Sukses

Keringanan bagi Jemaah Haji Lansia, Memudahkan Ibadah Haji Para Lansia

Keringanan-keringanan yang didapat oleh jemaah haji lansia, agar ibadah hajinya dapat berjalan dengan lancar.

Liputan6.com, Jakarta Dalam beribadah, Allah SWT tidak pernah membebani hamba-Nya. Beberapa pengecualian diberlakukan untuk memungkinkan umat Islam tetap beribadah kepada Allah dan bertemu dengan Allah, termasuk bagi jemaah lanjut usia atau lanjut usia yang menunaikan ibadah haji. Dimana mereka dapat melakukan ibadah haji sesuai dengan batas kemampuan mereka mereka.

Haji adalah ibadah fisik. Apalagi pada puncak haji nantinya, setiap jemaah biasanya harus berada di Arafah sejak tanggal 8 Dzulhijjah hingga selesai melantunkan nafar dan nafar tsani pertama pada tanggal 13 Zulhijah. Dalam kondisi fisik yang kurang optimal, para lansia berusaha keras untuk mempersiapkan diri dalam menunaikan ibadah haji tanpa meninggalkan rukun dan kewajiban haji yang merupakan prasyarat sahnya ibadah haji. Sehingga keringanan bagi jamaah haji lansia dapat memudahkan mereka.

Bersamaan dengan musim haji 2023 yang telah tiba. Mengutip kemenag.go.id,  KH Miftah Faqih, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mengatakan bahwa jamaah lansia dan sakit dapat merasakan keringanan dalam menunaikan ibadah haji dan umrah di Tanah Suci, sehingga ibadah mereka dapat berjalan dengan lancar.  

Lantas apa saja keringan bagi jamaah haji lansia? Berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari laman kemenag.go.id pada Rabu (24/5/2023). Keringanan-keringanan yang didapat oleh jemaah haji lansia, agar ibadah hajinya dapat berjalan dengan lancar.

2 dari 4 halaman

1. Ihram Bersyarat

Sebagai langkah untuk mencegah terjadinya hambatan selama perjalanan haji, khususnya bagi jemaah yang sudah lanjut usia, rentan, dan lemah fisik, dianjurkan bila niat ihram bersifat kondisional.

Penegasan ihram bersyarat didasarkan atas perintah Nabi Muhammad SAW kepada Dhuba'ah binti Zubair dalam hadis Bukhari dan Muslim. Dari Aisyah ia mengatakan bahwa Nabi SAW datang ke rumah Dhuba'ah binti Zubair bin Abdul Muthalib.

Kemudian Dhuba'ah berkata, "Wahai Rasulullah, saya akan menunaikan haji tapi saya sakit, bagaimana?"

Maka Nabi SAW pun bersabda: “Berhajilah dan syaratkan niatmu untuk menjadi tahallul (keluar) ketika kamu tidak dapat melanjutkan karena sakit.”

2. Tawaf bisa dilakukan di Najis

Tawaf yang dilakukan oleh jemaah lanjut usia yang menderita najis seperti wasir, beser, istihadah atau keluar darah di luar waktu haid atau buang air besar terus-menerus pada wanita, tetap dianggap sah dan tidak dikenai sanksi. 

3. Tawaf dengan kursi listrik atau skuter

Tiga ulama memperbolehkan jemaah difabel, termasuk lansia, untuk melakukan Tawaf di atas kursi listrik atau skuter. Tapi peziarah tanpa alasan, pengacara tidak setuju. Menurut pemikiran Syafi'i, tidak ada larangan bagi seseorang yang melakukan tawaf sambil mengendarai kendaraan tanpa alasan, meskipun dianggap kurang penting.

Meskipun menurut pemikiran Hanafi, tawaf dengan berjalan kaki hukumnya wajib kecuali dalam keadaan sakit, tentu saja tetap harus mengulang tawaf di Mekkah jika dilakukan tanpa sakit. Namun, sekembalinya ke Indonesia ia harus membayar baik dam orang yang tawafnya diulurkan, didorong atau dibawa.

3 dari 4 halaman

4. Tidak wajib sholat berjamaah di Masjidil Haram

Bantuan lain bagi jemaah lanjut usia, rentan dan cacat adalah tidak memaksakan diri untuk sholat di Masjidil Haram setiap saat. Hal ini dilakukan agar mereka dapat menjaga kesehatannya untuk menyelesaikan klimaks haji yaitu berdiri di Arafah, meninggal di Muzdalifah, meninggal di Mina dan melempar Jumrah.

Jamaah yang lebih tua dapat berdoa di hotel terdekat atau di masjid. Karena pahala sholat di tanah suci Mekkah sama dengan sholat di Masjid Agung. Ibnu Abbas menyatakan dalam kitab Akhbaru Makkah: "Semua tanah terlarang Makkah adalah Masjidil Haram."

Dr Wahbah az Zuhaili menjelaskan dalam kitab al-Fiqh al-Islami, para ulama seperti Imam Nawawi dan Zarkasyi mengatakan bahwa tanah terlarang Mekkah sama dengan Masjidil Haram, yang memperbanyak sholat dan bahkan ketaatan apapun kepada Allah.

5. Keringan dalam melakukan Sa’i

Bagi jamaah yang menemui kendala atau kesulitan karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan untuk melakukan Sa'i hingga tujuh kali, ada solusi yang dihadirkan oleh Imam Hanafi. Menurutnya, haji sah jika sa'i hanya empat perjalanan atau lebih, tetapi harus membayar bendungan. Namun, jika ia hanya melakukan 3 perjalanan atau kurang, ia harus membayar 1,2 kilogram beras untuk setiap perjalanan. 

6. Mabit tidak wajib di Muzdalifah

Orang lanjut usia dapat melepaskan kewajiban untuk tinggal di Muzdalifah. Meski merupakan bagian dari ibadah wajib, namun jalurnya kerap menghadirkan berbagai kendala yang tidak bisa dihindari, seperti seluruh jalan menuju Muzdalifah macet macet, yang pengaruhnya membuat masyarakat tersesat. atau dipisahkan dari kelompok sampai salah satunya jatuh sakit.

Oleh karena itu, masyarakatnya lebih tua dan tergolong kelompok berisiko tinggi sehingga sulit meninggal di Muzdalifah. Dalam hadits Aisyah RA disebutkan bahwa Rasulullah tidak membiarkan dirinya mati,

"Saudah adalah seorang wanita yang gemuk, lamban, dan susah bergerak, lalu dia minta izin kepada Rasulullah SAW untuk bertolak meninggalkan mabit di Muzdalifah, kemudian beliau mengizinkan kepadanya, dan saya (Aisyah) sangat senang permintaan izin Saudah untuk tidak mabit dipenuhi oleh Nabi SAW, lalu beliau pun mengizinkan kepada saya." (HR As-Syaikhoni dan Ahmad).

4 dari 4 halaman

7. Tidak ada kewajiban untuk tinggal di Mina

Jamaah yang sakit, lemah, lanjut usia, rentan, gila, dan cacat diberikan keringanan agar tidak tertahan di Mina. Kewajiban penguburan di Mina menjadi batal begitu juga penguburan di Muzdalifah, hal ini dijelaskan oleh imam Nawawi dalam al Kafi Jilid 1.

8. Diwakilkan untuk lempar jumrah

Melempar jumrah itu wajib. Untuk jamaah yang lebih tua, melempar jumrah dapat dilimpahkan kepada orang lain, atau kepada keluarganya, pemimpin kelompok, atau dengan menunjuk seseorang yang ingin mengubahnya.

9. Pilihan Tawaf Wada'

Kewajiban wada-wada atau tawaf perpisahan jemaah lanjut usia dapat ditiadakan. Dalam Kitab al-Ifshah' ala Mashail al-Idhah, Ibnu Abbas RA menjelaskan sabda Nabi SAW yaitu:

"Mereka yang termasuk mendapat keringanan seperti orang yang sedang dalam keadaan haid yaitu: wanita yang nifas, wanita yang istihadhah (keluar darah penyakit), orang yang kencing terus-menerus (beser), anak kecil, orang yang dalam keadaan lemah, orang yang kena luka darahnya keluar terus menerus yang tidak mungkin dia masuk ke dalam masjid, orang yang dalam tekanan/paksaan, orang yang takut dari perbuatan orang dzalim, dan orang yang tertinggal dari rombongannya. Mereka itulah orang-orang yang tergolong berhalangan (udzur syar'i) sehingga tidak wajib melaksanakan tawaf wada' dan gugur dari kewajiban membayar Dam dan mereka tidak berdosa." (HR Bukhari dan Muslim)