Sukses

Menikah di Bulan Syawal Menurut Islam, Sunnah atau Dilarang? Ketahui Mitosnya

Menikah di bulan Syawal menurut Islam merupakan bagian dari sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Liputan6.com, Jakarta - Menikah di bulan Syawal menurut Islam merupakan bagian dari sunnah yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW sendiri menikahi istrinya Aisyah RA di bulan Syawal, menghapuskan mitos larangan menikah di bulan ini yang berasal dari zaman jahiliyah.

Dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah, 3/235, Ibnu Katsir juga menjelaskan anjuran menikah di bulan Syawal:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua ‘ied (bulan Syawal termasuk di antara ‘ied Fitri dan ‘idul Adha), mereka khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar.”

Larangan tersebut hanya merupakan mitos yang tidak memiliki dasar yang sahih dalam ajaran Islam. Sebaliknya, keutamaan menikah di bulan Syawal justru sangat dianjurkan dan dianggap sebagai tindakan yang baik dalam agama Islam, sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa buku fikih dan ulama terkemuka.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang menikah di bulan Syawal menurut Islam yang benar, Jumat (14/4/2023).

2 dari 3 halaman

Bagian dari Sunnah

Menikah di bulan Syawal merupakan salah satu sunnah Rasulullah SAW dalam ajaran agama Islam. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah menikah di bulan Syawal ketika ia menikahi salah satu istrinya, yaitu Aisyah RA. Hal ini dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai tuntunan bagi umat Islam untuk mengikuti sunnah beliau.

‘Aisyah radiallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan:

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟، قَالَ: ((وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ))

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan syawal pula. Maka isteri-isteri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah Radiyallahu ‘anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal.” (HR. Muslim)

Dalam buku berjudul Tanya Jawab Fikih Sehari-hari oleh Mahbub Maafi dan Muhyiddin Syarf an-Nawawi, dijelaskan bahwa menikah di bulan Syawal sangat dianjurkan dalam Islam dan termasuk sebagai kebaikan. Tindakan menikah di bulan Syawal merupakan bagian dari amalan yang dianjurkan dan disunnahkan dalam ajaran agama Islam.

“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman yang dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)

Dalam karyanya berjudul Hasyiyah Ala al-Durr al-Mukhtar, ulama Ibnu Abidin al-Hanafi mengutip dari al-Bazaziyah, menjelaskan bahwa melangsungkan pernikahan antara Idul Fitri dan Idul Adha diperbolehkan dalam agama Islam dan tidak dianggap makruh.

Meskipun demikian, banyak yang keliru beranggapan bahwa menikah di bulan Syawal haram dalam Islam. Keyakinan ini sebenarnya salah dan tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Larangan menikah di bulan Syawal sebenarnya berasal dari mitos yang keliru dan dipercaya oleh sebagian masyarakat.

 

3 dari 3 halaman

Larangannya Hanya Mitos

Mitos larangan menikah di bulan Syawal bermula dari istilah syawal dalam bahasa Arab "Syawala" yang artinya mengangkat ekor atau tidak mau dikawin. Oleh masyarakat jahiliyah, bulan Syawal menjadi dipercaya bisa membawa petaka seperti pernikahan yang berujung pada perceraian.

Dalam kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah, Ibnu Katsir menjelaskan mereka beranggapan bahwa unta betina mengangkat ekornya (syaalat bidzanabiha) pada bulan Syawal. Ini adalah tanda unta betina tidak mau dan enggan untuk menikah, sebagai tanda juga menolak unta jantan yang mendekat. Maka para wanita juga menolak untuk dinikahi dan para wali pun enggan menikahkan putri mereka.

Selain itu, mitos haramnya menikah di bulan Syawal berasal dari adanya wabah kolera yang pernah terjadi di bulan Syawal. Dalam buku berjudul Aisyah oleh Sulaiman an-Nadawi, masyarakat Arab pada zaman Jahiliyah beranggapan bahwa penyakit kolera terjadi di bulan Syawal sehingga mereka benci menggauli istrinya pada bulan itu.

Namun, setelah kedatangan ajaran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, mitos haramnya menikah di bulan Syawal ini dipatahkan dengan pernikahan beliau dengan Aisyah RA di bulan Syawal. Maka demikian, tindakan menikah di bulan Syawal sebenarnya adalah sesuatu yang dianjurkan dalam Islam dan tidak terdapat larangan atas hal tersebut.

Dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah, 3/235, Ibnu Katsir juga menjelaskan:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua ‘ied (bulan Syawal termasuk di antara ‘ied Fitri dan ‘idul Adha), mereka khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar.”

Masih mengutip dari sumber buku yang sama oleh Mahbub Maafi, Mazhab Syafii ditegaskan bahwa bulan Syawal juga menjadi waktu yang dianjurkan untuk berpuasa selama 6 hari, menikahkan orang lain, atau berhubungan suami istri. Rasulullah SAW melakukannya dengan maksud menghilangkan tradisi masyarakat Arab yang membenci bulan Syawal tersebut.

Dari Aisyah ra ia berkata,

“Rasulullah SAW menikahi aku pada bulan Syawal dan menggauliku (pertama kali) pada bulan Syawal. Lalu manakah istri-istri beliau yang lebih beruntung dan dekat di hatinya dibanding aku?" (Muttafaq 'Alaih). (HR. Bukhari dan Muslim)