Sukses

Hukum Prank dalam Islam, Lengkap dengan Kisah Prank di Zaman Nabi dan Sahabat

Meski dalam beberapa hal prank, lelucon, bergurau atau bercanda diharamkan, namun bukan berarti semua itu tidak boleh dilakukan sama sekali.

Liputan6.com, Jakarta Konten prank menjadi hal yang sangat populer di media sosial dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan sampai sekarang, prank sering dilakukan untuk tujuan hiburan dan bersenang-senang.

Hanya saja dalam beberapa kasus, prank menjadi sangat berlebihan hingga beberapa di antaranya menyebabkan korban prank merasa marah, sakit hati, bahkan tidak sedikit yang celaka di antaranya. Lalu bagaimana Islam memandang mengenai fenomena prank ini?

Prank sendiri dapat dipahami sebagai kelakar, olok-olok, seloroh, senda gurau, perbuatan jahil, dan sebagainya. Perlu diketahui, bahwa prank bukan merupakan hal baru, yang baru ada belakangan ini saja.

Bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, ada salah seorang sahabat yang dikenal sangat jahil. sahabat Nabi ini bernama Nuaiman. Saking jahilnya sifatnya, Nabi Muhammad SAW bahkan pernah menjadi sasaran kejahilannya.

Lalu bagaimana sikap Nabi Muhammad SAW menanggapi prank dari sahabatnya? Bagaimana Islam memandang prank dan sikap jahil ini? Berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (21/3/2023).

2 dari 5 halaman

Kisah Prank di Zaman Nabi Muhammad SAW

Seperti yang sedikit dijelaskan sebelumnya, prank adalah perbuatan kelakar, olok-olok, seloroh, senda gurau, perbuatan jahil, dan sebagainya. Jika dilihat dari pengertiannya, maka bisa dikatakan bahwa prank bukanlah hal baru. Prank bahkan telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, di mana ada salah seorang sahabat yang dikenal dengan perbuatan jahilnya.

Nuaiman merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sangat jahil. Bahkan Nabi Muhammad pernah menjadi salah satu korban prank dari Nuaiman ini.

Dikisahkan pada suatu ketika, Nuaiman melihat seorang penjual madu yang tampak begitu kelelahan dan kepanasan setelah berkeliling menjajakan madu dagangannya. Meski demikian, belum ada satu pun dari dagangannya yang sudah terjual.

Nuaiman yang melihat pedagang madu itu kemudian menghampiri dan mengajaknya ke rumah Rasulullah SAW. Ketika sampai di depan kediaman Rasulullah SAW, Nuaiman pun, meninggalkan pedagang madu tersebut.

Namun, sebelum meninggalkan pedagan madu itu, Nuaiman mengatakan, "Aku akan pergi karena masih ada urusan. Sebentar lagi penghuni rumah itu akan keluar dan membayar kepadamu harga madu itu,"

Pedagang madu itu pun kemudian mengetuk pintu rumah Rasulullah SAW dan memberikan madu tersebut kepadanya. Tentunya, Rasulullah merasa tersentuh dengan madu yang dianggapnya adalah hadiah untuknya.

Hingga Rasulullah pun membagikan madu-madu itu kepada para sahabatnya yang lain. Ketika beliau sedang membagikan madunya, sang penjual madu berteriak, "Wahai Rasul! Bayarlah madu itu!"

Rasulullah yang mendengar itu sedikit terkejut dan langsung memahami situasi.

"Ini pasti perbuatan Nu'aiman," kata beliau sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak lama setelah kejadian itu, Rasulullah pun memanggil Nuaiman untuk menemuinya. Beliau meminta penjelasan maksud di balik perilaku dari Nu'aiman tersebut.

Namun, justru jawaban yang datang dari Nu'aiman lagi-lagi mengukirkan senyum di wajah Rasulullah SAW. Nu'aiman berkata, "Aku ingin berbuat baik kepadamu, Ya Rasul. Tapi aku tidak punya apa-apa,"

3 dari 5 halaman

Reaksi Rasulullah SAW ketika Jadi Sasaran Prank

Itu bukan satu-satunya peristiwa ketika Rasulullah menjadi sasaran prank dari Nuaiman. Tidak hanya sekali, Rasulullah menjadi sasaran prank dari Nuaiman.

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW sedang duduk-duduk bersama para sahabat, Nuaiman tiba-tiba datang dan membagikan makanan kepada Rasulullah dan para sahabat.

Setelah makanan tersebut habis disantap oleh Rasulullah dan yang lain, tiba-tiba Nu'aiman berkata, "Ya Rasulullah, ini penjualnya, tolong engkau yang bayar, Rasulullah."

Rasulullah yang mendengar itu pun bingung dan terkejut. Hingga pada akhirnya, Rasulullah memakluminya dan mengajak para sahabat patungan untuk membayar makanan yang telah mereka santap tersebut.

4 dari 5 halaman

Pandangan Islam terhadap Prank

Dari kedua kisah prank yang melibatkan sahabat Nu'aiman dan Nabi Muhammad SAW, kita bisa melihat tentang bagaimana pandangan Islam mengenai prank, melalui reaksi Rasulullah terhadap perbuatan jahil Nuaiman.

Dalam pandangan Islam, hukum prank, lelucon, atau gurauan, tentu saja diperbolehkan. Hal itu ditunjukkan dari sikap Rasulullah SAW yang masih tetap sabar dan memaklumi sikap jahil yang dilakukan Nuaiman.

Akan tetapi penting untuk ditekankan, prank atau lelucon yang diperbolehkan adalah bisa diterima bagi sasaran prank atau lelucon. Jika prank tersebut bersifat menipu, mengintimidasi, mempermalukan publik, dan tidak dapat diterima sasaran prank atau korban, maka hukum prank adalah haram dan dilarang untuk dilakukan.

Lalu bagaimana prank atau lelucon yang dianggap berlebihan sehingga haram dilakukan? Adapun prank atau lelucon yang berlebihan, sehingga haram untuk dilakukan. Prank atau candaan haram dilakukan jika mengandung sifat-sifat sebagai berikut:

1. Membuat Kaget dan Takut

Lelucon atau prank yang dianggap berlebihan sehingga haram untuk dilakukan jika prank tersebut dapat membuat orang lain kaget dan takut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak halal bagi seorang Muslim menakut-nakuti Muslim yang lain.” (HR Abu Dawud, shahih)

Perbuatan prank atau lelucon yang sampai membuat orang lain kaget juga dilarang oleh Rasulullah SAW.

Dari Abdurrahaman Bin Abu Laila, beliau berkata, para sahabat Nabi Muhammad SAW bermusafir bersama baginda. Salah seorang dari mereka tertidur lalu ada sebahagian sahabat yang mengambil dan menarik tali yang ada bersamanya sehingga orang yang tidur itu terkejut, maka Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim membuat saudara muslimnya terkejut.”  (Sunan Abi Daud)

2. Tidak Bisa Diterima Sasaran Prank

Lelucon atau prank menjadi haram dilakukan jika prank tersebut tidak bisa diterima oleh sasaran prank, sehingga dia merasa marah, sakit hati, dan tidak ridha.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” (HR Abu Dawud, hasan)

Mengenai hadits tersebut, Muhammad Abadi menjelaskan bahwa mengambil barang untuk bercanda karena tidak ada faedah/manfaatnya bahkan bisa menjadi sebab marah dan terganggunya orang yang memiliki barang tersebut. Oleh karena itu, prank yang bersifat seperti itu dilarang.

3. Menyebabkan Orang Lain Celaka

Prank yang jelas-jelas dilarang adalah yang bisa menyebabkan orang lain celaka. Karena dari candaan yang berbahaya tersebut, bisa jadi ada setan yang mengganggu sehingga sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak boleh bagi salah seorang dari kalian mengarahkan atau mengacungkan senjata tajam kepada saudaranya, karena dia tidak tahu bisa jadi syaitan mengganggu tangannya sehingga dia bisa terjatuh kedalam kubangan api neraka.

Mengenai hadits tersebut, Al-Hafiz Ibnu Hajar menjelaskan bahwa terdapat larangan dari segala sesuatu yang bisa menghantarkan kepada semua yang terlarang, walaupun yang sesuatu terlarang tersebut tidak terjadi, baik itu ketika bercanda atau serius.

4. Merendahkan dan Mengejek

Prank yang diharamkan dalam Islam adalah prank atau lelucon yang bersifat merendahkan dan mengejek. Allah SWT berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujurat: 11)

5. Mengandung Dusta dan Ghibah

Prank atau lelucon yang dilarang dalam agama Islam adalah prank yang mengandung dusta dan ghibah.

Dalam riwayat dari Bahz bin Hakîm dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Celakalah orang yang mengucapkan sebuah perkataan dusta untuk membuat orang tertawa. Celakalah dia, Celakalah dia.'"

Adapun poin yang kedua, yaitu ghibah, ini merupakan penyakit yang buruk dan termasuk dosa besar. Dalam riwayat Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersadba,

"Ketika saya diangkat ke langit (dalam peristiwa isra’ dan Mi’raj), saya melalui satu kaum yang memiliki kuku panjang terbuat dari tembaga, mereka mencakar wajah dan dada mereka, maka saya berkata, ‘Siapakah mereka itu wahai Jibril? Jibril Alaihissallam menjawab, ‘Mereka adalah orang yang memakan daging manusia dan mencela kehormatan mereka.’"

5 dari 5 halaman

Adab Bercanda

Meski dalam beberapa hal prank, lelucon, bergurau atau bercanda diharamkan, namun bukan berarti semua itu tidak boleh dilakukan sama sekali. Dalam cerita Nuaiman, dapat dilihat mengenai bagaimana sikap Rasulullah SAW dalam menanggapi candaan.

Bahkan dalam sejumlah riwayat, Rasulullah pun juga bercanda. Dengan kata lain, bercanda diperbolehkan dalam agama Islam.

Dikutip dari laman Majelis Ulama Indonesia, dalam suatu kesempatan Rasulullah SAW mengajak istri serta sahabatnya untuk saling bercanda dengan orang lain agar membantu mereka menjadi lebih bahagia. Sahabat Nabi Muhammad SAW di lain kesempatan juga melakukan candaan agar suasana menjadi cair.

  1. Dalam bercanda tentu Islam memiliki adab yang perlu diperhatikan. Adapun adab bercanda antara lain adalah sebagai berikut:
  2. Candaan yang dilakukan tidak mengandung nama Allah.
  3. Candaan atau prank tidak mengandung dusta.
  4. Tidak menyakiti dan menyebabkan orang lain celaka.
  5. Tidak bercanda kepada orang yang tidak suka.
  6. Tidak menjadikan topik serius sebagai candaan.
  7. Menghindari larangan Allah SWT.
  8. Tidak berkata dan bersikap yang konotasinya buruk, karena kenyamanan dalam berhubungan sosial menjadi hal yang penting.
  9. Menghindari tertawa berlebihan sebagaimana dikatakan oleh Aisyah RA, “Aku belum pernah melihat Rasulullah SAW tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan lidahnya, namun beliau hanya tersenyum.”