Sukses

Perbedaan Grasi dan Rehabilitasi, Kesempatan Kedua bagi Narapidana

Meskipun terkait dalam konteks hukum pidana, grasi dan rehabilitasi memiliki perbedaan yang penting dalam implementasinya.

Liputan6.com, Jakarta Grasi dan rehabilitasi adalah dua konsep yang berhubungan erat dalam sistem peradilan pidana yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kedua kepada narapidana. Meskipun terkait dalam konteks hukum pidana, grasi dan rehabilitasi memiliki perbedaan yang penting dalam implementasinya.

Grasi dan rehabilitasi dapat dikatakan sebagai kesempatan kedua bagi terpidana yang diatur dalam undang-undang. Grasi dan rehabilitasi di Indonesia merupakan kewenangan presiden dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (“MA”) atau Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”). 

Grasi dan rehabilitasi memiliki peranan yang penting dalam membantu individu yang terlibat dalam sistem peradilan pidana untuk memperbaiki kehidupan mereka. Berikut perbedaan grasi dan rehabilitasi yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (26/5/2023).

2 dari 5 halaman

Grasi

Grasi diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU Grasi”). Peraturan tentang grasi kemudian diubah dalam  Undang–Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU 5/2010”). Definisi hukum Grasi diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Grasi yang berbunyi:

"Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden."

Pada Pasal 2 ayat (1) UU 5/2010 diatur bahwa terpidana yang telah mendapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden. Kata “dapat” dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada terpidana untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak untuk mengajukan permohonan grasi sesuai dengan UU 5/2010.

Maksud dari “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah,

  1. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.
  2. Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.
  3. Putusan kasasi.

Kemudian yang dimaksud dengan ”pengadilan” adalah pengadilan di lingkungan peradilan umum atau pengadilan di lingkungan peradilan militer yang memutus perkara pidana.

3 dari 5 halaman

Pengajuan dan Pengabulan Grasi

Hak mengajukan grasi diberitahukan kepada terpidana oleh hakim atau hakim ketua sidang yang memutus perkara pada tingkat pertama. Jika pada waktu putusan pengadilan dijatuhkan terpidana tidak hadir, hak terpidana diberitahukan secara tertulis oleh panitera dari pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama, banding atau kasasi.

Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah 2 (dua) tahun. Permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali, agar memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pengajuan permohonan grasi dan menghindari pengaturan diskriminatif.

Pihak yang dapat mengajukan permohonan grasi secara tertulis adalah:

  1. Terpidana atau kuasa hukumnya.
  2. Keluarga terpidana dengan persetujuan terpidana, keluarga yang dimaksud adalah isteri atau suami, anak kandung, orang tua kandung, atau saudara sekandung terpidana.
  3. Keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana, apabila terpidana dijatuhi pidana mati.

Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan terpidana setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung. Pemberian grasi oleh Presiden dapat berupa,

  1. Peringanan atau perubahan jenis pidana.
  2. Pengurangan jumlah pidana.
  3. Penghapusan pelaksanaan pidana.
4 dari 5 halaman

Rehabilitasi

Istilah Rehabilitasi dijelaskan pada Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. 

Presiden memberikan Rehabilitasi kepada seseorang dengan memperhatikan pertimbangan MA. Dalam penjelasan umum KUHAP menyatakan bahwa rehabilitasi atau ganti kerugian diberikan kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. 

Ganti kerugian dan rehabilitasi diberikan sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi. 

 

 

5 dari 5 halaman

Pengajuan Rehabilitasi

Seseorang memiliki hak untuk mendapatkan rehabilitasi pada saat, 

Mengajukan rehabilitasi melalui praperadilan, akibat tidak sahnya penangkapan atau penahan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan yang diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan.

Apabila diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan.