Sukses

Melihat Kampung Pengrajin Patung Bebek dari Bonggol Bambu di Klaten, Tembus Pasar Eropa

Patung bebek dari bonggol bambu laku keras di pasar Internasional.

Liputan6.com, Jakarta Deru kendaraan bermotor lalu lalang melintasi jalan Solo-Jogja yang dikenal sebagai kota kakak beradik karena budayanya. Jalan lintas provinsi ini tepat melintasi sebuah kecamatan Ceper dengan keunikannya akan kerajinan hiasan patung bebek dari bonggol bambu. 

Tepat di depan rumah para pengrajin, berjajar patung bebek dari bambu yang berlokasi di Desa Jambu Kulon, Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten. Seorang pria paruh baya dengan santai sedang mengangkut beberapa buah bahan setengah jadi hiasan bebek. Itulah suasana lokasi produksi kerajinan patung bebek dari bonggol bambu pada Senin (22/5/2023). 

Supriyadi adalah salah satu pengrajin hiasan bebek ini. Ia sudah 25 tahun menggeluti usaha produksi hiasan bebek dari bonggol bambu di Klaten. Ia menjelaskan kebutuhan akan kerajinan hiasan patung bebek ini seolah tidak ada habisnya, selalu ramai di pasaran. Bahkan, kini ia berhasil menuai pencapaian, kerajinan hiasan bebeknya sudah dikenal hingga ke mancanegara. 

“Tujuannya Eropa, Eropa lebih mahal daripada Australia,” kata Supriyadi saat ditemui Liputan6.com di teras rumahnya sembari mengerjakan pesanan sejumlah 500 pcs bebek hias dari Yunani.

Menariknya lagi, Supriyadi dan para pengrajin patung bebek dari bonggol bambu ini membeberkan mengapa orang asing doyan memesan patung bebek dari Tanah Air. Selain jadi hiasan, kerajinan bebek ini ternyata juga dijadikan bahan bakar perapian. Diungkap olehnya, rumah produksi miliknya, tiap bulan rata-rata bisa mengirimkan 2.000 patung kerajinan bebek dari bonggol bambu. 

Berikut Liputan6.com mengulas kerajinan hiasan patung bebek dari limbah bambu Klaten, Selasa (23/5/2023).

2 dari 7 halaman

Sejarah Kerajinan Bebek Hias di Ceper Klaten

Selain dikenal akan lumbung padi di Delanggu, Klaten ternyata punya sebagian wilayah yang identik dengan industri mebel dan kerajinan. Seperti kerajinan patung bebek dari bonggol bambu yang jadi bagian dari wajah Kecamatan Ceper, Klaten. Menariknya, saat bonggol atau pangkal batang bambu yang kerap dipandang sebelah mata, oleh warga Ceper diubahnya jadi kerajinan bernilai jual tinggi.

Supriyadi menuturkan awal mula geliat kerajinan patung bebek di Ceper ini sempat tak diminati. Tepat pada tahun 1997, pria yang rambutnya didominasi warna putih itu sempat putus asa menjadi pengrajin patung bebek karena kesulitan menjual.

“Tahun 1997 itu awal mula bebek, terus aku beralih ke mebel di tahun 2000. Karena belum ada yang tahu dangkel. Dulu sulit banget jualnya, delapan bulan baru laku, lebih laku mebel meja kursi, karena belum ada yang menggunakan dan belum ada yang tahu,” kata Supriyadi. 

Hal serupa dialami Edi Setyoko pengrajin bebek yang lokasinya berjauhan dari jalan utama Solo-Jogja. Meski terbilang pengrajin baru, pria yang kerap disapa Edi ini mengaku bisa berkreasi membuat patung berbentuk bebek dari bonggol bambu karena Otodidak.

“Tahun 1997 sudah ada, saya sempat bikin 2005 sempat bikin tapi tak jadi, jadi bikin lagi mulai tahun 2013. Tahun 2005 itu masih sepi dan terkendala modal,” ungkap Edi Setyoko di tengah kebisingan karyawannya mengoperasikan mesin sander.

Supriyadi dan Edi Setyoko merupakan dua dari 20-an pengrajin hiasan bebek di Ceper Klaten. Bagi mereka yang tahu seluk-beluk produksi dan pemasaran, mengaku tergiur akan bisnis kerajinan patung bebek dari bonggol bambu ini.  

“Kalau di sekitar Ceper ini ada 20 lebih pengrajin patung bebek dari bonggol bambu. Di lain sisi ada banyak pengrajin yang punya pegawai yang dikerjakan di rumah. Jadi nggak semuanya dikerjakan di home industry semacam ini,” kata Edi Setyoko.

Lain halnya dengan sosok mantan pengrajin patung bebek dan mebel, Levi. Pria ini lebih memilih hengkang dari dunia kerajinan. Ia menyebutkan dahulu hiasan bebek tidak seindah sekarang. Kerajinan bebek ini nantinya bisa dijadikan hiasan atau juga mainan anak.

“Dulu itu sempat harganya 5000 wujud bebeknya ra nggenah (tidak beraturan). Tapi kalau sekarang terlihat lebih baik. Tampak terlihat hidup, wujud bebeknya jadi beragam, finishingnya lebih mulus. Semuanya berkat jasa para perintisnya dulu,” kata pria yang bertempat tinggal di Jambu Kulon timur Stasiun Ceper. 

3 dari 7 halaman

Kerajinan Patung Bebek Jadi Hiasan Sekaligus Bahan Bakar Perapian

Geliat produksi hiasan bebek dari bonggol bambu ikut menjadi sejarah tersendiri bagi Ceper. Pasalnya, Ceper merupakan kawasan industri, mulai dari mebel, kerajinan tangan, pengecoran logam, hingga pabrik tekstil. Sosok Supriyanto dan Edi Setyoko secara tidak langsung menjadi pelestari kerajinan bebek hias yang ada di Kecamatan Ceper, Klaten hingga kini.

Dua pengrajin itu membeberkan rahasia laris manis hiasan bebek dari bonggol bambu. Bahkan peminatnya kini didominasi oleh pasar luar negeri. Siapa sangka, dikenal menjadi hiasan, kerajinan bebek dari bonggol bambu ini punya fungsi sebagai bahan bakar perapian. Terlebih di negara Eropa yang mengenal musim dingin atau musim salju.

“Itu kenapa orang luar doyan banget kerajinan bebek ini buat dibakar. Tiga bulan sekali setiap musim dingin itu dibakar, alasannya bahar bakar di sana mahal. Kalau ngirim itu buat hiasan, saya kirim buat hiasan,” ungkap Supriyadi memproduksi patung bebek dibantu delapan karyawannya.

Hal serupa juga diutarakan Edi yang menganggap meski kerajinannya dibakar, namun menjadikan bisnis bebek hias ini makin lancar. Ia mengibaratkan jika kerajinan bebek ini merupakan kerajinan yang tahan banting. Jika punya 4 bebek hias di almari, selang 10 tahun tidak akan berubah berkat kualitasnya yang awet. 

“Ada temen saya itu satu minggu 1500 kapasitas produksi nah itu mau dikemanakan. Kalau nggak dibakar itu sudah gulung tikar. Lha kenapa hiasan bebek itu dibakar? Itu kalau di sana musim panas itu buat hiasan, kalau musim dingin disana buat pengapian. Kalau musim salju dibakar kalau musim panas beli lagi,” kata Edi Setyoko.

Edi menambahkan, perbedaan kepemilikan furnitur di luar negeri berbeda dengan di Indonesia. Pasalnya setiap memiliki aset barang, orang luar negeri dikenakan pajak yang disebut pajak properti. Jika tidak membayar pajak, barang akan dimusnahkan oleh petugas. 

“Karena dibakar itu jadi ekspornya jadi lancar. Di luar itu kita punya kursi kayak gini (kursi bambu) tiap tahunnya ada pajak properti namanya. Di luar itu kena pajak properti, setiap tahun ada petugas yang datang, sampeyan ngga pajeki (tidak mengeluarkan pajak), otomatis harus dimusnahkan. Bedanya kalau di sini cuma kendaraan,” ungkap Edi di sela kesibukannya memantau pekerjaan karyawan.

4 dari 7 halaman

Sistem Pemasaran Kerajinan Bebek Hias Libatkan Pihak Ketiga

Sebagian besar warga Ceper yang berprofesi sebagai pengrajin bebek hias ini mengakui keberhasilan mereka tak lepas dari orang pihak ketiga. Kebanyakan memiliki pelanggan yang berasal dari Bali. Pelanggan dari Bali itulah pihak eksportir sekaligus pemilik pelanggan orang asing atau bule.

“Jadi sini itu kebanyakan orang ketiga, kebanyakan pakai perantara yang nanti langsung dikirim ke luar negeri. Ya ada cuman sedikit, soalnya kalau banyak kejadian udah dibayar orang luar, tapi uangnya dipakai dulu untuk hal lain. Orang Indonesia kelemahan itu, bukan uangnya tapi sudah dipakai dulu,” ungkap Edi.

Ia menuturkan daerah lokal seperti Yogyakarta dan Jepara hanya sebagai pelengkap. Edi juga menjelaskan setiap kerajinan yang dikirim tidak memiliki label. Pasalnya nantinya yang melakukan penyempurnaan ialah pelanggan di Bali. Terlebih pangsa pasar mancanegara jauh lebih menguntungkan dibanding penjualan di dalam negeri. Hal itu dijelaskan Supriyadi yang membandingkan harga jual kerajinan bebek.

“Satu bebek dihargai 35 dolar Australia (Rp 350 ribu) kalau sini aja cuman 50 ribu, sana udah 35 dollar. Kalah disik aku, jadi lebih untung yang buat jual ke luar negeri,” Supriyadi menjelaskan mengapa bisnis kerajinan bebek menguntungkan. 

Selebihnya, Supriyadi dibantu sang istri kerap ikut serta menjadi bagian dalam geliat kerajinan Kabupaten Klaten yang digandeng oleh pemerintah. Singkatnya, galeri kerajinan bebek miliknya kerap tampil di ajang pameran. Tak heran pundi-pundi rupiah didapatkan oleh para pengusaha kerajinan patung bebek hias di Ceper ini. Supriyadi menuturkan rata-rata penghasilan menjadi seorang pengrajin bebek hias bisa mengantongi sekitar Rp 40- Rp 50 juta setiap dua bulan sekali. 

“Kalau sekali kirim itu setiap 2 bulan sekali, sebulan itu ada 1000 an. Dapatnya Rp 40- Rp 50 juta. Yang penting ekonomi ngga jatuh, yang jatuh itu covid gelombang kedua. Saya tahu itu karena punya pembeli yang cerita ke saya, ini udah rame. Kalau paling banyak itu 2000 ada, aku ditawari 7000 aku angkat tangan,” kata Supriyadi. 

Begitu pula sosok Edi yang mampu mengirim 2.000 lebih patung bebek yang meraup omset sampai Rp 20 - Rp 30 juta. Ia bersyukur mengangkat perekonomian warga, jadi lapangan pekerjaan. 

5 dari 7 halaman

Kendala yang Dirasakan Pengrajin Patung Bebek Bonggol Bambu

Seperti geliat kerajinan dan bisnis lain, kerajinan patung bebek dari bonggol bambu ini sempat mati suri. Kejadian ini dialami para pengrajin bebek di masa lalu. Salah satu penyebabnya ialah  bentuk kerajinan patung bebek yang terkesan monoton dan tidak indah. Namun sejak bangkitnya kembali, para pengrajin punya kendala lain perihal bahan baku. 

“Bahan baku dulu sempat sulit, kan dulu awal-awal bahan baku berasal dari Gunung Kidul. Yang penting bambu ori, kalau di sini banyak di pinggir kali, cuman ngga boleh karena jadi talud. Akhirnya di Gunung Kidul sudah mulai habis tahun 2007,” keluh Edi Setyoko.

Ia mengatakan kini mendapat langganan bonggol bambu dari wilayah Timur seperti Jepara, Purwodadi, hingga Bojonegoro.

“Kalau saya sekarang udah sama pengepul. Sana dapatnya Rp 2.000, kalau saya belinya Rp4.000 sampai Rp 5.000 satu bonggol bambu yang sudah halus. Tergantung pemesanan, mau minta yang masih ada serabut atau udah polosan. Kalau saya mintanya sudah dibersihkan. Karena serabut akarnya itu makan tempat di truk,” imbuh Edi.

Edi juga mengungkapkan kebutuhan akan bahan baku selalu ia kontrol. Bayangkan, setiap pengiriman jumlahnya bisa sampai satu truk senilai Rp 15 juta yang berisi 3.000 dangkel (bonggol bambu). Pasalnya hanya bambu ori atau bambu duri  yang bisa digunakan karena memiliki bentuk estetik dan kekuatan yang sudah diakui. 

“Tapi kan kalau bahan baku itu saya butuh terus mas. Makanya kalau bebek itu di mana tempatnya ngga cukup mas. Apalagi daerah Gunung Kidul yang stoknya sampai habis,” terang Edi yang memulai bisnis kerajinan bebek hias dari menjual kambing. 

6 dari 7 halaman

Home Industri Hasilkan Lapangan Pekerjaan Warga Sekitar

Baik Supriyadi dan Edi Setyoko merupakan dua dari 20 puluhan pengrajin patung bebek di Ceper Klaten yang masih bertahan. Pasalnya, tak sedikit pengrajin patung bebek yang memilih berhenti menggeluti pembuatan kerajinan patung bebek. Hal itu diungkapkan mantan pengrajin patung bambu bernama Levi yang kini berprofesi sebagai pedagang angkringan di Timur Stasiun Ceper. 

“Jika dilihat dari sudut pandang uang, saya yakin lebih banyak kerja jadi pengrajin kayu. Namun kenyamanan jadi faktor utama meninggalkan profesi bebek. Kalau dirasakan sekarang lebih mudah, apalagi sekarang kemudahan dunia online (marketplace),” kata Levi.

Di lain sisi, suksesnya para pengrajin patung bebek dari bonggol bambu ini juga turut dirasakan warga sekitar. Dialah Rendy Ardiansyah, pemuda yang kini jadi karyawan Edi Setyoko. Ia mengungkapkan pekerjaan membuat bebek tidak begitu melelahkan. Apalagi ia menggeluti pekerjaan ini sejak lulus SMA pada tahun 2019. 

“Ada kaki, kepala, telapak, sama sepatu (part penyusun bebek hias dari bonggol bambu). Saya udah di sini tahun 2019 sejak lulus SMA, ini kebetulan (Pak Edi) masih saudara sama saya. Kalau jam kerjanya normal sampai 8 jam kerja. Pekerjaannya fleksibel ngga terpaut waktu,” ungkap Rendy.

Sedangkan teman seperjuangannya, Rafly yang masih sekolah SMA mengungkapkan keuntungan bekerja membuat kerajinan bebek ini bisa menambah uang saku. Terlepas dari kerjaannya yang tidak dikejar oleh waktu. 

7 dari 7 halaman

Kerajinan Bebek Hias di Masa Depan Bagi Para Pengrajin

Para pengrajin bebek hias dari bonggol bambu kini tengah merasakan di puncak kejayaan. Tak heran jika pengrajin seperti Edi dan Supriyadi hanya menekankan mengeluh soal bahan baku. Selebihnya keduanya bersyukur geliat kerajinan bebek ini tak pernah surut setelah bangkit. Terlebih saat pandemi.

“Alhamdulillah habis pandemi ini bebek ini pol pole ramene nggawe (paling ramai pasaran kerajinan patung bebek). Kan biasa mas kalau sini saling bantu temen yang dapat orederan banyak. Jadi bebek itu sampai rebutan karena kebanyakan orderan,” kata Edi Setyoko. 

Edi Menambahkan kerajinan bebek hias dari bonggol bambu yang ia tekuni sejak tahun 2013 ini masih bisa bertahan karena kepercayaan dan tekad yang kuat. Pasalnya, pria asal Jambu Kulon, Ceper, Klaten ini punya pengalaman ditipu orang sampai menelan uang Rp 40 juta. Hal inilah yang membuat Edi berharap akan ada kontinuitas antara pengrajin, pengepul hingga konsumen. 

Sedangkan Supriyadi mengharapkan untuk bisa lebih liar lagi dalam berinovasi membuat desain baru. Pasalnya desain yang unik sering membuat kerajinan bebek hias dari bonggol bambu buatannya kerap mendapat banyak order berulang.