Liputan6.com, Jakarta HIV merupakan akronim dari human immunodeficiency virus. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini secara khusus menargetkan sel darah putih yang disebut sel CD4 atau sel T, yang berperan penting dalam melawan infeksi dan penyakit. Karena HIV menghancurkan sel-sel ini, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan tidak mampu melawan serangan virus dan infeksi seperti biasanya.
Selain membuat sistem kekebalan tubuh rentan terhadap infeksi, HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, air mani, cairan vagina, atau cairan tubuh lain yang terinfeksi virus. Ini membuat HIV menjadi masalah kesehatan global yang serius, memerlukan perhatian medis dan upaya pencegahan yang intensif.
Pada pria, stadium awal HIV sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas atau hanya menampakkan gejala ringan yang mudah diabaikan. Tes HIV secara teratur sangat penting untuk mendeteksi kondisi ini sejak dini, memungkinkan untuk memulai pengobatan lebih cepat dan meningkatkan prognosis keselamatan serta kesehatan pengidap HIV.
Advertisement
Berikut Liputan6.com ulas mengenai gejala HIV pada pria stadium awal beserta penyebab dan penanganannya yang telah diangkum dari berbagai sumber, Selasa (24/8/2021).
Gejala HIV pada Pria
1. Stadium Awal
Dikutip dari laman Healthline, menurut dokter Emily Rymland, spesialis HIV bersertifikat, gejala HIV pada pria di tahap ini mirip flu, yang mencakup:
- Demam
- Kelenjar bengkak
- Kelelahan
- Ruam tubuh
- Sakit tenggorokan
- Nyeri sendi
- Diare
- Sakit kepala
- Gejala lainnya juga termasuk:
- Sariawan di mulut
- Luka di alat kelamin
- Nyeri otot
- Mual
- Muntah
- Keringat malam
2. Stadium 2
Dikenal juga sebagai tahap latensi klinis, tahap HIV ini dikenal karena tidak adanya gejala. Pada tahap ini, virus sudah ada dan berkembang biak di dalam tubuh dan mulai melemahkan sistem kekebalan tubuh. Namun penyakit ini (belum) secara aktif menimbulkan gejala. Seseorang dengan HIV pada tahap ini mungkin merasa dan terlihat baik-baik saja. Namun mereka masih bisa dengan mudah menularkan virus ke orang lain.
3. Stadium 3
Mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, namun jika tidak diobati, HIV dapat menyerang dan menghancurkan cukup banyak sel CD4 sehingga tubuh tidak mampu lagi melawan infeksi dan penyakit. Singkatnya: Ini merusak sistem kekebalan tubuh.
Jika hal ini terjadi, HIV akan berkembang ke stadium 3, yang sering disebut sebagai AIDS. Seseorang pada tahap ini mempunyai sistem kekebalan tubuh yang rusak parah, membuatnya lebih rentan terhadap sesuatu yang disebut infeksi oportunistik. Infeksi oportunistik adalah kondisi yang biasanya dapat dilawan oleh tubuh, namun bisa berbahaya bagi pengidap HIV.
Orang yang hidup dengan HIV mungkin menyadari bahwa mereka sering terserang pilek, flu, dan infeksi jamur. Gejala yang mungkin dialami seseorang dengan HIV stadium 3 meliputi:
- Mual
- Muntah
- Diare yang persisten
- Kelelahan kronis
- Penurunan berat badan yang cepat
- Batuk
- Sesak napas
- Demam berulang
- Menggigil
- Keringat di malam hari
- Ruam
- Luka atau lesi di mulut maupun hidung, di alat kelamin, hingga di bawah kulit
- Pembengkakan kelenjar getah bening yang berkepanjangan di ketiak, selangkangan, atau leher
- Kehilangan ingatan
- Kebingungan atau gangguan neurologis.
Ini semua mungkin terdengar menakutkan, tapi ingatlah bahwa HIV dapat ditangani dengan pengobatan yang disebut terapi antiretroviral.
Advertisement
Penyebab HIV pada Pria
1. Hubungan Seksual
Salah satu penyebab utama penularan HIV pada pria adalah melalui hubungan seksual dengan seseorang yang terinfeksi virus HIV. Virus ini dapat masuk ke dalam tubuh melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi, seperti darah, sperma, cairan vagina, atau cairan rektum. Praktik seks tanpa kondom meningkatkan risiko penularan, baik itu melalui hubungan vaginal, anal, maupun oral. Risiko ini terutama tinggi jika salah satu atau kedua pasangan memiliki luka terbuka atau iritasi pada alat kelamin yang memudahkan virus HIV masuk ke dalam aliran darah.
2. Penggunaan Jarum Suntik
Pria yang menggunakan narkoba suntik atau obat-obatan terlarang lainnya dengan jarum suntik yang tidak steril berisiko tinggi terkena HIV. Ketika jarum suntik digunakan secara bergantian dengan orang lain, terutama tanpa sterilisasi yang tepat, ada kemungkinan darah yang terinfeksi HIV dari satu individu dapat menular kepada yang lain. Praktik ini menjadi penyebab umum HIV pada pengguna narkoba intravena di banyak tempat.
3. Transfusi Darah
Meskipun sekarang ini jarang terjadi di negara-negara maju karena protokol yang ketat dalam pengujian dan pemrosesan darah donor, transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV bisa menyebabkan penularan virus kepada penerima darah. Ini terutama terjadi sebelum uji darah rutin untuk HIV menjadi standar dalam prosedur transfusi darah.
4. Penggunaan Alat Tato dan Pencabutan Bulu
Penggunaan alat tato yang tidak steril atau digunakan secara bergantian tanpa sterilisasi yang memadai dapat menjadi sumber penularan HIV. Hal yang sama berlaku untuk alat pencabut bulu atau peralatan kecantikan lainnya yang dapat menyebabkan luka dan memungkinkan virus masuk ke dalam tubuh.
5. Transplantasi Organ
Meskipun jarang terjadi, transplantasi organ dari donor yang terinfeksi HIV kepada penerima yang tidak terinfeksi dapat menyebabkan penularan virus. Meskipun ada protokol ketat untuk menguji donor organ, risiko tetap ada terutama jika infeksi HIV pada donor tidak terdeteksi dengan baik.
6. Tertular dari Ibu Hamil
Seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus kepada bayi selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. Namun, dengan pengobatan yang tepat seperti terapi antiretroviral (ARV), risiko penularan ini dapat dikurangi secara signifikan. Tindakan ini sangat penting untuk dilakukan pada ibu hamil yang diketahui memiliki HIV untuk melindungi bayi dari penularan virus ini.
Penanganan HIV pada Pria
Dikutip dari Medical News Today, disarankan bagi pria yang aktif secara seksual untuk menjalani tes HIV setidaknya sekali seumur hidup sebagai bagian dari perawatan kesehatan rutin. Rekomendasi ini sangat penting terutama untuk pria gay, biseksual, pria yang berhubungan seks dengan pria, serta pengguna narkoba suntik, serta bagi mereka yang sering berhubungan seks tanpa kondom. Tes darah dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan virus HIV dalam tubuh, dengan tingkat akurasi yang bergantung pada waktu paparan terakhir terhadap virus, seperti hubungan seks tanpa kondom atau berbagi jarum suntik.
Jika seseorang pernah melakukan tindakan berisiko tertular HIV, perlu diingat bahwa risiko infeksi bisa terjadi kapan saja. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk melakukan tes HIV secara teratur guna memantau status kesehatan. Proses pengujian memerlukan waktu sekitar 3 bulan setelah paparan untuk antibodi HIV muncul dalam tes darah.
Jika hasil tes menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi HIV, langkah selanjutnya meliputi pengecekan kesehatan tambahan seperti pengecekan TBC dan pemeriksaan lainnya. Pengobatan HIV biasanya melibatkan terapi antiretroviral (ARV) yang harus dikonsumsi sepanjang hidup. Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan HIV sepenuhnya, penggunaan ARV bertujuan untuk menekan pertumbuhan virus dalam tubuh agar tidak merusak organ-organ dan sistem tubuh lainnya, serta mencegah perkembangan AIDS atau infeksi lain yang lebih serius.
Penting untuk diingat bahwa pencegahan tetap merupakan langkah terbaik untuk menghindari penularan HIV. Hindari perilaku berisiko seperti hubungan seksual tanpa kondom dan berbagi jarum suntik, serta lakukan tes HIV secara teratur untuk mengidentifikasi dini keberadaan virus dalam tubuh.
Advertisement