Liputan6.com, Jakarta Salah satu tradisi yang berkembang di Indonesia ketika Hari Raya Idul Fitri adalah kebiasaan untuk saling memaafkan. Saling memaafkan memang hal yang penting untuk dilakukan, baik itu saat di Hari Raya Idul Fitri maupun bukan. Sebab, pada dasarnya manusia adalah tempat salah dan dosa.
Baca Juga
Advertisement
Oleh karena itu, banyak orang sering menggunakan momen-momen tertentu seperti momen Hari Raya Idul Fitri untuk saling memaafkan. Tentu saja, untuk saling memaafkan memang tidak perlu menunggu momen Idul Fitri. Kita bisa meminta maaf dan memaafkan kapan saja, bahkan segera setelah kita membuat kesalahan.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa saling memaafkan secara khusus di Hari Raya Idul Fitri tidak memiliki pijakan jelas dalam hadis-hadis Rasulullah. Namun perlu momen saling bermaafan ini, atau dalam budaya kita dinamakan halal bi halal adalah satu kesempatan yang sebaiknya tidak kita lewatkan.
Tidak hanya sebagai momen untuk saling memaafkan, momen lebaran juga sering dimanfaatkan untuk menguatkan kembali tali silaturahim yang mulai renggang akibat jarang bertemu karena kesibukan masing-masing.
Lalu yang jadi pertanyaan, apa hukumnya memanfaatkan momen lebaran untuk saling memaafkan di Hari Raya Idul Fitri? Berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (21/4/2023).
Dalil Saling Memaafkan
Meminta maaf dan memaafkan sangat dianjurkan dalam ajaran agama Islam. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-A'raf ayat 199,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya: “Jadilah pemaaf, perintahkanlah kepada apa yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang belum mengerti.” (QS. Al-A'raf ayat 199)
Apalagi, ada dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Dosa tersebut adalah dosa yang kita lakukan pada orang lain sebelum kita meminta maaf untuk dosa tersebut.
Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa ada padanya perbuatan zalim kepada saudaranya menyangkut kehormatan atau apapun, maka hendaklah ia segera meminta kehalalan atas perbuatan zalim yang dia lakukan hari itu juga sebelum tidak ada dinar dan tidak ada dirham (yaitu pada hari kiamat dimana harta benda tidak ada gunanya). Jika ada baginya amal saleh maka diambil lah pahalanya sesuai dengan kadar kezalimannya. Jika sudah tidak ada amal-amal kebaikan, maka diambil lah dari dosa-dosanya orang-orang yang dizalimi. Lalu dosa itu dibebankan kepadanya. (HR Bukhari dan Tirmidzi).
Dari serangkaian penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa saling memaafkan merupakan hal yang sangat dianjurkan dalam ajaran agama Islam, terlepas itu dilakukan di momen Hari Raya Idul Fitri maupun tidak.
Advertisement
Anjuran Saling Memaafkan di Hari Raya Idul Fitri
Memang meminta maaf dan memaafkan seharusnya bisa dilakukan sesegera mungkin, dan tidak perlu menunggu momen Hari Raya Idul Fitri. hanya saja, di Indonesia momen Idul Fitri merupakan momen terbaik untuk saling memaafkan, terutama dengan orang-orang yang jarang sekali kita temui.
Sebab di Hari Raya Idul Fitri, sebagian besar orang terutama muslim akan mengambil libur panjang. Waktu libur tersebut biasanya digunakan untuk pulang ke kampung halaman dan bertemu dengan sanak saudara yang sudah lama sekali tidak bertemu.
Pada pertemuan di momen Hari Raya Idul Fitri itulah kita bisa bertemu dengan sanak saudara, saling berjabat tangan, kemudian saling memaafkan.
Dalam sebuah hadis, disebutkan:
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا
Artinya: “Tidaklah dua pribadi muslim yang bertemu, lantas saling bersalaman, kecuali dosa keduanya diampuni oleh Allah SWT sebelum mereka berpisah.” (HR. at-Tirmidzi)
Meski dalam hadits tersebut tidak disebutkan secara spesifik bahwa saling memaafkan tidak harus dilakukan selama momen Idul Fitri. Akan tetapi jika mengingat bahwa banyak orang yang hanya memiliki kesempatan untuk bertemu keluarga dan sanak saudara di Hari Raya Idul Fitri, maka tentu saja sangat dianjurkan untuk saling memaafkan di Hari Raya idul Fitri.
Begitu pula dalam hari raya, bersilaturahim diajarkan oleh Nabi. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan dalam Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari bahwa ada riwayat tentang para sahabat Nabi yang saling berjumpa di hari raya. Mereka saling mendoakan satu sama lain dengan taqabbalallahu minna wa minkum.
Diperbolehkan Saling Memaafkan di Hari raya Idul Fitri
Sementara itu ada pula ulama yang berpendapat bahwa saling memaafkan di Hari Raya Idul Fitri hukumnya tidak harus, tidak sunah, namun juga tidak dilarang. Dengan kata lain, hukum saling memaafkan di Hari Raya Idul Fitri adalah mubah atau diperbolehkan.
Pendapat ini didasarkan pada nash atau dalil Al-Quran maupun hadits, yang mengharuskan kita bermaaf-maafan saat lebaran. Juga tidak ada dalil yang mengharuskan kita mengucapkan "mohon maaf lahir batin" ketika lebaran. Demikian juga tidak ada dalil yang melarangnya.
Bermaaf-maafan atau minta maaf saat lebaran, hanyalah tradisi umat Islam Indonesia, bukan berdasarkan contoh dari Rasulullah Saw dan para sahabat.
Menurut sejumlah hadits, saat hari Idul Fitri atau usai Ramadhan, Rasulullah Saw dan para sahabat ketika bertemu "hanya" saling mendoakan dengan ucapan "taqabbalallahu minna wa minkum" (semoga Allah menerima amalan kami dan kalian).
Advertisement
Hukum Saling Memaafkan yang Haram
Ada pula ulama yang berpendapat bahwa saling memaafkan bisa berubah menjadi perbuatan haram dan tercela jika dilakukan dengan cara-cara yang tidak ada tuntunannya dalam Alquran dan Sunnah. Misalnya, dengan mengkhususkan waktu-waktu dan hari-hari tertentu untuk bisa saling memaafkan.
Sebab tidak ada dalil dalam syariat tentang pengkhususan tersebut. Seperti mengkhususkannya pada waktu dan dalam rangka hari raya Idul Fitri atau Idhul Adha.
Saling memaafkan merupakan perbuatan yang terpuji dan sangat dianjurkan oleh agama Islam. Hanya saja, perbuatan saling memaafkan itu tidak perlu dikhususkan hanya di waktu-waktu tertentu, seperti pada Hari Raya Idul Fitri.
Jika dikhususkan dengan misalnya waktu tertentu tanpa dalil khusus, maka berubah menjadi perbuatan bid'ah yang sangat tercela dalam Islam.
Sebagai contoh, shalat malam dan puasa sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Namun, dua jenis ibadah ini jika pelaksanaannya dikhususkan pada hari Jum’at, maka dua amalan besar tersebut menjadi tercela dan haram untuk dilakukan, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
Janganlah kalian mengkhusukan malam Jum’at di antara malam-malam lainnya dengan (melaksanakan) shalat malam, dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at di antara hari-hari lainnya dengan berpuasa, kecuali puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang darimu. (HR. Muslim)