Liputan6.com, Jakarta - Rajin belajar adalah anjuran dalam Islam yang sangat ditekankan dalam banyak hadis dan ayat Al-Qur’an. Seperti yang dicontohkan dalam buku berjudul Islam Disiplin Ilmu (2017) oleh Husma, Islam memandang ilmu sebagai suatu kebutuhan yang harus dicapai oleh setiap Muslim melalui upaya rajin belajar.
Baca Juga
Advertisement
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)
Dalam Islam, menuntut ilmu atau rajin belajar adalah anjuran yang wajib hukumnya. Dalam sebuah hadis, disebutkan bahwa menuntut ilmu sangat penting karena seseorang bisa memiliki pengetahuan tentang akidah, ibadah, dan hal-hal yang bersifat keduniaan. Agar lebih memahami, simak penjelasan lengkapnya.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang rajin belajar adalah anjuran dalam Islam, lengkap adabnya, Sabtu (29/4/2023).
Mengantarkan pada Kedudukan yang Mulia
Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya menuntut ilmu dengan rajin belajar dalam beragam kesempatan. Sebagai contoh, beliau bersabda:
"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia memiliki ilmunya pula; dan barang siapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-keduanya pula." (HR. Bukhari dan Muslim)
Rajin belajar adalah anjuran dalam Islam, karena menjadi orang yang berilmu memiliki kedudukan yang istimewa. Dalam Al-Qur’an, disebutkan bahwa orang yang berilmu akan memperoleh kedudukan yang mulia. Ayat tersebut menyatakan bahwa Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan memiliki ilmu dari rajin belajar.
“Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujãdalah/58: 11)
Tidak hanya itu, mencari ilmu dengan rajin belajar juga dianggap sebagai salah satu bentuk ibadah yang bisa membawa seseorang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan Sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia pulang kembali." (HR. Tirmidzi)
Menuntut ilmu bisa mengantarkan seseorang memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ilmu bisa memperkuat iman dan menuntun manusia untuk lebih taat kepada Allah SWT. Oleh karena itu, rajin belajar adalah anjuran dalam Islam yang harus diambil oleh setiap Muslim sebagai upaya untuk menuntut ilmu dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do'a anak yang sholeh." (HR. Muslim no. 1631)
Rajin belajar adalah anjuran dalam Islam dan ada adab khusus sebelum melakukannya. Seperti berdoa hingga meniatkannya hanya untuk Allah SWT. Begini adab rajin belajar dalam Islam yang dimaksudkan:
Advertisement
1. Berdoa Sebelum dan Setelah
Sebelum belajar untuk menuntut ilmu, umat Islam dianjurkan untuk mengawalinya dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Hal ini dipercaya bisa menentukan pahala dari perbuatan tersebut.
Selain itu, berdoa sebelum belajar juga merupakan praktik yang dianjurkan, seperti yang tertulis dalam bacaan doa sebelum belajar yang sering dipanjatkan.
رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًـاوَرْزُقْنِـيْ فَهْمًـا
Rodhitu billahi-robba, wabil islaamidina, wabi-muhammadin nabiyyaw warosula. Robbi zidnii 'ilmaa warzuqnii fahmaa
Artinya: "Aku ridho Allah SWT sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul. Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan berikanlah aku pengertian yang baik."
Begitu juga setelah menuntut ilmu, umat muslim dianjurkan untuk menutupinya dengan doa, sebagaimana doa setelah belajar yang juga dipanjatkan.
اِللَّهُمَّ اَرِنَا الْحَقًّا حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
Allaumma arìnal haqqa haqqan warzuqnat tìbaa’ahu wa arìnal baathìla baathìlan warzuqnaj tìnaabahu.
Artinya:
“Ya allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran, sehingga kami dapat selalu mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada kami kejelekan sehingga kami dapat selalu menjauhinya.”
2. Bersungguh-sungguh
Dalam menuntut ilmu, niat dan doa tidak cukup saja. Seseorang harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengambil manfaat dari ilmu yang dipelajari. Rasulullah SAW bahkan menyatakan bahwa usaha terbaik (ihsan) akan mendapat hasil yang baik pula. Oleh karena itu, bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu sangat penting.
"Sungguh Allah SWT telah menetapkan ihsan dalam segala hal. Jika kalian berperang maka lakukanlah yang terbaik. Jika sedang menyembelih hewan maka lakukan juga usaha terbaik. Salah satu dari kalian mengasah pisaunya, sedangkan yang lain menenangkan hewan yang akan disembelih." (HR Tirmidzi)
3. Tawadhu
Tawadhu artinya rendah hati, tidak sombong, dan tidak angkuh. Seorang yang menuntut ilmu hendaknya tidak sombong ketika sudah merasa mendapat banyak ilmu. Khalifah Umar Bin Khattab bahkan mengatakan bahwa ada tiga tahapan dalam menuntut ilmu yang berbeda-beda.
Jika seseorang memasuki tahapan pertama, ia akan sombong. Namun, jika ia memasuki tahapan kedua, ia akan merasakan tawadhu. Dan jika ia memasuki tahapan ketiga, ia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya. Oleh karena itu, manusia hendaknya tetap bersikap rendah hati meski sudah memperoleh banyak ilmu.
"Ilmu itu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahapan pertama, ia akan sombong. Jika ia memasuki tahapan kedua ia akan tawadhu’. Dan jika ia memasuki tahapan ketiga, ia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya.”
4. Niat untuk Allah SWT
Niat menuntut ilmu juga mempengaruhi hasil yang akan didapatkan. Niat yang ikhlas karena Allah SWT akan mendapatkan pahala yang setimpal. Sebaliknya, jika niatnya karena hal yang bersifat duniawi atau wanita yang akan dinikahi, maka dia hanya akan mendapatkan hal tersebut. Oleh karena itu, menuntut ilmu sebaiknya diawali dengan niat karena Allah SWT.
"Sebuah perbuatan dinilai berdasarkan motivasinya (niyyah), dan tiap orang mendapatkan apa yang diniatkan. Mereka yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka Allah SWT dan Rasul-Nya akan membalas orang tersebut, namun mereka yang hijrah karena hal yang bersifat duniawi atau wanita yang akan dinikahi maka dia akan mendapatkan hal tersebut." (HR Bukhari dan Muslim)