Liputan6.com, Jakarta Menyeduh teh di sore hari adi salah satu alternatif pelepas penat setelah seharian beraktivitas. Tak heran jika teh sudah jadi obat herbal orang China selama ribuan tahun lalu. Umumnya teh berasal dari daun teh asli. Meski belakangan banyak tanaman hingga bunga bisa dijadikan sebagai seduhan teh.Â
Namun seorang peneliti di Fakultas Pertanian Universitas Kyoto, Tsuyoshi Maruoka berkata lain. Maruoka menemukan bahan lain pembuatan teh yang berasal dari kotoran ulat bulu. Terdengar menjijikkan memang, namun ia mengungkapkan rasa dan aroma teh kotoran ulat itu sangat enak. Bentuknya bulat-bulat hitam yang mungkin masih jadi makanan nyeleneh.Â
"Ini akan berhasil!" Maruoka berkata pada dirinya sendiri, dan dia benar. Tidak hanya warna gelap dari kotorannya yang memberikan warna yang menyenangkan pada teh, tetapi minumannya juga berbau seperti bunga sakura dan memiliki rasa yang sangat enak.Â
Advertisement
Uniknya, Maruoka sebelumnya tak berambisi untuk membuat teh dari kotoran ulat. Bahkan ia sempat bingung dengan sejumlah ulat yang justru jadi hadiah dari temannya. Berikut Liputan6.com merangkum teh unik dari kotoran ulat ini melansir dari Oddity Central, Jumat (20/1/2023).
Chu-hi-cha, Teh Kotoran Ulat Punya Aroma Mantap
Tsuyoshi Maruoka, peneliti pascasarjana di Fakultas Pertanian Universitas Kyoto ini meneliti hubungan misterius antara serangga dan tumbuhan. Suatu hari, seorang senior membawa 50 larva ngengat gipsi ke lab dan memberi tahu Maruoka bahwa itu adalah souvenir.
Dia tidak benar-benar tahu apa yang harus dilakukan dengan mereka pada awalnya.Namun dia akhirnya memutuskan untuk setidaknya menjaga mereka tetap hidup sampai dia dapat memutuskan. Maruoka merawat ular itu dengan memberi makan beberapa daun dari pohon ceri terdekat dan memberikannya kepada ulat.Â
Saat membersihkan kotoran yang ditinggalkan oleh ulat itu, dia memperhatikan bahwa mereka memiliki bau harum yang menyenangkan dan hampir seketika terinspirasi untuk menyeduhnya menjadi teh. Eksperimen yang sukses ini mengilhami peneliti untuk mengeksplorasi jenis teh ini lebih jauh. Maruoka lantas menamai teh dari seduhan kotoran ulat ini dengan Chu-hi-cha.
Proyek Teh Chu-hi-cha tidak terbatas pada kotoran ulat ngengat gipsi yang memakan daun pohon ceri, meskipun begitulah awalnya. Tsuyoshi Maruoka telah bereksperimen dengan sekitar 40 jenis tanaman dan 20 serangga dan larva, dan hasilnya sangat menggembirakan. Â
Maruoka mengklaim bahwa aroma dan rasa Chu-hi-cha berubah secara dramatis tergantung pada jenis tanaman dan serangga yang disilangkan. Tumbuhan mentah memiliki rasa sepat dan pahit yang dirancang untuk mencegah hewan mengkonsumsinya.Â
Sedangkan beberapa serangga lain berevolusi untuk menetralkan rasa ini dengan bantuan enzim dalam sistem pencernaan mereka. Dalam bentuk kotoran, tanaman yang diproses tidak lagi sepat atau pahit dan menjadi sangat harum.
Advertisement
Jadi teh unik pertama setelah kopi kotoran gajah dan burung
Menariknya, orang telah mengonsumsi teh yang terbuat dari kotoran ulat sutera yang berpesta daun teh selama ratusan tahun, sebagai obat. Studi modern telah menunjukkan bahwa minuman tersebut merupakan sumber flavonoid bioaktif yang bagus. Namun, Chu-hi-cha adalah jenis teh komersial pertama yang terbuat dari kotoran ulat.
Terinspirasi oleh penemuannya, Tsuyoshi Maruoka memutuskan untuk membuat versi komersial. Bahkan ia sudah mengumpulkan penggalangan dana penelitian lebih lanjut teh dari kotoran ulat ini. Maruoka sudah mengumpulkan 2 juta yen atau setara Rp 233 juta.Â
Jika ide menyeduh teh dari kotoran ulat bulu menjijikkan, faktanya sudah ada beberapa jenis minuman seduhan termahal di dunia diseduh dari kotoran burung Jacu Bird Coffee adalah salah satu varietas kopi terlangka dan termahal di dunia. Kopi terbuat dari ceri kopi yang dicerna, dicerna dan dikeluarkan oleh burung Jacu.
Ada juga kopi seduh dari kotoran gajah bernama Black Ivory dibuat dari biji yang dimakan dan dicerna oleh gajah Thailand, dan dihargai $1.100 (Rp 165 juta) per kilogram .
Â
Â