Liputan6.com, Jakarta - Hukuman mati di Indonesia diakui dan menjadi pidana pokok yang masih berlaku. Akan tetapi, adanya hukuman mati sampai saat ini pun selalu menjadi pro dan kontra sejak dahulu, baik di tingkat nasional maupun tingkat internasional.
Ini memunculkan pertanyaan, apakah hukuman mati melanggar HAM (Hak Asasi Manusia)?
Advertisement
Baca Juga
Dalam jurnal berjudul Dilema Hak Asasi Manusia dan Hukum Mati dalam Konstitusi Indonesia (2021) oleh Herliana Heltaji, wakil ketua Mahkamah Agung, Santoso Poedjosoebroto menegaskan bahwa pidana mati adalah senjata pamungkas atau akhir dari keadilan.
Sementara itu, Herliana dalam penelitian ini mencapai sebuah kesimpulan bahwa hukuman mati di Indonesia melanggar HAM, karena dalam alasan apa pun hak untuk hidup tidak dapat dikurangi. Hukuman terpidana kejahatan luar biasa lebih tepat dengan hukuman penjara seumur hidup dengan beberapa alasan.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang apakah hukuman mati melanggar HAM, lengkap alasan-alasannya, Rabu (15/2/2023).
Apakah Hukuman Mati Melanggar HAM?
Hukuman Mati di Indonesia
Hukuman mati secara historis disebut sebagai jenis hukuman tertua. Vonis hukuman mati adalah masuk kategori hukuman yang diberikan pada seseorang yang sudah melakukan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes) atau kejahatan berat.
Undang-Undang Republik Indonesia menjelaskan macam-macam kejahatan luar biasa adalah terorisme, penculikan, perdagangan orang, narkotika, korupsi, pembunuhan, permerkosaan, tindak pencucian uang, kejahatan lingkungan, dan kejahatan cyber.
Kejahatan luar biasa atau berat bisa dijerat dengan hukuman mati merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukuman Pidana (KUHP) pasal 10 huruf a, pidana hukuman mati masuk kategori pidana pokok di Indonesia, selain pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan.
Hukuman mati di Indonesia dilakukan dengan alasan:
- alat untuk mencegah orang lain melakukan hal yang serupa,
- memastikan terpidana tidak akan kembali melakukan kejahatannya di lain waktu,
- seleksi buatan manusia, agar manusia lain terjaga dan tercipta ketertiban umum,
- ketertiban umum dan ketentraman akan tercapai.
Hukuman Mati Dilakukan dengan Cara Tembak Mati atau Suntik Mati
Hukuman mati di Indonesia dilakukan dengan cara menembak mati oleh regu tembak dan suntik mati dengan dosis yang mematikan. Peraturan tentang pelaksanaan hukuman mati dengan ditembak mati diatur dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Hukuman Mati.
Diterangkan, pelaksanaan hukuman mati dilakukan dengan cara ditembak mati oleh regu tembak di tempat yang ditentukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, dilakukan di ruang terbuka yang cukup terang dan diberikan tanda tembak di dada tahanan.
Sementara itu, peraturan tentang pelaksanaan hukuman mati dengan suntik mati diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2021 tentang Jenis dan Cara Pelaksanaan Hukuman Mati. Eksekusi hukuman mati ini bisa dijadikan pilihan jika hukuman tembak mati tidak dapat dilaksanakan.
Hukuman Mati Melanggar HAM
Apakah hukuman mati melanggar HAM?
Dijelaskan, Indonesia merupakan negara yang mengakui eksistensi HAM dalam UU nomor 39 tahun 1999 dan amandemen UUD ke-2 pasal 28A-28J. Ditegaskan pula dalam TAP MPR no XV11 tahun 1998 tentang Pembentukan Komnas HAM, bahwa dengan ini hukuman mati di Indonesia melanggar HAM.
“Tiap orang berhak untuk hidup, berhak atas kebebasan dan keamanan diri pribadi,” bunyi Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights).
Beberapa negara pernah menghapus hukuman mati dan beberapa diantaranya memberlakukannya kembali untuk beberapa kasus, yakni Kanada, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Meksiko, Filipina, Albania, Uzbekistan, Rwanda, dan Bhutan.
Advertisement
Alasan Hukuman Mati Melanggar HAM
Hukuman Mati Bertentangan dengan Konstitusi Indonesia
Alasan hukuman mati melanggar HAM yang paling utama dijelaskan oleh Herliana masih mengutip dari sumber jurnal yang sama, ini bertentangan dengan pengakuan dan aturan-aturan HAM di Indonesia. Sebagaimana konstitusi Indonesia, UUD 1945 mengatur secara tegas perihal hak hidup.
Hukuman Mati Menutup Kesempatan Terpidana Membenahi Dirinya
Hukuman mati bersifat final dan tidak dapat diubah, selain hak untuk hidup terpidana yang dicabut hak-hak lainnya juga ikut tercabut dalam dirinya. Sederhananya, hukuman mati mengkerdilkan hak hidup manusia karena tidak membuka ruang bagi terpidana untuk membenahi dirinya dan juga melakukan upaya hukum apabila sewaktu-waktu ia tidak terbukti bersalah.
Hukuman Mati Bertentangan dengan Ajaran Setiap Agama
Alasan hukuman mati melanggar HAM disampaikan oleh Dosen pasca sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Siti Musdah Mulia masih mengutip dari sumber jurnal yang sama, ini bertentangan dengan intisari setiap agama.
Hukuman mati dinilai oleh Musdah bertentangan dengan intisari ajaran setiap agama, yang mana setiap agama mengajarkan pentingnya menjaga kehidupan sebagai anugerah terbesar dari Sang Pencipta.
Jika hukuman mati tetap ada dalam hukum positif, maka hal itu merupakan pelecehan terhadap kebesaran dan kekuasaan Sang Pencipta. Tidak ada satu makhluk pun yang berhak mengakhiri hidup manusia, kecuali Dia Sang Pencipta.
Dalam Deklarasi Wina pada tahun 1993, ditegaskan bahwa salah satu kewajiban negara adalah menegakkan Hak Asasi Manusia.
Herliana menyimpulkan, hukuman mati melanggar HAM karena HAM sifatnya kodrati-universal-absolut yang tidak bisa dikurangi dalam situasi apa pun atau biasa disebut non-derogable. Manusia tidak dapat diperlakukan semena-mena, manusia harus diperlakukan sesuai dengan hak asasi manusia-nya.
Hukuman mati disebut tidak tepat diterapkan pada kejahatan berat karena dalam alasan apa pun hak untuk hidup tidak dapat dikurangi. Hukuman terpidana kejahatan luar biasa lebih tepat dengan hukuman penjara seumur hidup karena mereka masih diberi kesempatan memperbaiki diri dan melakukan upaya hukum.