Sukses

Arti Tarhib Ramadhan dalam Islam, Lengkap dengan Asal Usul dan Contoh Amalannya

Arti tarhib Ramadhan adalah menyambut bulan suci Ramadhan.

Liputan6.com, Jakarta Tarhib Ramadhan adalah istilah yang asing bagi sebagian umat Muslim. Namun, ada juga umat Muslim yang mengetahui arti dari tarhib Ramadhan. Tarhid Ramadhan sendiri berakar dari bahasa Arab.

Secara bahasa, tarhib Ramadhan adalah menyambut bulan suci Ramadhan. Sejatinya, Ramadhan adalah bulan istimewa yang hanya datang satu tahun sekali. Dengan begitu, tarhid Ramadhan dianjurkan untuk dilakukan oleh umat Muslim.

Secara umum, tarhid Ramadhan adalah menyambut bulan suci Ramadhan dengan segala kesiapan, keluasan, serta kelapangan jiwa dan raga. Sebab pada bulan Ramadhan akan melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan lamanya yang membutuhkan persiapan kesehatan fisik dan mental.

Berikut Liputan6.com ulas mengenai arti tarhib Ramadhan beserta asal usul penamaan dan contoh amalannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (11/4/2023).

2 dari 4 halaman

1. Arti Tarhib Ramadhan dan Asal Usulnya

Secara etimologi, kata tarhib berasal dari bahasa Arab ra-hi-ba, yarhabu, rahbun yang artinya luas, lapang, dan lebar. Kata tersebut lalu berubah menjadi fi’il rahhaba, yurahhibu, tarhiban yang berarti menyambut, menerima dengan penuh kelapangan, kelebaran dan keterbukaan hati. Dengan begitu, tarhib Ramadhan adalah upaya memantaskan diri menyambut bulan suci Ramadhan.

Sedangkan menurut Kementerian Agama RI, kata tarhib dalam bahasa Arab digunakan untuk sambutan, sambutan apa saja. Bukan diperuntukkan untuk Ramadhan saja. Seperti kalamat al-Tarhib (kata sambutan), menyambut mudir, presiden, dan lainnya.

Atau mudahnya, kata tarhib adalah ungkapan selamat datang atas kedatangan seseorang, atau kehadiran sesuatu yang indah. Sama dengan ungkapan "Marhaban". Yaitu "Aku sambut engkau dengan penuh kelapangan hati dan pikiran, juga aku sambut engkau dengan seluruh jiwa dan ragaku".

Jadi, dapat disimpulkan bahwa tarhib Ramadhan adalah menyambut bulan Ramadhan dengan senang hati, dengan tangan terbuka, dengan penuh kebahagiaan baik jiwa dan raga.

Hal yang sama disampaikan pada buku Informasi Kapuas (2021) karya Jum’atil Fajar, menjelaskan bahwa tarhib Ramadhan adalah sebagai menyambut bulan Ramadhan dengan upaya meningkatkan kualitas ibadah selama bulan Ramadhan.

3 dari 4 halaman

2. Istilah Tarhib Ramadhan di Indonesia

Dikutip dari laman Kemenag Kanwil Malang, di Indonesia sendiri tarhib Ramadhan lebih kepada kajian-kajian fiqih puasa, halaqah-halaqah seputar bulan Ramadhan, dan lain sebagainya. Meski kata tarhib Ramadhan terbilang baru di Indonesia, namun tradisi adat setempat yang masih berkaitan dengan menyambut bulan Ramadhan ada banyak. Seperti, meggengan dari tradisi Jawa yang dimulai dari ziarah kubur kemudian mengundang makan bersama dengan makanan tertentu yang dipenuhi dengan filosofis. Sedangkan dalam masyarakat Sunda juga dikenal dengan istilah munggahan. Munggahan dapat diartikan naik ke bulan suci atau tinggi derajat. Secara filosofi, Munggahan dapat diartikan sebagai prosesi penyambutan bulan puasa yang penuh kemuliaan, sehingga umat Muslim akan merasa bahagia dan dinaikkan derajatnya.

4 dari 4 halaman

3. Contoh Amalan Tarhib Ramadhan

Adapun terdapat beberapa contoh amalan yang bisa dilakukan pada saat tarhib Ramadhan adalah sebagai berikut:

a. Membaca doa-doa untuk menyambut kedatangan Ramadhan

Salah satu bacaan doa yang bisa dilantunkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan adalah:

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلغنَا رَمَضَانَ

Artinya, "Ya Allah, Ya Allah berkahilah kami di dalam bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadan." (HR Ahmad).

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِيْ إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـيْ رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِيْ مُتَقَبَّلاً

Artinya: "Ya Allah, selamatkan aku hingga sampai Ramadan, dan selamatkan Ramadan untukku, dan terimalah Ramadan dariku dengan benar-benar diterima." (Doa Yahya bin Abi Katsir dalam Hilyah).

b. Membaca doa ketika melihat hilal Ramadhan

Berikut bacaan doa ketika melihat hilal Ramadhan, yakni:

اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَالإِيمَانِ، وَالسَّلامَةِ وَالإِسْلَامِ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ هِلَالُ رُشْدٍ وَخَيْرٍ

Artinya, "Ya Allah, jadikanlah bulan Ramadhan ini ‘membawa’ keamanan, keimanan, keselamatan, keislaman bagi kami. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah, wahai bulan petunjuk dan kebaikan." (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).

c. Meneguhkan niat-niat utama sebelum masuk Ramadhan

Berikut ini ada beberapa niat-niat yang bisa diamalkan sebelum masuk bulan suci Ramadhan, yakni:

- Niat tadarus Al-Qur'an dengan merenungi maknanya.

- Niat tobat sebenar-benarnya dari dosa yang telah lewat.

- Niat menjadikan Ramadhan sebagai permulaan untuk melakukan amal saleh dan kebaikan selamanya seizin Allah ta'ala, dan niat-niat terbaik lainnya.

d. Mempersiapkan kesehatan fisik dan psikis agar dapat menjalankan ibadah di sepanjang Ramadhan secara optimal

e. Membaca kitab, buku dan artikel ilmiah tentang Ramadhan

Hal ini dapat dilakukan sebagai bekal keilmuan sebelum masuk Ramadhan. Di antaranya membaca Kitab Ihya Ulumiddin tentang rahasia-rahasia puasa, Kitab Lathaiful Ma'arif, dan artikel di Kemenag tentang hal-hal seputar puasa Ramadhan.

f. Memperbanyak puasa sunnah di bulan Syaban

Contoh amalan tarhib Ramadhan yang berikutnya adalah dengan memperbanyak puasa sunnah di bulan Syaban yaitu bagi mereka yang sebelum datangnya bulan itu telah membiasakan puasa sunnah.

Namun demikian satu atau dua hari menjelang masuknya bulan Ramadhan dilarang melakukan puasa sunnah, kecuali bagi mereka yang sudah membiasakannya.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَا نَ

Dari Aisyah r.a. ia menuturkan, “Rasulullah SAW biasa mengerjakan puasa, sehingga kami berpendapat bahwa beliau tidak pernah tidak berpuasa, dan beliau biasa tidak berpuasa, sehingga kami berpendapat bahwa beliau tidak pernah berpuasa. Akan tetapi aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa daripada puasa di bulan Sya’ban”. (Hadits Shahih, riwayat Bukhari: 1833 dan Muslim: 1956. teks hadits riwayat al-Bukhari).