Sukses

Bukan Ngorek, Katak “Bisu” Ini Komunikasi Lewat Sentuhan Seperti Braille

Katak bisu yang unik.

Liputan6.com, Jakarta Katak menjadi salah satu hewan amphibi yang habitatnya di tempat yang basah. Bahkan jika menemui cuaca ekstrem, katak akan menggali tanah untuk membuat tubuhnya tetap lembab. Sama seperti kebiasaan katak pada umumnya yakni mengeluarkan bunyi “ngorek”. Suara katak ini sudah populer di seluruh penjuru dunia. 

Namun siapa sangka, tak semua katak bisa mengeluarkan suara ngorek. Belakangan, ahli satwa menemukan spesies katak yang justru tak bisa menghasilkan suara. Melansir dari Science News, katak tak bisa berbunyi itu diberi nama Hyperolius ukaguruensis. Para ilmuwan mudah menyebutnya sebagai Katak Bisu. 

Sudah banyak yang tahu, nyanyian katak saat musim hujan menjadi kebiasaan umum amphibi ini. Mulai dari memanggil lawan jenis, hingga berkomunikasi jarak jauh. Lantas bagaimana katak bisu itu berkomunikasi dengan sesama katak? Jawaban tersebut segera ditemukan para ilmuwan yang mengungkap katak bisu itu berkomunikasi lewat sentuhan. 

Terlihat sama seperti semut yang saling menempel satu sama lain saat berpapasan. Begitu pula katak bisu yang unik ini. Lebih detailnya lagi, katak bisu ini ternyata menerapkan indra peraba untuk berkomunikasi. Sebelum makin penasaran, berikut Liputan6.com merangkum temuan katak bisu melansir dari berbagai sumber Sabtu (25/2/2023).

2 dari 3 halaman

Mirip Braille, Katak Bisu Gunakan Indra Peraba

Spesies katak yang baru ditemukan ini memang unik. Tak seperti katak pada umumnya, katak ini tidak mengeluarkan suara sama sekali. Amfibi yang baru ditemukan tidak memiliki suara. Ini bergabung dengan kelompok tujuh spesies katak tak bersuara lainnya yang disebut katak buluh berduri yang tinggal di Afrika Timur.

Alih-alih bersuara, duri pada tenggorokan katak jantan mungkin membantu rekan betina mereka mengenali pasangan potensial melalui sentuhan, seperti huruf braille, kata ahli biologi konservasi Lucinda Lawson dari University of Cincinnati.

Lawson dan rekannya melihat katak kecil, yang panjangnya hanya sekitar 25 milimeter ini pada 2019. Saat itu mereka mensurvei satwa liar di Pegunungan Ukaguru, Tanzania. Tim segera mengenali hewan tersebut, yang sekarang bernama Hyperolius ukaguruensis, sebagai katak buluh berduri. Tapi ada sesuatu yang aneh.

“Itu [adalah] warna yang salah,” kata Lawson. 

3 dari 3 halaman

Spesies Katak Baru

Kebanyakan katak dari kelompok ini berwarna hijau dan perak, tetapi yang ini berwarna emas dan coklat. Lewat pengukuran cepat, mereka  memeriksa apakah katak aneh itu hanya memiliki variasi warna yang sepele atau apakah itu bisa menjadi spesies baru mengungkapkan bahwa matanya lebih kecil daripada katak buluh leher berduri lainnya. 

Para peneliti setuju: "Mari kita lakukan beberapa genetika," kata Lawson.

Mereka menjalankan tes DNA pada dua katak yang tampaknya termasuk dalam spesies baru yang dicurigai, serta 10 individu yang termasuk dalam spesies tenggorokan berduri. 

Mereka membandingkan susunan genetik katak emas dengan yang lain mengungkapkan keganjilan itu berbeda secara genetis, Lawson dan rekannya lalu melaporkan pada 2 Februari di Jurnal Ilmiah terbuka PLOS One.

Setiap spesies katak dalam kelompok tak bersuara ini termasuk H. ukaguruensis hidup di wilayah hutannya sendiri yang terisolasi. Ketujuh spesies yang sebelumnya diketahui terancam punah atau rentan. 

Pengasingan ini membuatnya penting untuk membedakan spesies dan menambahkannya ke daftar prioritas konservasi, kata Lawson. Kemudian, pemerintah dan organisasi dapat mulai melindungi kawasan tempat tinggal hewan baru yang berpotensi terancam punah ini.