan Bermotor. Pada pembiayaan ini, Pegadaian hanya menyimpan BPKB dan kendaraan dapat digunakan nasabah
4. Arrum Emas
Arrum Emas merupakan produk Pegadaian untuk memberikan pinjaman dana tunai dengan jaminan perhiasan (emas dan berlian). Melalui pembiayaan ini, pinjaman dapat diangsur melalui proses yang mudah dan sesuai syariah.
5. Arrum Haji
Arrum haji adalah produk berupa pembiayaan untuk mendapatkan porsi ibadah haji secara syariah dengan proses mudah, cepat dan aman. Nasabah hanya menyerahkan logam mulia senilai 3.5 gram atau 5 gram logam mulia, langsung mendapat pinjaman Rp25.000.000,- yang digunakan untuk memperoleh nomor porsi haji di kementrian Agama.
6. Rahn Hasan
Rahn Hasan merupakan fitur dari produk rahn dengan tarif mu’nah pemeliharaan sebesar 0%, berjangka waktu (tenor) 60 (enam puluh) hari. Maksimal marhun bih pada Rahn Hasan sebesar Rp. 500.000 dengan jangka waktu 60 hari
7. Rahn Fleksi
Rahn Fleksi merupakan fitur dari produk rahn berupa pemberian pinjaman dengan jaminan barang bergerak sesuai syariah, plafon pinjaman tinggi dan menggunakan biaya titip harian. Rahn Fleksi bisa diperpanjangan, cicil atau tambah pinjaman.
8. Rahn Bisnis
Rahn Bisnis adalah produkPegadaian syariah untuk memberikan pinjaman dana tunai kepada pemilik usaha dengan jaminan emas (batangan atau perhiasan).
9. Rahn Tasjily Tanah
Pembiayaan Rahn Tasjily Tanah merupakan pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan tetap/rutin, pengusaha mikro/kecil dan petani dengan jaminan Sertifikat tanah dan HGB dengan Plafon Pembiayaan Rp. 1.000.000 – Rp. 200.000.000