Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama Republik Indonesia atau Kemenag RI mengusulkan adanya kenaikan biaya haji untuk tahun 2023 Masehi atau 1444 Hijriyah. Kenaikan biaya haji 2023 menjadi dua kali lipat, senilai Rp69 juta dari Rp39 juta pada tahun 2022. Apa sebenarnya penyebab kenaikan biaya haji 2023 ini?
Biaya haji dari tahun 2022 sampai tahun 2023 sebenarnya tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Biaya haji 2022 total rata-ratanya Rp97 juta dan biaya haji 2023 total rata-ratanya Rp98 juta. Itu artinya, rincian kenaikan biaya haji 2023 hanya diubah pada komposisi BIPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) dan BPKHÂ (Badan Pengelola Keuangan Haji) saja.
BIPIH adalah biaya yang dibebankan kepada jemaah dan BPKH adalah biaya yang dikelola pemerintah dengan investasi sebagai dana darurat atau sama dengan subsidi haji. Kenaikan biaya haji tahun 2023 yang diusulkan Kemenag RI dengan nilai Rp69 juta, dalam keterangan resminya ini karena komposisi tanggungannya berubah.
Advertisement
Diungkap, skema yang diterapkan untuk biaya haji 2023 adalah dengan komposisi BIPIH 70 persen dan BPKH 30 persen. Komposisi tanggungan haji 2023 ini bertolak belakang dengan biaya tanggungan haji 2022 yang nilai BIPIH-nya lebih rendah daripada nilai tanggungan BPKH.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam rincian kenaikan biaya haji Rp69 juta yang diusulkan Kemenag, lengkap penjelasan penyebabnya, Jumat (27/1/2023).
Perubahan Komposisi Biaya Haji 2023
Rincian kenaikan biaya haji 2023 sebagaimana dijelaskan sebelumnya, nanti bagian 70 persen adalah biaya yang harus dibayarkan calon anggota jamaah haji. Sementara itu, nantinya bagian 30 persen menjadi biaya yang dibayarkan oleh BPKH yang bersumber dari nilai manfaat pengelolaan keuangan haji.
Perbandingan rincian kenaikan biaya haji 2023 ini akan lebih mudah dipahami jika melakukan perbandingan dengan rincian biaya haji tahun 2022 dengan nilai Rp39 juta.
Rincian kenaikan biaya haji tahun lalu, menerapkan komposisi perbandingan 41:59 (41 banding 59) persen. Ini berarti BIPIH yang dibebankan kepada jemaah dari total Rp97.79 juta adalah 41 persen senilai Rp39.89 juta. Sementara itu, BPKH atau dana cadangan atau subsidi pemerintah dibebankan 59 persen senilai Rp57.91 juta.
Hal ini pun berlaku untuk rincian kenaikan biaya haji 2023 dengan komposisi BIPIH dan BPKH 70 banding 30 persen dari Rp98 juta. Maka, rincian biaya haji terbaru BIPIH atau yang dibebankan kepada jemaah menjadi lebih besar dibanding yang dibebankan kepada pengelola haji. Ini berbanding terbalik dengan rincian haji tahun 2022.
Jika rincian biaya kenaikan haji yang dibebankan atau BIPIH 70 persen dari Rp98 juta maka nilainya menjadi Rp69 juta. Sementara itu, rincian kenaikan haji yang dibebankan kepada pengelola atau BPKH 30 persen nilainya menjadi Rp29 juta.
Pihak Kemenag RI pun merincikan kenaikan biaya haji Rp69 juta atau dari total Rp69.193.733,60 tersebut akan digunakan untuk apa saja, diantaranya:
1. Biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) Senilai Rp33.979.784
2. Akomodasi Mekkah Senilai Rp18.768.000
3. Akomodasi Madinah Senilai Rp5.601.840
4. Biaya Hidup Senilai Rp4.080.000
5. Visa Senilai Rp1.224.000
6. Paket Layanan Masyair Senilai Rp5.540.109,60
Advertisement
Penyebab Komposisi Biaya Haji 2023 Diubah
Komposisi biaya haji 2023 diubah bukan tanpa alasan. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), Hilman Latief dalam konferensi pers di Jakarta pada 24 Januari 2023, melansir dari Antara mengungkap BIPIH nilainya lebih besar untuk mempertahankan nilai BPKH agar tidak habis pada tahun 2027.
BPKH dipertahankan nilainya dengan alasan melakukan pemanfaatan dana haji secara berkeadilan. Melansir dari situs website resmi Kemenag RI, ini berarti nilai manfaat (dalam bahasa perbankan sebagai bagi hasil atau bunga bank) yang didapatkan dari investasi dana jemaah haji per akhir 2022 lalu mencapai Rp166 triliun, nantinya masih bisa dirasakan oleh seluruh jemaah haji yang sudah terdaftar, bukan hanya dinikmati oleh mereka yang sudah berangkat ke tanah suci terlebih dahulu.
Menyusul dengan yang disampaikan Hilman, jika komponen haji 2022 tetap dipertahankan, maka calon jamaah haji yang akan berangkat pada tahun-tahun berikutnya kemungkinan besar harus membayar 100 persen. Ini karena hasil pengelolaan dana setoran awal ibadah haji yang diinvestasikan oleh BPKH atau disebut pula dana cadangan haji, nilainya menjadi semakin sedikit.
"Padahal, mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun," kata Hilman.
Penyebab dana cadangan haji BPKH nilainya semakin berkurang, diungkap Kemenag RI penyebabnya adalah adanya praktik pemberian subsidi haji yang cenderung tidak berkeadilan yang akhirnya membuat pembiayaan haji jangka panjang tidak sehat.
Dari tahun ke tahun, komposisi nilai manfaat atau subsidi haji dari BPKH terus membesar menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), 49 persen (2018 dan 2019), hingga 59 persen (2022).
Kekhawatiran dari Kemenag adalah nilai manfaat atau dana subsidi haji yang dikelola BPKH menjadi tidak merata, berisiko habis ditahun 2027 saja. Kemungkinan buruk ini dipastikan bisa terjadi karena adanya peraturan baru tentang sistem pemberangkatan haji di Indonesia. Melansir dari situs website resminya, perubahan aturan itu meliputi:
1. Indonesia mendapatkan kuota normal sebesar 221.000 jemaah haji, naik lebih dari 100 persen dibanding dengan tahun 2022.
2. Pemerintah Arab Saudi menerapkan relaksasi usia berhaji, tidak melakukan pembatasan usia jemaah seperti yang dilakukan tahun sebelumnya.
3. Indeks Kepuasan Jemaah Haji (IKJH) yang telah mencapai kategori sangat memuaskan sebesar 90.45 poin menurut survei Badan Pusat Statistik.
4. Alasan lainnya dipengaruhi oleh biaya akomodasi seperti biaya penginapan atau hotel yang terus merangkak naik, harga konversi mata uang dollar dan riyal naik, dan masih banyak lagi.