Liputan6.com, Jakarta Penyebab Perang Diponegoro sering kali disebutkan dalam pelajaran atau buku sejarah. Nama Diponegoro merupakan seorang pemimpin perang dari para serdadu pribumi dalam peperangan melawan pasukan Belanda.
Baca Juga
Advertisement
Perang Diponegoro atau dikenal dengan perang Jawa merupakan kancah peperangan yang membuat nama Pangeran Diponegoro banyak menghias halaman buku sejarah saat ini. Beliau dengan berani melakukan pemberontakan terhadap pihak Belanda yang sudah berlaku sewenang-wenang.
Dijelaskan dengan detail mengenai penyebab Perang Diponegoro yang merupakan pertempuran terbesar di tanah Jawa pada saat itu. Perang ini juga berlangsung cukup lama, yaitu selama lima tahun antara tahun 1825 sampai 1830.Â
Untuk lebih rinci, berikut ini penjelasan mengenai penyebab Perang Diponegoro beserta kronologi, strategi, dan dampaknya bagi Indonesia yang telah dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (24/2/2022).
Penyebab Perang Diponegoro
Antara tahun 1825-1830 Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur dilanda oleh perang besar yang bahkan hampir meruntuhkan kekuasaan imperialis Belanda di Indonesia. Peperangan tersebut dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, seorang bangsawan dari kesultanan Yogyakarta. Pangeran Diponegoro sendiri berjuang melawan imperialis Belanda bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk menegakkan kemerdekaan dan keadilan. Berikut bagaimana penyebab Perang Diponegoro bisa meletus, yaitu:
1. Penyebab Perang Diponegoro yang pertama adalah adanya perasaan tidak puas pada kaum bangsawan Kesultanan Yogyakarta, karena:
a. Mereka dilarang oleh Belanda untuk menyewakan tanahnya kepada pengusaha-pengusaha swasta untuk perkebunan-perkebunan. Sebab itu merupakan saingan bagi Belanda yang mengusahakan perkebunan-perkebunan juga.
b. Daerah Kesultanan Yogyakarta yang terletak di antara Pekalongan dan Semarang dirampas oleh Belanda.
c. Kekuasaan dan kewibawaan para bangsawan makin terdesak oleh Belanda, baik di pusat maupun di daerah-daerah.
2. Penyebab Perang Diponegoro yang selanjutnya yaitu kaum ulama Islam yang semakin kecewa, karena makin meluasnya adat kebiasaan barat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Padahal ajaran Islam bagi kaum ulama merupakan alat untuk pendidikan moral. Oleh karena kaum ulama memandang bahwa keburukan moral itu bersumber dari Belanda, maka Belanda harus disingkirkan.
3. Penyebab Perang Diponegoro yang terakhir adalah karena rakyat jelata makin menderita akibat adanya bermacam-macam pungutan pajak dan macam-macam kewajiban kerja paksa.
Selain itu ada peristiwa lain yang menjadi penyebab Perang Diponegoro ini meletus. Pada tahun 1825, Belanda bermaksud menyambung dan memperlebar jalan melalui tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro dengan tidak minta izin lebih dulu kepada Pangeran Diponegoro. Hal itu menyebabkan Pangeran Diponegoro marah karena mengesampingkan beliau sebagai wali raja.
Waktu diadakan pemasangan pancang-pancang oleh suruhan Belanda, pancang-pancang itu dicabuti oleh suruhan Pangeran Diponegoro. Wakil Belanda ialah Residen Smissaert, meminta kepada Pangeran Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro) untuk memanggil Pangeran Diponegoro.
Setelah Pangeran Mangkubumi bertemu dengan Pangeran Diponegoro, beliau justru menggabungkan diri dengan Pangeran Diponegoro. Maka pada tanggal 20 Juli 1825, rumah kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalrejo diserang dan dikepung oleh pasukan berkuda di bawah pimpinan Chevalier dengan maksud untuk menangkap Pangeran Diponegoro.
Dalam pertempuran itu Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi sempat meloloskan diri dengan menunggang kuda. Setelah Belanda mengetahui bahwa Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi dapat meloloskan diri, maka rumah Pangeran Diponegoro dibakar oleh Belanda. Sejak itu Pangeran Diponegoro bertekad melawan Belanda untuk menegakkan kemerdekaan dan keadilan.
Advertisement
Kronologi Perang Diponegoro
Setelah Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi meloloskan diri. Mereka pergi ke Kulonprogo hingga Bantul. Disana, ia membuat suatu perkumpulan dan berhasil mengajak masyarakat untuk bergabung dalam perang suci. 15 orang pangeran bergabung dengan Diponegoro. Ia juga merekrut bandit profesional untuk melawan Belanda. Pertempuran terjadi di puluhan desa. Pangeran Diponegoro menyerbu pusat-pusat kekuatan Belanda saat musim hujan tiba karena Belanda lebih memilih gencatan senjata pada musim hujan. Jalur-jalur logistik dan pabrik untuk merakit bom dibangun di hutan-hutan.
Sementara, Belanda lebih memilih mengadakan propaganda dan mengajak masyarakat untuk melawan pangeran Diponegoro. Pada tahun 1828, Jenderal de Kock menerapkan strategi Benteng Stelsel sehingga berhasil menangkap Kyai Mojo. Menyusul pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 1829, Pangeran Mangkubumi dan Sentot Alibasyah menyerah kepada Belanda. Akhirnya, pada Maret 1830, Pangeran Diponegoro yang terjepit di Magelang dan memilih menyerah dengan catatan anggota-anggota laskarnya dibebaskan seutuhnya.
Akhir dan Dampak Perang Diponegoro
Pertempuran sengit antara Belanda dan Pangeran Diponegoro baru berakhir pada 28 Maret 1830. Kala itu, pasukan Pangeran Diponegoro dijepit di Magelang oleh Jenderal de Kock. Demi membebaskan sisa pasukannya, Pangeran Diponegoro rela menyerahkan diri. Pangeran Diponegoro kemudian ditangkap dan diasingkan ke Makassar hingga akhir hidupnya. Perang Diponegoro terjadi selama lima tahun dan menimbulkan dampak yang sangat besar. Berikut ini beberapa dampak Perang Diponegoro bagi Indonesia, antara lain:
1. Menelan korban tewas sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa.
2. Kekalahan Pangeran Diponegoro menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.
3. Raja dan bupati Jawa tunduk kepada Belanda.
Advertisement