Liputan6.com, Jakarta Muhasabah diri artinya mungkin belum dipahami oleh sebagian muslim. Padahal, muhasabah perlu dilakukan oleh setiap umat Islam agar dirinya berubah menjadi lebih baik setiap harinya. Muhasabah diri memang membantu kamu untuk menjadi lebih baik dari berbagai segi.
Muhasabah diri artinya introspeksi dalam bahasa Arab. Hal ini biasanya dilakukan dengan merenungkan hal-hal baik maupun buruk yang pernah kamu lakukan. Kamu bisa melaksanakan muhasabah diri setiap hari, setiap bulan, hingga setiap tahun agar senantiasa menjadi orang yang lebih baik.
Muhasabah adalah salah satu cara untuk memperbaiki hati, melatih, menyucikan, dan membersihkannya. Dalam Islam, faktor utama yang menyebabkan seseorang mau melakukan muhasabah adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah SWT akan menghitung amal semua hamba-Nya.
Advertisement
Jika amalannya baik, maka Allah SWT akan memberikan balasan yang baik pula. Sebaliknya jika amalannya buruk, maka ia akan mendapatkan balasan yang buruk pula. Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (1/3/2023) tentang muhasabah diri.
Muhasabah Diri Artinya
Secara etimologis, muhasabah merupakan bentuk mashdar (bentuk dasar) dari kata hasaba-yuhasibu yang kata dasarnya hasaba-yahsibu atau yahsubu yang berarti menghitung. Sementara itu, menurut Ahmad Warson Munawir dalam Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, muhasabah diri artinya perhitungan atau introspeksi.
Kata-kata Arab muhasabah berasal dari satu akar yang menyangkut konsep-konsep seperti menata perhitungan, mengundang (seseorang) untuk melakukan perhitungan, menggenapkan (dengan seseorang) dan menetapkan (seseorang untuk) bertanggung jawab.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), muhasabah diri artinya introspeksi. Muhasabah diri artinya peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya) diri sendiri. Muhasabah adalah salah satu cara membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat.
Menurut Imam Al-Ghozali, muhasabah diri artinya upaya i’tisham dan istiqomah. I’tisham merupakan pemeliharaan diri dengan berpegang teguh pada aturan-aturan syariat. Sementara istiqomah adalah keteguhan diri dalam menangkal berbagai kecenderungan negatif.
Muhasabah diri artinya introspeksi, mawas, atau meneliti diri. Hal ini berarti menghitung-hitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari, bahkan setiap saat.
Advertisement
Dalil Tentang Muhasabah
Muhasabah diri adalah salah satu amalan yang disebutkan dalam Alquran dan diajarkan oleh Rasulullah. Dalam surah Al Hasyr ayat 18, Allah berfirman;
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18).
Dengan melakukan muhasabah diri artinya manusia akan membuka hati dan menyadari segala dosanya. Setelah itu, muslim yang taat akan bertaubat dan tak mengulangi kesalahannya. Sebab taubat adalah bentuk penyesalan seorang muslim. Sebagaimana dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda "Menyesal adalah taubat." (HR. Ibnu Majah)
Umar bin Khattab pernah mengatakan, "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu akan memudahkan hisab kalian kelak. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting pada hari kiamat"
Kemudian dia mengutip surah Al Haqqah ayat 18.
"Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabbmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)." (QS. Al-Haqqah: 18)
Apa yang dikatakan Umar bin Khattab juga sesuai dengan sabda Nabi dalam hadis yang diriwatkan Syadad bin Aus, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya, sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT."
Jadi, hendaknya kita senantiasa melakukan muhasabah diri secara rutin. Pasalnya, introspeksi diri ini akan menjauhkan kamu dari sikap merasa paling suci, menjauhkan diri dari sifat sombong, menyadarkan diri untuk selalu memanfaatkan waktu untuk beribadah, dan dapat menenangkan hati agar mendapatkan petunjuk.
Cara Melakukan Muhasabah Diri
Muhasabah diri artinya introspeksi. Melansir Kemenag Jabar, cara melakukan muhasabah diri yaitu sebagai berikut:
1. Bersahabat dengan orang-orang saleh
Salah satu rezeki yang Allah SWT berikan kepada seorang muslim adalah dengan dikelilingi oleh sahabat yang saleh. Teman yang saleh dapat mengingatkan kekeliuran kamu. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku lupa sebagaimana kalian lupa. Oleh karenanya, ingatkanlah aku ketika diriku lupa” [HR. Bukhari]
Selain itu, dalam hadis juga disebutkan:
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi diri seorang pemimpin/pejabat, maka Allah akan memberinya seorang pendamping/pembantu yang jujur yang akan mengingatkan jika dirinya lalai dan akan membantu jika dirinya ingat” [HR. Abu Dawud].
2. Tidak menutup diri dari masukan orang lain
Seseorang terkadang melakukan kesalahan yang tidak ia sadari. Dengan tidak menutup diri, seorang muslim dapat senantiasa mengevaluasi diri. Dalam suatu riwayat, Imam Bukhari menceritakan usul Umar kepada Abu Bakar RA dalam mengumpulkan Al Qur’an. Saat itu, Abu Bakar menolak usul tersebut namun Umar terus mendesak dan mengatakan bahwa hal itu adalah kebaikan. Akhirnya, Abu Bakr menerima usul tersebut dan mengatakan:
“Umar senantiasa membujukku untuk mengevaluasi pendapatku dalam permasalahan itu hingga Allah melapangkan hatiku dan akupun berpendapat sebagaimana pendapat Umar” [HR. Bukhari]
3. Menyendiri untuk bermuhasabah
Menyediri untuk bermuhasabah tentunya inti dari muhasabah diri itu sendiri. Hal ini bisa kamu lakukan untuk mengevaluasi dan introspeksi diri. Diriwayatkan dari Umar bin Khathab, beliau mengatakan:
“Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi]
Selain itu, dari Maimun bin Mihran, beliau berkata:
“Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya” [HR. Tirmidzi]
Advertisement