Liputan6.com, Jakarta Halal bihalal adalah tradisi yang berasal dari Indonesia, dan memiliki sejarah yang kaya lintas generasi. Berakar pada adat dan tradisi Indonesia, khususnya budaya Jawa, halal bihalal telah menjadi acara sosial penting yang diperingati oleh umat Islam di Indonesia dan di antara masyarakat Indonesia di seluruh dunia. Asal usul halal bihalal dapat ditelusuri kembali ke tradisi Jawa slametan, yang merupakan pertemuan yang diadakan untuk berbagai tujuan.
Halal bihalal adalah waktu bagi keluarga, teman, dan anggota masyarakat untuk berkumpul bersama. Kini halal bihalal menjadi salah satu acara sehabis lebaran yang bisa ditemui di berbagai tempat, mulai dari pertemuan keluarga skala kecil hingga acara komunitas besar seperti tempat kerja. Selain itu halal bihalal juga dapat dilihat sebagai cara untuk menjaga kohesi sosial dan pengertian di antara umat Islam dari berbagai latar belakang.
Memiliki makna yang dalam, asal usul halal bihalal menjadi salah satu topik yang penting untuk diketahui. Mengingat saat ini halal bihalal termasuk untuk merayakan peristiwa penting, mengungkapkan rasa terima kasih, mencari berkah, dan membina kerukunan sosial. Seiring berjalannya waktu, halal bihalal juga menitikberatkan pada pembinaan rekonsiliasi, pemaafan, dan penguatan ikatan sosial sesama umat Islam.
Advertisement
Untuk lebih memahami bagaimana tradisi halal bihalal ada di Indonesia, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber asal-usul halal bihalal, beserta pandangan halal bihalal dalam persepsi Al Quran, Selasa (18/4/2023).
Asal Usul Halal Bihalal
Halal bihalal adalah praktik budaya yang berasal dari Indonesia, yang merupakan negara mayoritas Muslim terbesar di dunia. "Halal" berarti diperbolehkan atau halal dalam bahasa Arab, dan "bihalal" berarti dengan cara yang halal. Halal bihalal adalah pertemuan atau acara sosial yang biasanya diadakan selama atau setelah hari raya Idul Fitri, yang menandai berakhirnya bulan puasa Ramadhan.
Asal usul halal bihalal dapat ditelusuri kembali ke adat dan tradisi Indonesia, khususnya dalam budaya Jawa. Hal ini diyakini berakar pada tradisi slametan Jawa, yang merupakan pesta atau pertemuan komunal yang diadakan untuk berbagai tujuan, termasuk untuk merayakan peristiwa penting, mengungkapkan rasa terima kasih, mencari berkah, dan membina kerukunan sosial.
Slametan memiliki pengaruh Islam dan pra-Islam dan sering dipandang sebagai cara untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam masyarakat. Seiring berjalannya waktu, praktik slametan berkembang menjadi halal bihalal, yang secara khusus menitikberatkan pada pembinaan rekonsiliasi, pemaafan, dan penguatan ikatan sosial sesama umat Islam.
Halal bihalal adalah waktu bagi keluarga, teman, dan anggota masyarakat untuk berkumpul, seringkali di rumah seorang tetua atau pemimpin masyarakat, untuk saling memaafkan, menyelesaikan konflik, dan memperbarui hubungan. Ini dianggap sebagai waktu pembaharuan dan cara untuk memulai tahun baru Islam dengan lembaran baru yang bersih dan pandangan yang segar.
Halal bihalal biasanya melibatkan membaca doa, bertukar salam dan harapan baik, dan berbagi makanan dan hadiah. Ini adalah waktu bagi umat Islam untuk merenungkan tindakan mereka selama Ramadhan dan mencari pengampunan dari mereka yang mungkin bersalah, serta memaafkan orang lain yang mungkin telah berbuat salah kepada mereka. Ini juga dilihat sebagai peluang untuk memperkuat nilai-nilai kasih sayang, pengampunan, dan kerukunan masyarakat dalam Islam.
Saat ini, halal bihalal dipraktekkan secara luas di Indonesia dan di antara masyarakat Indonesia di seluruh dunia, dan telah menjadi bagian penting dari budaya dan tradisi Muslim Indonesia. Hal itu dipandang sebagai cara untuk mempererat silaturahmi, meningkatkan itikad baik, dan memupuk rasa persatuan dan kebersamaan di kalangan umat Islam.
Advertisement
Tradisi Halal Bihalal Dalam Persepsi Al Quran
Praktik halal bihalal, sebagai tradisi budaya, tidak secara eksplisit disebutkan dalam Alquran, yang merupakan kitab suci umat Islam. Al-Quran adalah sumber utama pedoman bagi umat Islam, dan memberikan prinsip dan ajaran yang diikuti umat Islam dalam kehidupan sehari-hari, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan perilaku pribadi, keluarga, dan hubungan masyarakat.
Namun, Al-Quran menekankan pentingnya pengampunan, rekonsiliasi, dan menjaga hubungan yang harmonis di antara umat Islam. Ini mendorong umat Islam untuk berbelas kasih, penyayang, dan adil dalam interaksi mereka dengan orang lain, dan untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang damai dan konstruktif.
Misalnya, Alquran mengajarkan umat Islam untuk memaafkan dan mengabaikan kesalahan orang lain:
"Biarkan mereka memaafkan dan mengabaikan. Tidakkah kamu ingin Allah memaafkanmu?" (Al Quran Surat An Nur ayat 22).
Hal ini juga mendorong umat Islam untuk berdamai dan berdamai satu sama lain:
“Dan jika dua faksi di antara orang-orang beriman harus berperang, maka berdamailah antara keduanya. Tetapi jika salah satu dari mereka menindas yang lain, maka berperanglah melawan yang menindas sampai ia kembali. kepada ketetapan Allah. Dan jika ia kembali, maka berdamailah di antara mereka dengan adil dan berlaku adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (Al Quran Surat Al Hujurat ayat 9).
Selain itu, Al-Quran menekankan pentingnya menjaga ikatan keluarga dan komunitas yang kuat, dan menyelesaikan perselisihan melalui musyawarah dan kebaikan:
“Dan orang-orang yang sabar, mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan dari apa yang telah Kami berikan kepada mereka. sembunyi-sembunyi dan terang-terangan dan mencegah kejahatan dengan kebaikan - mereka akan mendapatkan hasil yang baik dari rumah [ini] - Taman tempat tinggal abadi; mereka akan memasukinya dengan siapa pun yang saleh di antara ayah mereka, pasangan mereka dan keturunan mereka. Dan para malaikat akan masuk ke atas mereka dari setiap gerbang, [mengatakan], 'Damai bagimu untuk apa yang kamu alami dengan sabar. Dan rumah terakhir adalah yang terbaik'" (Al Quran Surat Ar Ra’d ayat 22-24).
Berdasarkan ajaran Alquran tersebut, halal bihalal dapat dilihat sebagai manifestasi dari nilai-nilai Islam tentang pengampunan, rekonsiliasi, dan keharmonisan masyarakat. Meskipun itu mungkin bukan kewajiban agama yang ditentukan dalam Al-Qur'an, itu konsisten dengan prinsip dan ajaran Islam yang lebih luas yang menekankan interaksi damai, pengampunan, dan menjaga ikatan sosial yang kuat dalam komunitas Muslim.