Liputan6.com, Jakarta Sultan Demak Bintoro yang pertama adalah Raden Patah. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Kerajaan ini berkembang dari sebuah daerah yang bernama Bintoro, yang merupakan daerah bawahan dari Majapahit.
Kekuasaan pemerintahanya diberikan kepada Raden Patah, salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (raja Majapahit) dan ibunya yang menganut Islam serta berasal dari Jeumpa. Pada awal munculnya, Kerajaan Demak mendapat bantuan dari bupati pesisir pantai utara Jawa bagian tengah dan timur yang telah menganut Islam.
Sultan Demak Bintoro yang pertama adalah Raden Patah yang berkuasa dari tahun 1500-1518. Pada masa pemerintahan Raden Patah dibangun Masjid Agung Demak, yang pembangunannya dibantu oleh para wali dan sunan.
Advertisement
Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (4/5/2023) tentang sultan Demak Bintoro yang pertama.
Sultan Demak Bintoro yang Pertama adalah Raden Patah
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Sultan Demak Bintoro yang pertama adalah Raden Patah. Ia merupakan raja pertama sekaligus pendiri Kerjadaan Demak. Sultan Demak Bintoro yang pertama adalah Raden Patah, yang memerintah pada tahun 1500-1518. Pada masa pemerintaha Sultan Demak Bintoro yang pertama adalah Raden Patah ini, wilayah kekuasaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan.
Pada masa pemerintahanya dibangun Masjid Agung Demak, yang pembangunannya dibantu para wali dan sunan. Di bawah kepemimpinan Raden Patah, Demak mampu berkembang menjadi pusat agama Islam uyang dikembangkan melalui peran Wali Songo. Periode kepemimpinan Raden Patah merupakan periode awal berkembangnya Islam di Jawa.
Melansir demakkab.go.id, sejarah Demak tidak lepas dari Kerajaan Majapahit khususnya saat pemerintahan Prabu Brawijaya V atau Prabu Kertabumi. Sultan Demak Bintoro yang pertama adalah Raden Patah atau Raden Fatah, yang merupakan putra Prabu Kertabumi dengan Putri Cempa. Sewaktu dalam kandungan, Putri Cempa dihadiahkan kepada Aria Damar, penguasa Palembang. Oleh sebab itu, Raden Patah lahir di Palembang.
Setelah dewasa, Sultan Demak Bintoro yang pertama adalah Raden Patah berguru pada Sunan Ampel dan dinikahkan dengan putrinya yang bernama Nyai Ageng Maloka. Atas perintah Sunan Ampel, Raden Patah bermukim di Glagah Wangi atau Bintoro untuk menyiarkan agama Islam. Prabu Kertabumi mengijinkan Raden Patah meneruskan tujuannya dan mendirikan masjid. Bintoro semakin berkembang tidak hanya sebagai pusat penyiaran Agama Islam, namun juga sebagai pusat kegiatan politik, militer, perdagangan, dan pengembangan budaya Islam Indonesia.
Pertumbuhan Kadipaten Bintoro menjadi pesat. Hal ini tidak terlepas dari kekalutan politik di pusat Kerajaan Majapahit yang diwarnai oleh munculnya kembali benih pertentangan antara keturunan Dinasti Singosari dengan Kediri. Pada saat Prabu Kertabumi wafat, Sultan Demak Bintoro yang pertama adalah Raden Patah mengirimkan pasukan perang dipimpin Pangeran Kudus untuk menyerbu Majapahit sebagai balas atas wafat ayahnya.
Setelah berhasil mengalahkan Majapahit, Demak berusaha memunculkan diri sebagai penguasa politik di Jawa. Atas upaya para Wali didukung para penguasa wilayah yang sudah menganut Agama Islam, Raden Patah kemudian dinobatkan menjadi Sultan Demak yang pertama dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdul Rahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Advertisement
Sultan Demak Setelah Raden Patah
Pati Unus
Setelah sultan Demak Bintoro yang pertama adalah Raden Patah, pemerintahan dilanjutkan oleh Pati Unus. Mengutip repositori.kemdikbud.go.id, pengganti Raden Patah adalah Pati Unus yang memerintah dari 1518-1521. Masa pemerintahan Pati Unus tidak begitu lama, namun namanya cukup dikenal sebagai panglima perang yang memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di Malaka.
Sultan Trenggono
Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaanya pada masa pemerintahan Sultan Trenggono. Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah itu bertujuan untuk menggagalkan terjalinya hubungan antara Kerajaan Pajajaran dengan Portugis. Akhirnya armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak dan nama Sunda Kelapa diganti menjadi jayakarta.
Sultan Prawoto
Kerajaan Demak mulai mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Sultan Prawoto karena terjadinya perebutan kekuasaan antara Sunan Prawoto dengan Arya Panangsang. Arya Panangsang adalah bupati Demak yang merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan Demak. Perebutan kekuasaan ini berkembang menjadi konflik berdarah dengan terbunuhnya Sultan Prawoto dan Pangeran Hadiri.
Konflik berdarah ini akhirnya berkembang menjadi perang saudara. Dalam perang tersebut, Arya Panangsang terbunuh sehingga tahta Kerajaan Demak jatuh ke tangan Jaka Tingkir (menantu Sultan Trenggono). Jaka Tingkir menjadi Raja Kerajaan Demak ke daerah Pajang.
Kehidupan Sosial Kerajaan Demak
Kehidupan Sosial masyarakat Demak jauh berbeda dengan kehidupan sosial pada masa Kerajaan Majapahit. Pada masa kekuasaan kerajaan Demak, kehidupan sosial masyarakatnya diatur sesuai ajaran islam. Namun, masih ada masyarakat yang menjalankan tradisi lama. Dengan demikian muncullah kehidupan sosial masyarakat yang merupakan perpaduan antara agama Islam dengan tradisi Hindu-Buddha.
Kehidupan perekonomian Kerajaan Demak berkembang pada sektor perdagangan dan pertanian. Namun, dengan lebih menitikberatkan pada sektor perdagangan karena letak Kerajaan Demak yang sangat strategis, yaitu berada pada jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan antara penghasil rempah-rempah di wilayah Indonesia bagian timur dan Malaka sebagai pasar di indonesia bagian barat.
Perekonomian Kerajaan Demak berkembang dengan pesat dalam dunia maritim. Hal tersebut didukung oleh sektor pertanian yang cukup besar di Kerajaan Demak. Di samping itu, Kerajaan Demak juga mengusahakan kerja sama dengan daerah di pantai utara Jawa yang telah menganut agama Islam sehingga tercipta persekutuan di bawah pimpinan Demak.
Kehidupan budaya masyarakat Demak dapat terlihat dari peninggalan-peninggalan Kerajaan Demak. Budaya Islam yang baru masuk ke Indonesia berpadu sempurna dengan budaya asli masyarakat setempat. Masjid Agung Demak adalah karya besar para wali yang menggunakan gaya asli Indonesia yaitu atapnya bertingkat tiga dan memiliki pendapa. Di kompleks masjid pada bagian belakang terdapat makam. Di tempat itu dimakamkan raja-raja Demak dan sangat dikeramatkan oleh masyarakat setempat.
Advertisement