Liputan6.com, Jakarta Muzara'ah adalah sebuah konsep yang berasal dari sistem ekonomi Islam. Konsep ini digunakan dalam pertanian, di mana pemilik menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk ditanami dan dipelihara dengan biaya dari petani tersebut, dan kemudian hasil panen dibagi antara pemilik tanah dan petani.
Baca Juga
Advertisement
Muzara'ah adalah salah satu contoh nyata bagaimana Islam peduli dengan kesejahteraan umatnya. Konsep muzara'ah memungkinkan petani yang tidak memiliki lahan sendiri untuk tetap dapat menghasilkan pendapatan yang layak, tanpa harus memiliki modal besar untuk membeli tanah atau peralatan pertanian yang mahal.
Dalam sistem muzara'ah, pemilik tanah juga turut mendapatkan keuntungan, tetapi keuntungan tersebut dibagi secara adil dengan petani. Hal ini memastikan bahwa tidak hanya pemilik tanah yang memperoleh keuntungan, tetapi juga petani yang turut berkontribusi dalam produksi.
Dengan demikian, muzara'ah mendorong kerjasama dan saling menguntungkan antara pemilik tanah dan petani. Berikut ulasan tentang muzara'ah adalah kerjasama pengelolaan lahan dalam Islam yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (14/4/2023).
Pengertian Muzara’ah
Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanam dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Al-muzara’ah seringkali diidentikan dengan mukhabarah. Diantara keduanya terdapat sedikit perbedaan sebagaimana pada akad Muzara’ah benih dari pemilik lahan sedangkan akad Mukhabarah benih dari penggarap.
Dalam konteks bahasa, muzara’ah memiliki dua arti. Pertama, al-muzara’ah berasal dari tharh al-zur’ah yang memiliki arti ‘melemparkan tanaman’. Arti pertama ini adalah sebuah majas untuk ‘modal’ atau al- budzar. Kedua, al-muzara'ah berasl dari al-inbat yang menjadi makna hakiki yang ‘berarti menumbuhkan’.
Menurut mazhab Hanafiyah, secara istilah muzara’ah adalah akad untuk bercocok tanam dengan. Sedangkan menurut mazhab Hanabilah, muzara'ah adalah pemilik tanah yang menyerahkan tanahnya untuk ditanami kepada orang lain.
Keuntungan dari sistem muzara'ah adalah bahwa petani memiliki kesempatan untuk menanam tanaman dan memperoleh keuntungan tanpa harus memiliki tanah, sementara pemilik tanah dapat memanfaatkan tanahnya untuk menghasilkan pendapatan. Dalam muzara'ah, risiko dan keuntungan dibagi antara pemilik tanah dan petani secara adil, sehingga kedua belah pihak memiliki kepentingan yang sama dalam menjaga keberhasilan tanaman.
Advertisement
Muzara'ah untuk Kesejahteraan Umat
Sistem muzara'ah juga memiliki implikasi sosial yang penting. Muzara'ah adalah konsep yang memungkinkan petani memiliki kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari hasil tanaman, sehingga mereka dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Di sisi lain, pemilik tanah tidak hanya menghasilkan pendapatan dari tanah mereka, tetapi juga membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dengan memberikan kesempatan bagi petani untuk berpartisipasi dalam produksi.
Dalam prakteknya, muzara'ah dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang selain pertanian, seperti perkebunan, peternakan, dan industri lainnya. Meskipun demikian, sistem muzara'ah tetap mengedepankan prinsip-prinsip yang sama, yaitu keadilan, keuntungan yang adil, dan kesejahteraan bersama.
Dalam konteks ekonomi Islam, muzara'ah menjadi salah satu alternatif bagi sistem ekonomi kapitalis yang seringkali menempatkan kepentingan individu atau perusahaan di atas kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dalam muzara'ah, kepentingan individu dan masyarakat saling terkait, sehingga sistem ini dianggap sebagai salah satu bentuk ekonomi yang adil dan berkelanjutan.
Syarat Muzara’ah
Dilansir dari laman repository.radenintan.ac.id, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam muzara'ah. Syarat muzara'ah menurut jumhur ulama mengatur orang-orang yang berakad, benih yang akan ditanam, lahan yang akan dikerjakan, hasil yang akan dipanen, dan jangka waktu berlaku akad. Berikut syarat muzaraah
1. Pihak yang Berakad
Seorang yang melakukan akad muzara’ah harus seorang yang sudah baligh dan berakal sehat. Tujuannya agar mereka dapat bertindak atas nama hukum. Oleh sebagian ulama mazhab Hanafi, selain syarat tersebut ditambah lagi syarat bukan orang murtad. Sebab, tindakan orang murtad dianggap Mauquf, yaitu tidak mempunyai efek hukum, seperti ia masuk islam kembali. Namun, Abu Yusuf dan Muhammad Hasan Asy- Syaibani, tidak menyetujui syarat tambahan itu karena akad muzara’ah tidak dilakukan sesama muslim saja, tetapi boleh juga antara muslim dengan non muslim.
2. Benih yang Ditanam
Benih yang ditanam dalam akad muzaraah harus jelas dan menghasilkan.
3. Lahan Pertanian
- Lahan dapat diolah dan menghasilkan, sebab ada tanaman yang tidak cocok ditanam didaerah tertentu.
- Batas-batas lahan jelas.
- Lahan sepenuhnya diserahkan kepada petani untuk diolah dan pemilik lahan tidak boleh ikut campur untuk mengelolanya.
4. Bagi Hasil
- Pembagian hasil panen harus jelas
- Hasil panen adalah milik bersama antara orang yang berakad, tanpa ada pengkhususan seperti disisihkan lebih dahulu sekian persen.
- Bagian antara amil dan malik adalah dari satu jenis barang yang sama.
- Bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui
- Tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan yang maklum.
5. Waktu Kerjasama
- Waktu kerjasama harus ditentukan dengan jelas di dalam akad, sehingga pengelola tidak dirugikan seperti membatalkan akad sewaktu- waktu.
- Waktu yang ditentukan ideal untuk menanam tanaman yang dimaksud.
- Waktu tersebut memungkinkan dua belah pihak hidup menurut kebiasaan.
6. Alat Pertanian
Dalam konsep muzara’ah, alat-alat yang diperlukan untuk bercocok tanam disyaratkan seperti hewan atau alat lain dibebankan kepada pemilik tanah.
Advertisement
Dasar Hukum Muzara’ah
Sebagai bagian dari ajaran ekonomi Islam, muzara’ah adalah konsep yang berdasar hukum dari Al-Quran dan hadist. Berikut dalil yang mencantumkan hukum muzara'ah.
Q.S. Al-Zukhruf Ayat 32
هُمْ يَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَۗ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَّعِيْشَتَهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۙ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗوَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Q.S.Al-Waqi’ah ayat 63-64
اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَحْرُثُوْنَۗoءَاَنْتُمْ تَزْرَعُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الزَّارِعُوْنَ
Artinya: Pernahkah kamu perhatikan benih yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkan?