Liputan6.com, Jakarta Datang ke tanah suci pertama kali tentu akan menjadi pengalaman spiritual yang sangat luar biasa bagi setiap muslim. Apalagi kita berada di tempat yang sangat dekat dengan Ka'bah untuk memenuhi panggilan Allah SWT dengan menunaikan ibadah haji.
Baca Juga
Advertisement
Pengalaman pertama melihat Ka'bah dari dekat tentu saja membuat kita merasa begitu antusias, bahkan berusaha agar bisa memegang kiblat umat Islam tersebut. Namun penting untuk diketahui bahwa memegang Ka'bah merupakan hal yang dilarang, terutama bagi para jamaah haji yang sedang melakukan tawaf.
Jamaah haji yang sedang tawaf dilarang memegang Ka'bah karena tindakan tersebut akan membuat tawafnya menjadi tidak sah. Tentu akan sangat disayangkan jika ibadah haji yang dilaksanakan dengan biaya yang tidak murah menjadi tidak sah hanya karena kesalahan seperti itu.
Untuk lebih memahami mengapa memegang Ka'bah bisa membuat tawaf menjadi tidak sah, berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (22/5/2023).
Alasan Dilarang Memegang Ka'bah ketika Tawaf
Salah satu amalan dalam serangkaian ibadah haji atau umrah adalah tawaf. Dalam konteks ibadah haji dan umrah, thawaf adalah mengelilingi Baitullah tujuh putaran yang dimulai dari hajar aswad, dan diakhiri di hajar aswad.
Hanya saja, masih banyak jamaah haji yang tidak menjalankan sebagaimana ketentuannya, sehingga tawaf mereka menjadi tidak sah. Salah satu alasan yang menyebabkan thawaf menjadi tidak sah adalah menyentuh atau memegang Ka'bah.
Salah satu ketentuan yang harus dipenuhi dalam thawaf adalah melakukannya dengan keadaan semua anggota badan di luar Ka'bah. Apabila seseorang tawaf di atas Syadzarwan atau dalam Hijir Ismail maka thawafnya tidak sah, karena pada saat demikian dia tawaf di dalam Ka'bah bukan di luar Ka'bah, sedangkan Allah memerintahkan thawaf di luar Ka'bah.
Oleh karena itu, menyentuh dinding Ka'bah sangat dilarang untuk dilakukan. Sebab melakukan thawaf dengan menyentuh dinding Ka'bah dapat membatalkan thawaf itu sendiri apabila sentuhan dilakukan di sisi Ka’bah yang terdapat Syadzarwan dan kedalaman tangan atau anggota badan yang menyentuh Ka’bah sejajar dengan syadzarwan.
Advertisement
Ketentuan dalam Melaksanakan Tawaf
Dari penjelasan sebelumnya dapat dipahami bahwa memegang Ka'bah dapat menyebabkan kita melanggar salah satu ketentuan dari pelaksanaan thawaf, yang menyebabkan tawaf tidak sah. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami apa saja ketentuan tawaf, sehingga kita bisa menghindari kemungkinan tawaf batal.
Tawaf dalam islam berarti sebagai ibadah pembuka jika Anda ingin beribadah di Masjidil Haram. Semisal ingin beritikaf, ingin sholat, ingin menuntut ilmu dalam kajian-kajian Masjidil Haram, maka disunnahkan tawaf begitu masuk Masjidil Haram. Macam-macam tawaf yang sering dilakukan oleh jamaah haji dan umrah adalah tawaf qudum, tawaf ifadhah, tawaf sunah, tawaf tahiyyat, tawaf nazar, dan tawaf wada’.
Dalam melaksanakan tawaf, terdapat syarat wajib yang harus diketahui orang yang akan berhaji. Selain suci dari hadas dan najis, Anda juga harus menutup aurat saat melakukan tawaf.
Adapun syarat-syarat atau ketentuan ketika melakukan tawaf antara lain adalah sebagai berikut,
1. Suci dari hadas.
2.Suci dari najis pada badan dan pakaian.
3.Menutup aurat.
4. Dimulai dari tempat yang sejajar dengan Hajar Aswad yang ada disalah satu sudut Ka'bah. Apabila seseorang memulai tawafnya pada sudut Kaabah yang tidak sejajar dengannya, maka putaran itu tidak dihitung hingga sampai pada sudut Hajar Aswad untuk dihitung sebagai awal tawaf.
5. Mengirikan Ka'bah dan berjalan ke depan.
6. Dilakukan di dalam Masjidil Haram tetapi di luar bagian Ka'bah yaitu di luar Hijir Ismail dan Syazarwan.
7. Dilakukan tujuh putaran dengan yakin.
Setelah memahami ketentuan dalam melaksanakan tawaf, penting untuk diketahui bahwa tawaf harus dilakukan dengan mengikuti syarat sholat pula, seperti bersuci, niat, menutup aurat, dan lain sebagainya.
Namun, dalam tawaf tidak ada larangan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Saat tawaf, pundak kiri harus lurus ke arah kiblat dan tidak boleh menoleh ke belakang. Putaran tawaf dilakukan sebanyak tujuh kali putaran berlawanan dengan arah jarum jam, dimulai dari titik Hajar Aswad.
Macam-Macam Tawaf
Ada berbagai macam tawaf ketika melakukan ibadah haji dan umroh. Dari semua macam tawaf tersebut ada yang hukumnya wajib, ada pula yang hukumnya sunnah. Adapun macam-macam tawaf dalam ibadah haji antara lain adalah sebagai berikut,
1. Tawaf Qudum
Tawaf Qudum adalah penghormatan kepada Baitullah. Bagi jamaah yang melakukan haji ifrad atau qiran, hukum tawaf qudum adalah sunat, dilaksanakan di hari pertama kedatangannya di Mekkah. Bagi jamaah haji yang melakukan haji tamattu tidak disunahkan melakukan tawaf qudum karena tawaf qudum yang ia lakukan sudah termasuk di dalam tawaf umroh.
2. Tawaf Ifadhah
Tawaf ifadhah merupakan tawaf yang menjadi rukun haji dan dilakukan bagi mereka yang telah pulang dari Wukuf di Arafah. Tawaf ini juga dinamakan sebagai tawaf rukun umrah. Bagi orang yang belum melakukan Tawaf Ifadhah, hajinya dianggap belum selesai. Oleh sebab itu, meski jamaah sedang sakit, mereka tetap harus melakukan Tawaf Ifadah dengan ditandu.
3. Tawaf Sunah
Tawaf sunnah merupakan tawaf yang dilakukan semata-mata mencari ridha Allah pada waktu kapanpun. Tawaf ini adalah tawaf yang dikerjakan dalam setiap kesempatan masuk ke Masjidil Haram dan tidak diikuti dengan sa’i.
4. Tawaf Tahiyyat
Tawaf tahiyyat merupakan tawaf sunah yang lazim dilakukan saat memasuki Masjidl Haram.
5. Tawaf Nazar
Tawaf nazar merupakan tawaf untuk memenuhi nazar (janji). Tawaf nazar hukumnya wajib dikerjakan dan waktunya kapan saja.
6. Tawaf Wada'
Tawaf wada’ merupakan tawaf "selamat tinggal" yang dilakukan sebelum meninggalkan kota Mekkah sebagai tanda penghormatan dan memuliakan Baitullah. Ada perbedaan pendapat mengenai hukum tawaf wada'. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan kebanyakan ulama, hukum tawaf wada’ adalah wajib bagi jamaah haji yang akan meninggalkan Makkah.
Jamaah yang meninggalkan tawaf wada’ dikenakan dam satu ekor kambing berdasarkan hadis Riwayat Bukhari Muslim bahwa Nabi SAW memberikan rukhsah (keringanan) kepada perempuan yang haid untuk tidak tawāf wada’. Berdasar hadist ini disimpulkan bahwa hukum tawaf wada’ adalah wajib sebab rukhsah hanya berlaku dalam hal yang wajib.
Perempuan yang haid atau nifas tidak diwajibkan melakukan tawaf wada’. Penghormatan kepada Baitullah cukup dilakukan dengan berdoa di depan pintu gerbang Masjid al-harām. Menurut pendapat Imam Malik, Dawud, dan Ibnu Mundzir, hukum tawaf wada’ adalah sunah. Seseorang yang tidak mengerjakan tawaf wada’ tidak diharuskan membayar dam. Menurut Imam Malik, orang sakit atau użur dapat mengikuti pendapat ini.
Advertisement