Sukses

Makam Imam Bukhari di Uzbekistan, Lengkap dengan Kisah Penemuannya

Penemuan makam Imam Bukhari yang berada di Uzbekistan masih berhubungan dengan Indonesia, tepatnya Presiden Ir. Soekarno.

Liputan6.com, Jakarta Makam Imam Bukhari terletak di Kota Samarkand, Uzbekistan. Imam Bukhari memiliki nama lengkap Muhammad bin Ismail al Bukhari ini dulunya dijuluki sebagai Amirul Mukminin fil Hadits atau pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis.

Semasa hidupnya, Imam Bukhari adalah ahli hadis yang termasyhur di antara para ahli hadis yakni Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah bahkan dalam buku-buku fiqih dan hadis, hadis-hadisnya memiliki derajat yang tinggi.

Kebesaran akan keilmuan beliau diakui dan dikagumi sampai ke seantero dunia Islam. Sampai beliau meninggal pun, makam Imam Bukhari menjadi tempat ziarah sekaligus wisata religi paling fenomenal. Selain itu, kisah penemuan makam Imam Bukhari juga menjadi sejarah penting bagi umat Muslim.

Berikut Liputan6.com ulas mengenai kisah penemuan makam Imam Bukhari yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (27/4/2023).

2 dari 4 halaman

Kisah Penemuan Makam Imam Bukhari

Kisah penemuan makam Imam Bukhari tidak secara resmi ditulis di buku sejarah, namun kisah penemuan ini dijelaskan dalam buku Discovering Uzbekistan karya Rahma Ahad, yang menjelaskan bahwa penemuan makam Imam Bukhari ada hungannya dengan Indonesia lebih tepatnya dengan Ir. Soekarno.

Pada masa pemerintahan Uni Soviet, yang kala itu dipimpin oleh Nikita Khrushchev, mengundang Presiden Sukarno untuk berkunjung ke negaranya. Namun demikian, presiden Sukarno kala itu tidak semerta-merta setuju.

Sebab pada masa itu, Uni Soviet dan Amerika Serikat, sedang berebut pengaruh atas Presiden Sukarno. Hal karena itu, Bung Karno sebagai penganut garis politik non blok, sangat berhati-hati dalam mengambil langkah agar tidak disebut sebagai garis kiri.

Pada saat itu Soekarno membuat sebuah strategi, dengan cara mengajukan sebuah syarat. Beliau meminta syarat pada Khruschev untuk menemukan kembali makam Imam Bukhari, yang ada di sekitaran Samarand, Uzbekistan, yang kala itu, masih berada di bawah Uni Soviet.

Walaupun awalnya pihak Uni Soviet menolaknya, namun presiden Soekarno bersikeras atas syarat tersebut. Jika tidak ditemukan, maka Soekarno tidak akan mengunjungi Uni soviet. Jadi secara tidak langsung presiden Soekarno adalah salah satu penemu makam Imam Bukhari tersebut.

Awalnya, Khruschev enggan untuk melakukannya, namun Bung Karno bersikeras akan syarat tersebut. Ia bahkan mengancam akan memboyong jenazah Imam Bukhari ke Indonesia. Akhirnya, atas desakan Bung Karno dan ulama Bukhara, Khruschev pun mencari makam Imam Bukhari dan kemudian membangun sebuah makam yang megah untuknya.

Dalam beberapa sumber, disebutkan bahwa Bunga Karno pernah mengunjungi makam Imam Bukhari yang berada di Kota Samarkand, Uzbekistan tepatnya pada tahun 1956. Bahkan hal ini tertulis dalam jadwal acara kunjungan presiden yang berangkat dari kota Tashkent ke kota Samarkand.

3 dari 4 halaman

Mengenal Imam Bukhari Semasa Hidup

Seperti yang dijelaskan di atas, Imam Bukhari adalah ahli hadis yang termasyhur di antara para ahli hadis lainnya. Bahkan dalam buku-buku fiqih dan hadis, hadis-hadisnya memiliki derajat yang tinggi. Karena hal tersebut, Imam Bukhari yang memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mendapatkan julukan sebagai Amirul Mukminin fil Hadits (pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis). Bahkan dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

Semasa hidupnya, Imam Bukhari telah membuat berbagai karya, yakni:

  1. Al-Jami' ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari
  2. Al-Adab al-Mufrad
  3. Adh-Dhu'afa ash-Shaghir
  4. At-Tarikh ash-Shaghir
  5. At-Tarikh al-Ausath[3]
  6. At-Tarikh al-Kabir
  7. At-Tafsir al-Kabir
  8. Al-Musnad al-Kabir
  9. Kazaya Shahabah wa Tabi'in
  10. Kitab al-Ilal
  11. Raf'ul Yadain fi ash-Shalah
  12. Birr al-Walidain
  13. Kitab ad-Du'afa
  14. Asami ash-Shahabah
  15. Al-Hibah
  16. Khalq Af'al al-Ibad
  17. Al-Kuno
  18. Al-Qira'ah Khalf al-Imam
4 dari 4 halaman

Masa Kecil Imam Bukhari Hingga Wafat

Masa kecil Imam Bukhari lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Ia lahir pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Tak lama setelah lahir, dia kehilangan penglihatannya. Dalam satu riwayat, ibunya bermimpi bahwa nabi Ibrahim a.s. mendatanginya seraya berkata "Janganlah kau bersedih, sesungguhnya anakmu akan dapat melihat kembali dikarenakan doamu terhadap anakmu". Dan keesokan harinya, Al-Bukhari pun dapat melihat kembali.

Sedari kecil hingga dewasa, Imam Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati hati terhadap hal hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih.

Pada usia remaja yakni 16 tahun, Imam Bukhari berkunjung ke Mekkah dan Madinah. Di dua kota ini, ia mengikuti kajian para guru besar hadits. Pada usia 18 tahun dia menerbitkan kitab pertama Kazaya Shahabah wa Tabi'in, hafal kitab-kitab hadis karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. 

Untuk mendapatkan hadis shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadis, mengumpulkan dan menyeleksi hadisnya. Setelah berkelana hingga belasan tahun, Bukhari akhirnya menyelesaikan tulisannya sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami'al-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari. 

Kebesaran akan keilmuan beliau diakui dan dikagumi sampai ke seantero dunia Islam. Imam Bukhari sering berpindah-pindah tempat tinggal. Sebelum iwafat, beliau pernah datang ke Naisabur, sayangnya ia mendapatkan fitnah yang menyebabkan Imam Bukhari meninggalkan kota itu dan pergi ke kampung halamannya di Bukhara.

Tak jauh berbeda dari kota Naisabur, di Bukhara Imam Bukhari mendapatkan fitnah kembali. Kemudian, beliau pindah dan menetap di Samarkand. Tiba di Khartank, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana dia jatuh sakit selama beberapa hari, dan Akhirnya meninggal pada malam Idul Fitri dalam usia 60 tahun (62 tahun dalam hitungan hijriah). Ia dimakamkan selepas Salat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri.