Liputan6.com, Jakarta Rajah adalah benda mati yang dibuat seseorang yang mempunyai ilmu hikmah yang tinggi, agar didalam rajah itu mempunyai kekuatan ghaib. Dalam Islam, rajah termasuk perbuatan  yang syirik dan dilarang oleh agama.
Baca Juga
Advertisement
Secara sederhana, rajah adalah sekumpulan huruf-huruf atau kalimat yang membentuk suatu gambar tertentu yang dipercaya bisa menjadi jimat. Biasanya rajah ini ditulis dalam sebuah kertas maupun benda lainnya.
Dalam Islam juga mengenal istilah rajah. Biasanya rajah ditulis oleh ahli ilmu hikmah berupa tulisan Arab, angka-angka, gambar, huruf-huruf tertentu atau simbol-simbol yang diketahui hanya oleh membuatnya.
Agar lebih paham, berikut Liputan6.com ulas mengenai definisi rajah dan jenis-jenisnya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Sabtu (20/5/2023).
Rajah Adalah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, rajah adalah suratan atau gambaran, tangga dan sebagainya. Yang dipakai sebagai jimat untuk penolak penyakit dan sebagainya. Dalam kepercayaan orang Jawa, rajah adalah jimat yang memiliki ilmu magi dan digunakan untuk mengobati orang sakit. Rajah ini biasanya mempunyai kekuatan ghaib, dan termasuk syirik apabila mempercayainya.
Dalam agama Islam juga mengenal istilah rajah. Rajah adalah jimat yang berupa tulisan Arab, angka-angka, gambar, huruf-huruf tertentu atau simbol-simbol yang diketahui hanya oleh membuatnya. Rajah sendiri disebut dengan tamimah. bentuk jamaknya adalah   tama’im yaitu sesuatu yang digantungkan di leher atau pada selainnya berupa mantra-mantra, kantong berjahit, atau yang lainnya.
Dalam Islam, penggunaan rajah biasanya dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal penyakit ‘ain (penyakit karena pandangan mata orang lain yang dengki), dan terkadang juga dikalungkan pada orang-orang dewasa termasuk para wanita.
Secara umum, rajah adalah sekumpulan huruf-huruf atau kalimat (yang terpenggal) membentuk suatu gambar tertentu yang dipercayai sebagai penyembuh, kesaktian, keselamatan atau pengasihan. Bentuk dan jenis hurufnya bermacam-macam, sebagian bisa dibaca dan ada yang hanya berupa huruf saja. Ada yang terkumpul seperti bulatan, kotak, segitiga dan semacamnya. Metodenya, ada yang dicampurkan air putih untuk minum atau mandi. Ada yang disuruh dimasukkan dompet, dikalungkan, ditaruh di bawah bantal atau kasur.
Pada umumnya, rajah cenderung digunakan untuk mengobati seseorang yang terkena serangan magis, seperti teluh, guna-guna, santet, dan sejenisnya. Sebaliknya, terdapat juga rajah yang digunakan sebagai penangkal atau pelindung dari gangguan jin atau diyakini sebagai roh. Rajah jenis ini diaplikasikan dalam bentuk mantra sampai jimat yang harus dibawa oleh penggunanya kecuali ke tempat-tempat tertentu yang diharamkan.
Pada praktiknya, merajah mempunyai corak berupa praktik merapal doa ataupun mantra tertentu menurut jenis penyakit yang diderita dengan menggunakan kekuatan magis atau ilmu gaib yang diperoleh dari bermacam sumber. Salah satu sumber yang sering digunakan sebagai doa rajah ialah ayat Al-Qur'an.
Advertisement
Bentuk Rajah
Pada umumnya bentuk rajah adalah tulisan yang memiliki media, baik medianya kertas, kulit, maupun benda mati lain. Namun biasanya seseorang membuat rajah dengan memiliki bentuk hampir tidak ada beda dengan umumnnya yaitu tulisan dalam kertas putih. Semua tulisan rajah tersebut memiliki arti ilmu Allah SWT.
Bentuk dan tulisan yang terdapat pada rajah biasanya berbeda-beda, mulai dari bentuk lingkaran, kotak, segitiga, atau bentuk lainnya. Kerap dijadikan sebagai jimat, membuat banyak orang mempercayai keutamaan rajah.
Dalam Islam, rajah berupa tulisan Asmaul Husna. Rajah tersebut digunakan sebagai wahana karomah. Karomah adalah anugerah dari Allah, yang secara bahasa berarti kehormatan atau kemuliaan.
Jenis-Jenis Rajah
Berikut ini ada jenis-jenis rajah yang perlu anda ketahui, yakni:
1. Rajah yang diambil dari Al-Qur’an
Yaitu menulis ayat-ayat Al-Qur’an atau asma’ dan sifat Allah kemudian dikalungkan di leher untuk memohon kesembuhan dengan perantaranya. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengalungkan rajah jenis ini, akan tetapi pendapat yang benar adalah diharamkan. Hal ini didasarkan pada tiga hal:
- Keumuman larangan Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam serta tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
- Untuk tindakan prefentif (saddu adz-dzari’ah), karena hal itu menyebabkan dikalungkannya sesuatu yang tidak dibolehkan.
- Bahwasannya jika ia mengalungkan sesuatu dari ayat Al-Qur’an, maka hal itu menyebabkan pemakaiannya menghinakan, misalnya dengan membawanya untuk buang hajat, istinja’ atau yang lainnya.
Adapun menggantungkan tulisan ayat Al-Qur’an, Asmaul Husna dan sifat Allah untuk tujuan perhiasan atau agar untuk dibaca ketika melihatnya, misalkan di dinding rumah, di pintu, atau di kendaraan, maka hal itu diperbolehkan.
2. Rajah yang diambil selain dari Al-Qur’an
Yaitu mengalungkan atau meletakkan jimat atau mantra di leher atau di tempat yang lain, dengan meyakini bahwa jimat atau mantra tersebut dapat memberikan manfaat atau menolak madharat.
Bentuk-bentuk jimat atau mantra tersebut di antaranya kantong berjahit, tulang, benang, rumah kerang, batu akik, mantra-mantra jawa, atau ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah dibolak-balik sehingga maknanya tidak jelas, dan bentuk-bentuk lain yang serupa fungsinya. Rajah jenis ini juga diharamkan dan termasuk syirik karena menggantungkan kepada selain Allah.
Advertisement
Hukum Menggunakan Rajah dalam Agama Islam
Mengutip buku berjudul 1001 Hal yang Paling Sering Ditanyakan Tentang Islam (2012) karya Ustaz Abu Muslim, para ulama sudah sepakat bahwa rajah diyakini bisa memberikan manfaat atau mudharat bagi penggunanya. Untuk itu, hukum menggunakan rajah dalam agama Islam adalah haram. Sebab, dengan memakai atau mempercayai rajah dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam orang-orang yang syirik. Keyakinan seperti itu, baik besar maupun kecil, tetaplah akidah yang tidak ditolerir dalam Islam. Secara jelas larangan ini telah disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya:
"Barangsiapa yang bergantung kepada jimat, maka Allah tidak akan menyempurnakan (kesehatannya)."Â (HR Ahmad dan al-Hakim).