Sukses

Man Rabbuka Artinya Apa? Ini Makna dan Jawabannya

Man Rabbuka artinya dalam bahasa Indonesia adalah ‘siapakah tuhanmu?’.

Liputan6.com, Jakarta Man Rabbuka artinya dalam bahasa Indonesia adalah ‘siapakah tuhanmu?’. Man Rabbuka artinya adalah salah satu dari tiga pertanyaan yang akan ditanyakan di alam kubur. Kuburan adalah tahap pertama dari dunia akhirat, dimana ketika seseorang meninggal dan rohnya pergi dan dia ditempatkan di kuburnya, maka dia berada di tahap pertama akhirat.

Setiap manusia pasti akan meninggal dan melalui beberapa tahapan sebelum akhirnya sampai di surga atau neraka, dan tahapan akhirat yang pertama adalah alam barzah atau alam kubur. Di alam kubur setiap manusia akan mengalami peristiwa dimana dia akan diberi tiga pertanyaan, dan Man Rabbuka adalah salah satunya.

Man Rabbuka artinya adalah ‘siapakah tuhanmu?’. Pertanyaan Man Rabbuka ini menanyakan tentang siapa tuhan yang disembah seseorang selama didunia, kepada Tuhan atau siapakah seorang manusia memohon dan menyembah selama hidupnya. Memahami arti dan jawaban Man Rabbuka menjadi hal yang penting bagi umat Islam.

Lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber tentang arti dari Man Rabbuka, beserta makna dan juga dalil-dalil yang menerangkannya, Kamis (16/2/2023).

2 dari 4 halaman

Man Rabbuka Artinya Apa?

Semua manusia yang telah disemayamkan dan para pengantar telah pergi, datanglah dua orang malaikat bernama Munkar dan Nakir. Wujud dua malaikat tersebut sangatlah hebat, mereka datang dengan cara membelah bumi. Tugas keduanya adalah menginterogasi orang yang baru saja dikubur dengan menanyakan enam hal mengenai keyakinan dan keimanan. Berikut pertanyaan yang akan ditanyakan:

“Man rabbuka wan man nabiyyuka wa ma dinuka wa ma imanuka wa ma qiblatuka wa man ikhwanuka?”

Artinya: “Siapa Tuhanmu, dan siapa nabimu, dan apa agamamu, dan siapa imanmu dan mana kiblatmu dan siapa saudaramu?”

 

Jawaban Man Rabbuka 

Dalam proses interogasi ini akan berjalan lancar jika orang yang meninggal dapat menjawab pertanyaan dengan baik. berikut contoh jawaban atas pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur.

“Allah rabbi wa Muhammad nabiyyi wa Al-Islam dini wal-Quran imami wal-Ka’bah qiblati wal muslimin ikhwani.”

Artinya: “Allah Ta’ala Tuhanku dan Nabi Muhammad nabiku, dan Islam agamaku, dan Quran imanku, dan Ka'bah kiblatku, dan segala mukmin Islam saudaraku.”

Jika dia adalah salah satu orang yang saleh, malaikat dengan wajah putih datang kepadanya, tetapi jika dia adalah salah satu pelaku kejahatan, malaikat dengan wajah gelap mendatanginya. Ini adalah fitnah atau kesengsaraan yang dia derita.

Setelah seseorang umat Islam berhasil menjawab pertanyaan tersebut, maka akan dipersilakan oleh malaikat Munkar dan Nakir untuk tidur kembali dan menunggu datangnya hari Kiamat untuk dibangkitkan dan dihisab amal ibadahnya. Tutup kepalanya dibuka agar dapat menikmati pemandangan surga, tempat di mana kelak ia akan tinggal.

3 dari 4 halaman

Bagaimana Seseorang Ditanyai di Alam Kubur

Di antara prinsip-prinsip yang dipegang , adalah bahwa tauhid semacam ini tidak cukup untuk memasukkan seseorang ke dalam Islam, karena Kaum musyrik Quraisy juga mengakui rububiyyah Allah, namun mereka tetap diperangi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana terungkap dalam ketetapan Allah:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ) (يونس:31)

Artinya : “Tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang memberimu rezeki dari langit dan bumi? Siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan? Siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup? Siapa yang mengatur semua urusan alam semesta?” Mereka pasti akan berkata: “Allah.” Beritahu mereka: "Maka, apakah Anda tidak akan menghindari (melawan kenyataan)?" (Yunus : 31)

4 dari 4 halaman

Makna Man Rabbuka

Para ulama menjelaskan bahwa kata “Rabb/Tuhan” di sini berarti “ilah/yang disembah”, karena hubungan antara rububiyyah dan uluhiyyah Allah sangat dekat, dimana pengakuan rububiyyah atas sesuatu yang mengharuskan seseorang untuk menyembah sesuatu itu, Begitu pula sebaliknya, orang yang menyembah sesuatu, berarti ia beriman kepada rububiyyah benda itu.

Oleh karena itu, para ulama menyatakan bahwa kata Rabb dan ilah dalam bahasa Arab termasuk dalam jenis kata yang jika bersatu maka berpisah, dan jika berpisah maka bersatu, artinya jika digunakan dalam satu konteks, maka mereka memiliki arti yang berbeda, tetapi jika digunakan dalam konteks yang terpisah, mereka memiliki satu arti tunggal. (Referensi: At-Tamhid Syarh Kitabit Tauhid, Syekh Shalih Alu Syeikh, hlm: 415-416)

Demikian juga dengan kata “Rabb” dan “ilah”. Rabb adalah yang menciptakan, memelihara, dan menganugerahkan rezeki, sedangkan ilah adalah yang disembah. Jika hanya disebutkan salah satunya dalam sebuah hadits, atau dalam sebuah ayat, seperti kata “rabb” saja, maka itu juga termasuk makna if ilah, sebagaimana dalam pertanyaan:

"Man rabbuka?" Jadi, itu sebenarnya berarti: "Siapakah Tuhanmu dan Dia yang kamu sembah?"

Di antara dalil yang mendukung pemahaman ini adalah hadits dari 'Ady bin Hatim radhiyallahu 'anha-, dia berkata:

أَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَفِى عُنُقِى صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ قَالَ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ (اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ) قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ. قَالَ :« أَجَلْ وَلَكِنْ يُحِلُّونَ لَهُمْ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيَسْتَحِلُّونَهُ وَيُحَرِّمُونَ عَلَيْهِمْ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فَيُحَرِّمُونَهُ فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ لَهُمْ

Artinya: “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-sambil digantungkan salib emas di leherku, lalu kudengar beliau membacakan ayat: “Mereka telah menjadikan para rabbi dan rahib mereka sebagai tuhan selain Tuhan.” (At-Taubah: 31)

Lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, mereka (orang-orang Nasrani) tidak menyembah mereka! Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

“Betul, tetapi para ulama dan rahib itu melegalkan bagi mereka hal-hal yang diharamkan Allah bagi mereka, kemudian mereka melegalkannya juga, dan mereka mengharamkan hal-hal yang dihalalkan Allah bagi mereka, kemudian mereka melarangnya juga, inilah bentuk ibadah mereka. .” (HR. At-Tirmidzi 5/278, Al-Baihaqy 10/116 dan Ath-Thabrani dalam “Al-Mu'jamul Kabir” 17/92 , dan digolongkan sebagai hadits yang baik oleh Syekh Al-Albany)