Sukses

Biografi Al-Farabi, Pemikiran, dan Karya-karyanya dalam Ilmu Pengetahuan

Al-Farabi adalah tokoh filsafat Islam.

Liputan6.com, Jakarta Al-Farabi mungkin belum dikenali oleh sebagian orang. Ia merupakan seorang tokoh Islam yang cukup terkenal karena kontribusinya dalam ilmu pengetahuan. Bagi kamu yang pernah mempelajari tentang filsafat Islam, nama ini tentunya sudah tidak asing lagi.

Al-Farabi adalah tokoh filsafat Islam. Bahkan, ilmu filsafat Islam sendiri diperkenalkan oleh filsuf dan ilmuwan satu ini. Al-Farabi tidak hanya mendalami ilmu filsafat, namun juga berkontribusi dalam perkembangan ilmu-ilmu lainnya.

Al-Farabi memiliki kontribusi di berbagai bidang ilmu, seperti matematika, filosofi, politik,  pengobatan, bahkan musik. Tidak heran ia memiliki banyak karya dan pemikiran yang masih sering dijadikan rujukan hingga saat ini.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (3/2/2023) tentang biografi Al-Farabi.

2 dari 4 halaman

Biografi Al-Farabi

Al-Farabi memiliki nama lengkap Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhan. Ia juga dikenal dengan nama Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Farabi, dan di dunia barat dikenal dengan nama  Abu Nasher, Alpharabius atau Al-Farabi. Al-Farabi lahir di Farab, Kazakhstan, pada tahun 872 M. Ia merupakan anak dari seorang Ayah Persia dan Ibu Turki, jadi filsuf satu ini bukan keturunan Arab, melainkan keturunan Persia-Turki.

Al-Farabi memperoleh pendidikan berbagai disiplin ilmu, yaitu bahasa, sastra, logika, hingga filsafat. Ia belajar kepada guru-guru terkenal, seperti Abu Bakar Al-Saraj, bisyh Mattius bin Yunus, Yuhana Ibn Hailam dan lain sebagaina. Awal karirnya bermula saat Ia berkenalan dengan sultan dinasti Hamadan di Aleppo, yaitu Syaifud Daulah al-Hamdani. Perkenalan ini membawanya sebagai ulama Istana, di sinilah Ia mengembangkan aktivitas filsafatnya. Namun karena pertentangan politik, Ia keluar dari istana sampai kemudian wafat dalam usia 80 Tahun.

Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi, politik,  pengobatan, bahkan musik. Akan tetapi, yang paling dikenal dan diidentikan kepada dirinya adalah kecemerlangannya dalam bidang keilmuan filsafat. Saking jagonya, Al-Farabi sampai disebut dengan sebutan “guru kedua” setelah Aristoteles, karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam filsafat.

Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan, dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.

3 dari 4 halaman

Karya-Karya Al-Farabi

Selama hidupnya, Al-Farabi menghasilkan begitu banyak karya. Jika ditinjau dari ilmu pengetahuan, karya-karya Al-Farabi dapat ditinjau menjadi 6 bagian, yaitu Logika, Ilmu-ilmu Matematika, Ilmu Alam, Teologi, Ilmu Politik dan kenegaraan, Bunga rampai (Kutub Munawwa’ah), serta Musik.

Karya tulis Al-Farabi di antaranya adalah:

- Al-Madinah Al-Fadhilah 

- Ihsha'u al –Iqa

- Kalam Fi al-Musiqi

- Ihsha'u al-Ulum wa at-Ta'rif bi Aghradhiha

- Jawami as-Siyasah

- al Musiqi al Kabir, yang di dalamnya terdapat pemaparan tentang dasar musik, teori, dan praktiknya.

Karya Al-Farabi yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam. Filsafat politik Al-Farabi, khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama mencerminkan rasionalisasi ajaran Imamah dalam Syi'ah.

4 dari 4 halaman

Pemikiran-Pemikiran Al-Farabi

Kesatuan Filsafat

Menurut Al-Farabi,  pemikiran para filsuf Yunani (khususnya Plato dan Aristoteles) pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang sistematik, sehingga tidak terdapat pertentangan di antara kedua tokoh tersebut.

Pemikiran ini di tuangkan ke dalam karyanya, Al-jam’u Bayna Ra’yay al-Hakimyn : Afalton wa Aristo.

Ketuhanan

Membicaarakan ketuhanan, Al-Farabi mengatakan: “Allah adalah wujud yang tidak mempunyai hole (benda) dan tidak mempunyai form (bentuk) yang sifatnya asli dan tanpa permulaan, serta selalu ada tiada akhir.

Untuk membuktikan kesempurnaan wujud tuhan, Al-Farabi membagi wujud dalam dua tingkatan yaitu wujud yang ada atau mungkin ada karena/disebabkan yang lainnya,(al-wujud bighairi), serta wujud yang mengada dengan sendirinya,( al-wujud binafsihi).

Asal-Usul Negara dan Warga Negara

Menurut Al-Farabi manusia merupakan warga negara yang merupakan salah satu syarat terbentuknya negara. Oleh karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain, maka manusia menjalin hubungan-hubungan. Kemudian, dalam proses yang panjang, pada akhirnya terbentuklah suatu Negara. Negara yang warganya sudah mandiri dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang nyata, menurut al-Farabi, adalah Negara Utama.

Menurutnya, warga negara merupakan unsur yang paling pokok dalam suatu negara. Keberadaan warga negara sangat penting karena warga negaralah yang menentukan sifat, corak serta jenis negara.

Pemimpin

Menurut Al Farabi, pemimpin adalah seorang yang disebutnya sebagai filsuf yang berkarakter Nabi, yakni orang yang mempunyai kemampuan fisik dan jiwa (rasionalitas dan spiritualitas). Al-Farabi mengingatkan bahwa walaupun kualitas lainnya sudah terpenuhi, tetapi kalau kualitas seorang filsufnya tidak terpenuhi atau tidak ambil bagian dalam suatu pemerintahan, maka Negara Utama tersebut bagai “kerajaan tanpa seorang Raja”.